Catatan Popular

Rabu, 9 September 2015

SEJARAH DAN PEKEMBANGAN TAREKAT RIFAIYYAH



Dalam agama Islam, banyak sekali aliran keagamaan yang berkembang, baik dalam bidang ilmu kalam (teologi) atau akidah, fikih, tasawuf, maupun lainnya.

Dibandingkan bidang teologi dan fikih, aliran yang paling banyak berkembang adalah tasawuf. Setidaknya, banyak cara umat Islam dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui pendekatan olah spiritual (hati), khususnya tasawuf.

Dalam ilmu tasawuf, salah satu upaya yang dikembangkan untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) adalah mengikuti tarekat. Tarekat berasal dari bahasa Arab, yakni thariqah, yang berarti jalan.

Sedikitnya terdapat 42 tarekat mu’tabarah (terkenal) di dunia. Mulai dari tarekat Qadiriyah, Naqsabandiyah, Qadiriyah wan Naqsabandiyah, Syadziliyah, Sammaniyah, Tijaniyah, Khalwatiyah, Syattariyah, Khalidiyah, Mufaridiyah, hingga Rifa’iyah.

Tarekat Rifa’iyah, khususnya, pertama kali muncul dan berkembang luas di wilayah Irak bagian selatan. Pendirinya adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifa’i. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah, Irak bagian selatan, pada 500 H (1106 M). Sedangkan, sumber lain menyebutkan, ia lahir pada 512 H (1118 M).

Abu Bakar Aceh dalam buku Pengantar Ilmu Tarekat: Kajian Historis tentang Mistik memaparkan, Ar-Rifa’i menghabiskan hampir seluruh hidupnya di wilayah Irak bagian selatan. Sewaktu berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syekh tarekat.

Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut, ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al-Wasiti, terutama tentang mazhab fikih Imam Syafi’i. Pada usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah sembilan sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.

John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford: Dunia Islam Modern menyebutkan, garis keturunan sufi Ar-Rifa’i sampai kepada Junaid Al-Baghdadi (wafat 910 M) dan Sahl Al-Tustari (wafat 896 M).
Pada 1145, Ar-Rifa’i menjadi syekh tarekat ini ketika pamannya (yang juga merupakan syekhnya) menunjuknya sebagai pengganti. Dia kemudian mendirikan pusat tarekat sendiri di Umm Abidah, sebuah desa di Distrik Wasit, tempat dia wafat kelak.

Tarekat Rifa’iyah berbeda dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) Rifa’iyah yang ada di Indonesia.

Ormas Rifa’iyah didirikan oleh Syekh Haji Ahmad Ar-Rifa’i Al-Jawi bin Muhammad bin Abi Sujak bin Sutjowijoyo. Lahir pada 9 Muharram 1200 H (1786 M ) di Desa Tempuran, Kabupaten Kendal.

Tarekat Rifa’iyah yang juga merupakan tarekat sufi Sunni ini memainkan peran penting dalam pelembagaan sufisme. Di bawah bimbingan Ar-Rifa’i, tarekat ini tumbuh subur.

Dalam tempo yang tidak begitu lama, tarekat ini berkembang luas ke luar Irak, di antaranya ke Mesir dan Suriah. Hal tersebut disebabkan murid-murid tarekat ini menyebar ke seluruh Timur Tengah.
Dalam perkembangan selanjutnya, Tarekat Rifa’iyah berkembang di kawasan Anatolia di Turki, Eropa Timur, wilayah Kaukasus, dan kawasan Amerika Utara. Para murid Rifa’iyah membentuk cabang-cabang baru di tempat-tempat tersebut. Setelah beberapa lama, jumlah cabang Tarekat Rifa'iyah meningkat dan posisi syekh pada umumnya turun-temurun.

Tarekat ini juga tersebar luas di Indonesia, misalnya di daerah Aceh terutama pada bagian barat dan utara, di Jawa, Sumatera Barat dan Sulawesi. Namun, di daerah Aceh, tarekat ini lebih dikenal dengan sebutan Rafai, yang memiliki makna tabuhan rabana yang berasal dari perkataan pendiri dan penyiar tarekat ini.

Meskipun terdapat di tempat-tempat lain, menurut Esposito, Tarekat Rifa’iyah paling signifikan berada di Turki, Eropa Tenggara, Mesir, Palestina, Suriah, Irak, dan Amerika Serikat.

“Pada akhir masa kekuasaan Turki Usmani (Ottoman), Rifa’iyah merupakan tarekat penting. Keanggotaannya meliputi sekitar tujuh persen dari jumlah orang yang masuk tarekat sufi di Istanbul,” tulis Esposito.


Pendiri Tarekat Rifa’iyah

Tarekat Rifa’iyah didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifa’i. Ia lahir di daerah Irak bagian selatan, tepatnya di Qaryah Hasan, dekat Basrah, sekitar tahun 1106 M. Namun, ada pula yang menyebutkan, ia dilahirkan pada 1118 M.

Ia mendapat gelar muhyidin (penghidup agama) dan sayyid al-‘arifin (penghulu para arif). Ia terkenal dengan tingkat spiritualitasnya yang sangat tinggi. Menurut sejumlah literatur, Syekh Ahmad Rifa’i ini dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu dan sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan dengan Allah.

Bahkan, sejumlah pengikutnya meyakini Syekh Ar-Rifa’i mendapat anugerah dari Allah sebagai salah satu orang yang mampu menyembuhkan penyakit lepra, kebutaan, dan lainnya. Sejak kecil, ia sudah memiliki berbagai keistimewaan. Pada usia 21, ia sudah mendapatkan ijazah dari pamannya untuk mengajar. Syekh Ahmad Rifa’i wafat pada 587 H.

Para Mursyid Tarekat Rifa’iyah

Setiap tarekat selalu dipimpin oleh seorang tokoh sentral yang disebut dengan mursyid atau guru. Demikian juga dengan Tarekat Rifa’iyah. Entah siapa kini yang menjadi tokoh sentral utamanya.

Sebab, tarekat ini berada di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Mesir, Palestina, Turki, bahkan Asia Tenggara.
Masing-masing Tarekat Rifa’iyah di wilayah ini memiliki mursyid masing-masing. Para mursyid itu mengajarkan ajaran tarekat berdasarkan kondisi wilayahnya.


Rifa’iyah di Turki

Perkembangan Tarekat Rifa’iyah di Turki semasa pemerintahan Turki Usmaniyah (Ottoman) terbilang sangat pesat. Sejarah mencatat beberapa nama mursyid (pemimpin) Tarekat Rifa’iyah di Turki. Salah satunya adalah Syekh Abu Al-Huda Muhammad Al-Shayyadi (1850-1909).

Syekh Shayyadi mendirikan salah satu cabang penting Tarekat Rifa’iyah. Karena pengaruh yang dimiliki Syekh Shayyadi terhadap Sultan Abdul Hamid II, Tarekat Rifa’iyah menjadi tarekat resmi yang dianut Kesultanan Ottoman.

Pada masa berikutnya, sebagaimana ditulis John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford: Dunia Islam Modern, di Turki, dikenal sosok bernama Kenan Rifa’i (wafat 1950). Syekh Kenan tinggal di lingkungan yang mencakup banyak orang Turki yang berbudaya dan berpendidikan tinggi, termasuk kaum perempuan dan orang-orang Kristen.

Syekh Kenan mengajarkan sufisme sebagai cinta universal. Kecenderungan ini dimodifikasi oleh Samiha Ayverdi—membimbing orang-orang yang setia kepada ajaran Syariati setelah Syekh Kenan wafat—dengan terbit karya politiknya yang tajam di Istanbul pada 1979 yang berjudul Let Us Be Not Slaves but Masters.


Rifa’iyah di Timur Tengah

Di dunia Arab, Tarekat Rifa’iyah hadir secara signifikan di Mesir, Palestina, Lebanon, Suriah, dan tempat kelahirannya, Irak. Pada awal abad ke-19, ungkap Esposito, di Mesir tidak ada otoritas pusat di kalangan Rifa’iyah.

Namun, sejak 1970, pemimpin tertinggi Tarekat Rifa’iyah di Mesir adalah Mahmud Kamal Yasin, yang juga merupakan ketua cabang Amriyah dari tarekat tersebut.

Kaum Rifa’iyah Mesir, yang seperti kebanyakan kaum sufi Mesir, merasa bahwa salah satu faktor yang membedakan kaum sufi dari Muslim lainnya adalah kesetiaan mereka kepada Nabi SAW dan keluarganya.

Di Palestina, pada 1981, syekh Rifa’iyah aktif yang utama adalah Kamil Al-Jabari dari Hebron dan Nazhmi Aukal dari Nablus.
Kaum Rifa’iyah di Tripoli, Lebanon, mulai aktif sejak 1984. Pada saat itu, terdapat lima zawiyah terkenal yang masih mempraktikkan ritual zikir.

Di Suriah, setelah Naqsabandiyah, Rifa’iyah merupakan tarekat yang paling tersebar luas dan dinamis. Sejak awal 1980-an, cabang Suriah yang paling signifikan adalah cabang Abdul Al-Hakim Abdul Al-Basith Al-Saqbani. Dia dan orang-orang yang berkaitan dengannya telah menerbitkan banyak tulisan para syekh Rifa’iyah.

Cabang utama Tarekat Rifa’iyah di Irak telah dipimpin oleh keluarga Al-Rawi. Beberapa tahun terakhir, di bawah arahan Syekh Khasyi Al-Rawi dari Baghdad, kaum Rifa’iyah Irak seperti halnya di Suriah menerbitkan sejumlah naskah Rifa’iyah lama.
 

Rifa’iyah di Amerika Serikat

Di Negeri Paman Sam, setidaknya terdapat tiga cabang Rifa’iyah. Syekh Taner Vargonen, yang berbasis di California Utara, memiliki garis keturunan Qadiriyah-Rifa’iyah yang berasal dari Muhammad Anshari (wafat 1978) dari Istanbul.

Sejak 1992, seorang Rifa’iyah Turki lainnya, Mehmet Catalkaya (Serif Baba), telah mengawasi pendirian tekke di Chapel Hill, North Carolina, dan di Manhattan. Syekh dari Serif Baba adalah Burhan Efendi dari Izmir.

Cabang Rifa’iyah ketiga terletak di negara bagian New York. DR Muhyiddin Shakoor, seorang psikolog konseling, menuliskan keterlibatannya dengan mereka dalam bukunya yang bertajuk The Writing on the Water. Ia menghubungkan para syekh Tarekat Rifa’iyah cabang New York ini secara garis keturunan dengan kaum Rifa’iyah di Kosovo.

Tiada ulasan: