Catatan Popular

Sabtu, 7 September 2013

KITAB Qami' ath-Thughyan SIRI 5 : Menunaikan salat fardlu pada waktunya dengan sempurna………

KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman 21-26 disebutkan dalam bait syair:

صَلِّ الصَّلاَةَ وَزَكِّ مَالَكَ ثُمَّ صُمْ * وَاعْكُفْ وَحُجَّ وَجَاهِدَنَّ فَتُكْرَمُ

Salatlah engkau, zakatilah hartamu, kemudian puasalah; dan lakukan i'tikaf, haji, dan berjuang dengan sungguh-sungguh, maka engkau akan dimuliakan".

PETUNJUK:




3.      Puasa Ramadlan

4.      I'tikaf

5.      Haji

6.      Jihad

Menunaikan salat fardlu pada waktunya dengan sempurna


Rasulullah saw bersabda:

عَلَمُ الإِيْمَانِ الصَّلاَةُ فَمَنْ فَرَغَ لَهَا قَلْبُهُ وَحَافَظَ عَلَيْهَا بِحُدُوْدِهَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ

Bendera iman adalah salat. Barang siapa yang mengosongkan hatinya untuk salat dan menjaga salat dengan ketentuan-ketentuannya, maka ia adalah orang mukmin.

Rasulullah saw pernah ditanya tentang tanda dari orang mukmin dan orang munafik, beliau menjawab: "Orang mukmin itu cita-citanya mengenai salat, puasa, dan ibadah. Sedangkan orang munafik itu cita-citanya adalah mengenai makanan dan minuman seperti binatang.

Memberikan zakat kepada yang berhak dengan niat khusus


Orang yang mengeluarkan zakat hendaknya berniat dengan hatinya untuk menunaikan zakat wajib. Ia tidak wajib menyatakan jenis harta yang dizakati. Apabila seseorang telah memiliki harta satu nisab berupa emas, perak, ternak, bebijian, bebuahan (kurma dan anggur), maka wajib baginya memberikan zakatnya kepada delapan macam golongan yang berhak menerima zakat, atau orang-orang yang ada dari kedelapan macam golongan tersebut seperti: orang fakir, orang miskin, musafir yang memerlukan biaya perjalanan dan orang yang dibebani hutang.

Rasulullah saw bersabda:

مَا خَالَطَتِ الزَّكَاةُ مَالاً قَطُّ اِلاَّ اَهْلَكَتْهُ

Tiadalah sama sekali zakat itu menyampuri sesuatu harta, kecuali merusaknya.

Puasa Ramadlan


Orang yang berpuasa pada bulan Ramadlan dengan niat pada malam hari untuk mentaati Allah hendaknya meninggalkan seluruh perbuatan yang membatalkan puasa. Puasa itu dilakukan mulai dari terbit fajar sampai matahari terbenam, dalam keadaan tidak haidl, tidak nifas, tidak sedang dalam keadaan melahirkan anak, tidak pingsan, dan tidak mabuk pada sebagian hari.

Syeikh Suhaimi dalam kitab Lubab at-Thalibin menjelaskan bahwa yang membatalkan puasa adalah seperti makan, minum, bersetubuh, dan merokok. Apabila seseorang yang berpuasa makan atau minum karena benar-benar lupa, maka puasanya sah; karena sesungguhnya dia diberi makan dan minum oleh Allah swt

I'tikaf


I'tikaf artinya diam dalam masjid dengan niat i'tikaf, disunnatkan setiap waktu, meskipun dalam waktu yang makruh untuk melakukan salat. I'tikaf diharamkan bagi wanita kecuali dengan izin suaminya, dan haram bagi budak belian kecuali dengan izin majikannya, meskipun i'tikaf dari wanita dan budak belian tersebut sah hukumnya. Suami berhak untuk menyuruh keluar isterinya dari masjid; demikian pula majikan berhak menyuruh keluar budaknya dari masjid.

Unsur i'tikaf ada empat, yaitu:

1.      Berniat yang dibarengi dengan diam di dalam masjid. Niat yang dibaca sambil berjalan pada waktu sedang masuk ke dalam tidaklah cukup, dan wajib berniat fardlu atau nadzar pada i'tikaf yang dinadzarkan.

2.      Masjid yang dipergunakan i'tikaf haruslah masjid yang murni, artinya tidak sah beri'tikaf di tempat yang namanya masyhur sebagai masjid padahal sebenarnya tempat tersebut bukan masjid. Berbeda halnya dengan salat tahiyyatal masjid, maka boleh di tempat seperti ini.

3.      Berdiam sebentar sekedar yang dapat disebut tinggal di masjid, meskipun tidak dalam keadaan tenang, yaitu dalam waktu yang lebih lama dari pada waktu tumakninah dalam salat. I'tikaf boleh dilakukan dengan mondar-mandir atau lewat tanpa berhenti, asal niatnya dibaca dalam keadaan diam. Jika seseorang bernadzar i'tikaf secara mutlak, maka cukup dilakukan sebentar yang melebihi waktu tumakninah dari ruku' atau lainnya.

4.      Orang yang melakukan i'tikaf. Bagi orang yang melakukan i'tikaf harus beragama Islam, berakal, dan suci dari hadats besar. Bila di tengah-tengah i'tikaf jatuh pingsan atau gila, maka i'tikafnya tidak batal. Sedangkan waktu selama pingsan atau gila tersebut dihitung i'tikaf. I'tikaf terputus karena sengaja murtad atau sengaja mabuk yang berturut-turut.

Haji


Haji adalah menuju Baitullah untuk melakukan ibadah haji atau umrah jika mampu, yaitu mendapatkan bekal dan kendaraan. Perbuatan yang wajib dilakukan ketika berhaji adalah:

1.      Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzul Hijjah atau malam tanggal 10 Dzul Hijjah.

2.      Thawaf bagi orang yang suci, yaitu mengelilingi Ka'bah tujuh kali dalam keadaan yakin telah masuk waktunya, sesudah tengah malam tanggal 10 Dzul Hijjah, dan tidak ada batas akhir waktu thawaf.

3.      Sa'i antara Shofa dan Marwah.

Jihad


Jihad adalah berjuang melawan serangan orang-orang kafir untuk membela agama Islam. Pada zaman permulaan Islam jihad merupakan amal yang paling utama. Rasulullah saw bersabda:

رَأْسُ الاَمْرِ اَلإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهُ اَلصَّلاَةُ وَذَرْوَةُ سَنَامِهِ اَلْجِهَادُ

Pokok dari perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncak ketinggiannya adalah berjuang.

Pengertian dari hadits ini menurut Syeikh Suhaimi adalah bahwa asal dari kepentingan agama adalah mengucapkan dua kalimah syahadat dengan meyakini kebenaran makna yang terkandung di dalamnya. Amal ibadah apapun tidak sah kecuali dengan Islam. Sesuatu yang dapat meninggikan agama adalah salat lima waktu. Sedangkan sesuatu yang paling tinggi nilainya dalam agama Islam adalah mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir guna menegakkan agama Islam. Jihad dalam hadits ini juga dapat diartikan berjuang melawan nafsu dengan jalan mengekangnya dari semua keinginannya dan mencegahnya dari membiarkan nafsu dalam berbagai kelezatan; dan mengharuskan nafsu untuk melakukan segala perintah dan menjauhi semua larangan. Inilah jihad yang paling besar dan lebih utama dari pada berperang melawan serangan orang kafir.

.

Tiada ulasan: