Catatan Popular

Isnin, 5 Ogos 2013

KITAB AL MINAH AL SANIYAH FASAL 5 : MENJAGA DARI MAKANAN TIDAK HALAL (DARI KITAB MENJADI KEKASIH ALLAH)



Oleh Syeikh Abdul Wahhab As-Sya'rani (Tokoh Sufi Mesir)

MENJAGA DARI MAKANAN TIDAK HALAL

Untuk mencapai Hadlirat Ilahi, seseorang mesti menjaga diri dari makanan
yang tidak halal. Makanan yang tidak halal akan mengeraskan dan mematikan
hati. Ia juga menyebabkan terhijabnya manusia untuk masuk dalam Hadlirat Ilahi.
Imam Abu Hanifah pernah berkata, "Seandainya seseorang terus beribadah
kepada Allah sehingga seperti tonggak, namun ia tidak perduli makanan apa yang
masuk dalam perutnya; halal atau tidak, maka semua ibadahnya sia-sia. Tidak
diterima".
Abu Ishaq Ibrahim ibn Adham menyatakan, yang terpenting seseorang
harus meneliti dan membersihkan makanannya dari makanan yang tidak halal.
Setelah itu, tidak ada lagi beban, walau tidak berpuasa disiang hari dan tidak
bangun malam.
Makanan adalah sesuatu yang sangat penting dalam keselamatan dan
kehidupan ruhani manusia. Abu Bakar At-Turmudzi menyatakan, seseorang tidak
akan terhalang maksudnya kepada Allah kecuali dengan tiga masalah;
1. Menggunakan hujjah pada sesuatu yang sebenarnya tidak bisa
digunakan.
2. Tergesa-gesa dalam jalan thoriqot, karena menurutkan hawa nafsu.
3. Makan makanan haram dan subhat).
Makanan yang tidak halal membawa pengaruh yang sangat besar. Imam
Sahal menyatakan, orang yang makan makanan tidak halal tidak akan terbuka
hijab hatinya. Sholat, puasa dan sedekahnya tidak diterima oleh Tuhan. Bahkan,
dengan makanannya itu, ia akan cepat mendapatkan siksanya. Sedang Ali Al-
Khowash menyatakan, beribadah dengan modal makanan tidak halal adalah
seperti merpati yang mengerami telur busuk. Berarti menyusahkan diri sendiri
dengan diam lama ditempat itu, padahal tidak akan ada satupun telur yang
menetas. Sebaliknya, yang keluar justru barang busuk.
Selain itu, makanan yang tidak halal akan berubah menjadi api yang
membakar ketajaman berfikir, menghilangkan kenikmatan dzikir, membakar
kesucian niat, membutakan mata hati, merapuhkan agama, menghalangi
datangnya makrifat dan hikmah, dan lain-lain.
"Secara umum, segala bentuk kemaksiatan yang dilakukan manusia, pada
dasarnya, adalah disebabkan makanan yang masuk dalam perutnya. Karena itu, siapa
yang makan makanan tidak halal kemudian berniat melakukan ketaatan, maka itu sama
artinya dengan mengharapkan sesuatu yang mustahil".
Sebagai perbandingan dengan makanan yang halal, Ali Al-Khowas
menyatakan, seseorang yang makan makanan halal, hatinya menjadi lunak, tipis
dan bersinar. Sedikit tidurnya dan tidak terhalang hatinya untuk masuk dalam
Hadlirat Ilahi. Sebaliknya, orang yang makan makanan tidak halal, anggota
badanya cenderung mudah melakukan maksiat. Sedemikian, sehingga Allah
memberi rahmat dengan tidur agar ia bisa istirahat dari perbuatan maksiatnya,
sebagaimana Allah memberikan anugerah kepada mereka yang taat dengan
makanan halal agar bisa bangun malam dan ibadah kepada-Nya.

Sufyan berkata, "Carilah makanan halal dan hindari yang haram. Saya
sendiri, ketika makan makanan yang halal kemudian membaca Alqur'an, terbukah
bagiku 70 macam ilmu. Sebaliknya, ketika ikut makan orang yang tidak meneliti
makanannya, tidak satupun ilmu yang terbuka bagiku".

Bila seseorang terlanjur kemasukan makanan haram, segeralah berusaha
untuk memuntahkannya. Bila tidak bisa, segera beristighfar dan bertaubat kepada
Tuhan.
Diantara tanda-tanda bahwa makanan yang telah masuk dalam perut tidak
halal, adalah munculnya rasa gelap dalam hati, merasa berat (malas) ketika akan
beribadah, malas bangun malam, badan menjadi tidak enak tanpa diketahui sebab
musababnya, dan lain-lain.
Karena itu, seseorang senantiasa harus meneliti dan menjaga makanannya.
Tidak bisa ikut makan makanan yang belum jelas --apalagi yang telah jelas haram-
- hanya karena sungkan atau takut pada orang yang memberi. Inilah yang sering
dilupakan orang-orang sekarang. Mereka, dengan mudah ikut makan makanan
yang belum jelas, dengan alasan takut menyinggung perasaan orang yang memberi.

Kondisi itu, sebenarnya, sama artinya dengan seorang pemuda yang ikut
mabuk bersama teman-temannya dengan alasan solidaritas teman. Ini alasan yang
tidak bisa diterima. Kita tetap harus menghajarnya dan menghukuminya sebagai
orang fasik.

Tiada ulasan: