Catatan Popular

Jumaat, 13 September 2013

TOKOH SUFI KLASIK SIRI 3 : SARRI AS SAQATHI DAN SEORANG ANGGOTA ISTANA



Pada suatu hari ketika Saqathi sedang memberikan ceramah. Salah seorang di antara sahabat-sahabat karib khalifah, Ahmad Yazid si juru tulis lewat dengan pakaian kebesaran yang megah diiringi oleh para hamba dan pelayan-pelayannya. ''Tunggulah sebentar, aku hendak mendengarkan kata-katanya'', kata Ahmad Yazid kepada pengiringnya. ''Kita telah mengunjungi berbagai tempat yang membosankan dan yang seharusnya tak perlu kita datangi''. Ahmad Yazid pun masuk dan duduk mendengarkan ceramah Saqathi.

Saqathi berkata: "Di antara delapan belas ribu dunia itu ada yang lebih lama dari pada manusia, dan di antara semua makhluk ciptaan Allah tidak ada yang lebih mengingkari Allah dari pada manusia. Jika ia baik maka ia terlampau baik sehingga malaikat-malaikat sendiri iri kepadanya. Jika ia jahat, maka ia terlampau jahat sehingga syaitan sendiri malu untuk bersahabat dengannya. Alangkah mengherankan, manusia yang sedemikian lemah itu masih mengingkari Allah yang sedemikian perkasanya!''. Kata-kata ini bagaikan anak panah dibidikkan Saqathi kejantung Ahmad.
Ahmad menangis dengan sedihnya sehingga ia tak sadarkan diri. Setelah sadar ia masih menangis, Ahmad bangkit dan pulang ke rumahnya. Malam itu tak sesuatu pun dimakannya dan tak sepatah kata pun yang di ucapkannya.

Keesokan harinya dengan berjalan kaki, ia pun pergi pula ke tempat Saqathi berkhotbah. Ia gelisah dan pipinya pucat. Ketika khotbah selesai ia pun pulang.

Di hari ketiga, ia datang berjalan kaki, ketika ceramah selesai ia menghampiri Saqathi. ''Guru'', ucap Ahmad, kata-katamu telah mencekam hatiku dan membuat hatiku benci terhadap dunia ini. Aku ingin meninggalkan dunia ini dan mengundurkan diri dari pergaulan ramai. Tunjukkanlah kepadaku jalan yang ditempuh para khalifah''.

''Jalan manakah yang engkau inginkan'', tanya Saqathi. "Jalan para sufi atau jalan hukum? Jalan yang ditempuh orang banyak atau jalan yang ditempuh oleh manusia-manusia pilihan?''

"Tunjukkanlah kedua jalan itu kepadaku", pinta Ahmad kepada Saqathi.

Maka berkatalah Saqathi: ''Inilah jalan yang ditempuh orang banyak. Lakukanlah shalat lima kali dalam sehari semalam di belakang seorang Imam, dan keluarkanlah zakat - jika dalam bentuk uang, keluarkanlah setengah dinar dari setiap dua puluh dinar yang engkau miliki.

Dan inilah jalan yang ditempuh oleh manusia-manusia pilihan, berpalinglah dari dunia ini dan janganlah engkau terperosok ke dalam perangkap-perangkapnya. Jika kepadamu hendak diberikan sesuatu, janganlah terima. Demikianlah kedua jalan tersebut''.

Ahmad meninggalkan tempat itu dan mengembara ke padang belantara.

Beberapa hari kemudian seorang perempuan tua yang berambut kusut dengan bekas-bekas luka dipipinya datang menghadap Saqathi dan berkata: ''Wahai imam kaum Muslimin. Aku mempunyai seorang putera yang masih muda dan berwajah tampan. Pada suatu hari ia datang untuk mendengarkan khotbahmu dengan tertawa-tawa dan langkah-langkah yang gagah tetapi kemudian pulang dengan menangis dan meratap-ratap. Sudah beberapa hari ini ia tidak pulang dan aku tidak tahu kemana perginya. Hatiku sedih karena berpisah dari dia. Tolong lakukanlah sesuatu untuk diriku''.

Permohonan wanita tua itu menggugah hati Saqathi. Maka berkatalah ia: ''Janganlah berduka. Ia dalam keadaan baik. Apabila ia kembali, niscaya engkau akan kukabarkan. Ia telah meninggalkan dan berpaling dari dunia ini. Ia telah bertaubat dengan sepenuh hatinya''.

Beberapa lama berlalu. Pada suatu malam, Ahmad kembali kepada Saqathi. Dan Saqathi memerintahkan kepada pelayannya, ''Kabarkanlah kepada ibunya''. Kemudian ia memandang Ahmad. Wajahnya pucat, tubuhnya lemah, dan jangkung kokoh bagaikan pohon cemara itu telah bungkuk. ''Wahai guru yang budiman'', Ahmad berkata kepada Saqathi, ''Karena engkau telah membimbingku ke dalam kedamaian dan telah mengeluarkan aku dari kegelapan, aku berdoa semoga Allah memberikan kedamaian dan menganugerahkan kebahagiaan kepadamu di dunia dan di akhirat''.

Mereka sedang asyik berbincang-bincang ketika ibu dan isteri Ahmad masuk. Mereka juga membawa puteranya yang masih kecil. Ketika si ibu melihat Ahmad yang sudah berubah sekali keadaannya ia pun menubruk dada Ahmad. Di kiri kanannya isterinya yang meratap-ratap dan anaknya yang menangis tersedu-sedu. Semua yang menyaksikan kejadian ini ikut terharu dan Saqathi sendiri pun tidak dapat menahan air matanya. Si anak merebahkan diri ke haribaan ayahnya. Tetapi betapa pun juga mereka membujuk, Ahmad tidak mau pulang ke rumah. ''Wahai Imam kaum Muslimin'', Ahmad berseru kepada Saqathi, ''mengapakah engkau mengabarkan kedatanganku ini kepada mereka? Mereka inilah yang akan meruntuhkan diriku''. Saqathi menjawab: "Ibumu terus menerus bermohon sehingga akhirnya aku berjanji untuk mengabarkan kepadanya apabila engkau datang''.

Ketika Ahmad bersiap-siap hendak kembali ke padang pasir isterinya meratap: ''Belum lagi mati, engkau telah membuatku janda dan puteramu jadi yatim. Jika ia ingin bertemu dengan engkau apakah yang akan kulakukan? Tidak ada jalan lain, bawalah anak ini olehmu''.

"Baiklah", jawab Ahmad. Pakaian indah yang sedang dikenakan anaknya itu dilepaskannya dan digantinya dengan bulu domba. Kemudian ditaruhnya sebuah kantong uang ke tangan anak itu dan berkatalah ia kepada anaknya itu: ''Sekarang, pergilah engkau seorang diri''.

Melihat hal ini si isteri menjerit: ''Aku tidak sampai hati membiarkannya'', dan anak itu ditariknya ke dalam dekapannya.

"Aku memberikan kuasa kepadamu", kata Ahmad kepada isterinya, 'Jika engkau menginginkan, untuk menuntut perceraian, lakukanlah'. Maka kembalilah Ahmad ke padang belantara.

Bertahun-tahun telah berlalu. Kemudian pada suatu malam, pada waktu shalat isya, seseorang mendatangi Saqathi di tempat kediamannya. Orang itu berkata kepada Saqathi: ''Ahmad mengutus aku untuk menjumpai enkau. Ia berpesan: 'Hidupku hampir berakhir. Tolonglah aku''.

saqathi pergi ketempat Ahmad. Ia menemukan Ahmad yang sedang terbaring di atas tanah di dalam sebuah pemakaman. Ia sedang menantikan saat-saat terakhirnya. Lidahnya masih bergerak-gerak. Saqathi mendengar Ahmad sedang membacakan ayat yang berbunyi: ''Untuk yang seperti ini bekerjalah wahai pekerja''. Saqathi mengangkat kepalanya dari atas tanah, mengusapkan dan mendekapkan kedadanya, Ahmad membuka matanya, terlihatlah olehnya sang syekh, dan berkatalah ia: ''Guru, engkau datang tepat pada waktunya. Hidupku akan berakhir sesaat lagi''. Sesaat kemudian ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sambil menangis Saqathi kembali ke kota untuk menyelesaikan urusan-urusan Ahmad. Di dalam perjalanan ini ia menyaksikan orang ramai berbondong-bondong berjalan ke arah luar kota.

''Hendak kemanakah kalian?'' Saqathi bertanya kepada mereka.

''Tidak tahukah engkau?'', jawab mereka. ''Kemarin malam terdengar sebuah seruan dari langit: 'Barangsiapa ingin menshalatkan jenazah sahabat kesayangan Allah, pergilah ke pemakaman di Syuniziyah!'.''

Tiada ulasan: