Catatan Popular

Selasa, 27 November 2012

HAYATI KHOTBAH (11) IMAM ALI A.S



Diucapkan dalam Perang Jamal, ketika Amirul Mukminin menyerahkan panji kepada Muhammad ibn Hanaflah[1]

Gunung-gunung boleh berpindah dari posisinya,[2] tetapi Anda tak boleh berpindah dari posisi Anda. Katupkan gigi-gigi Anda. Pinjamkan kepala Anda kepada Allah. Tancapkan kaki Anda di tanah. Hadapkan mata Anda kepada musuh yang terjauh dan tutuplah mata Anda (pada banyaknya jumlah mereka). Dan teruslah yakin bahwa pertolongan hanyalah dari Allah Yang Mahasuci.



[1] Muhammad ibn Hanafiah adalah pulra Amirul Mukminin, tetapi disebut Ibn Hanafiah menurut nama ibunya, Khaulah binti Ja'far al-Hanafiah menurut sukunya, Bani Hanifah. Ketika penduduk Yamamah dinyatakan murtad, karena menolak membayar zakat, dan dibunuh, kaum wanitanya dibawa ke Madinah, termasuk Khaulah. Ketika sukunya mengelahui, mereka mendckati Amirul Mukminin dan meminta kepadanya untuk menyelamatkan wanita itu dari aib perbudakan dan melindungi kehormatan dan martabat keluarganya. Amirul Mukminin pun membebaskannya setelah membelinya, lalu mengawininya, yang kemudian melahirkan Muhammad.
Kebanyakan sejarawan menulis bahwa nama aslinya Abul Qasim. Penulis Al-Istī'āb (jilid III, h. 1367-1368, 1370-1372) meriwayatkan dari Abu Rasyid ibn Hafizh az-Zuhri bahwa di antara putra-putra sahabat, ia menemukan empat orang yang dinamakan Muhammad dan ber-laqab Abul Qasim, yakni (1) Muhammad ibn Hanafiah, (2) Muhammad ibn Abu Bakar (3) Muhammad ibn Thalhah, dan (4) Muhammad ibn Sa'd. Setelah itu, ia menulis bahwa nama dan laqab (nama gelar) Muhammad ibn Thalhah diberikan oleh Nabi. Al-Waqidi menuis bahwa nama dan laqab Muhammad ibn Abu Bakar disarankan oleh 'A'isyah. Teranglah, tidak benar nampaknya bila Nabi memberikan nama dan gelar Muhammad ibn Thalhah, karena dari beberapa hadis nampak bahwa Nabi telah mencadangkannya untuk putra Amirul Mukminin, dan ia adalah Muhammad ibn Hanafiah.
Mengenai laqab-nya dikatakan bahwa Nabi telah mengkhususkannya, dan bahwa beliau mengatakan kepada Ali bahwa seorang putra akan dilahirkan bagimu setelah saya, dan saya telah memberikan nama dan laqab-nya, dan setelah itu tidak diizinkan bagi siapa pun dari umat saya untuk mendapatkan nama dan luqub ini sekaligus.
Dengan mengingat pandangan ini, betapa mungkin Nabi memberikan nama dan laqab itu juga kepada seseorang lainnya, padahal pengkhususan berarti tiada lainnya yang juga memilikinya. Lagi pula, sebagian orang mencacat bahwa laqab Ibn Thalhah adalah Abu Sulaiman ketimbang Abul Qasim, dan ini selanjutnya mengukuhkan pendapat kami. Seperti itu pula, apabila laqab Muhammad ibn Abu Bakar berdasarkan nama putranya Qasim, yang termasuk di antara ahli Agama di Madinah, maka apa artinya 'A'isyah menyarankannya? Apabila 'A'isyah menyarankannya bersama dengan namanya, bagaimana maka Muhammad ibn Abu Bakar mentolenrnya kemudian, karena ia telah dibesarkan dalam asuhan Amirul Mukminin, dan kata-kata Nabi itu tak mungkin tersembunyi dari dia. Lagi pula, kebanyakan orang telah mcncatat laqab-nya scbagai Abu 'Abdur-Rahman, yang melemahkan pandangan Abu Rasyid.
Misalkan saja laqab orang-orang itu Abul Qasim, bahkan bagi Ibn Hanatiah sekalipun laqub ini tidak terbukti. Walaupun Ibn Khallikan (dalam Wafayāt al-A'yān, IV, h. 170) mengacu anak Amirul Mukminin yang dianugerahi Nabi nama Muhammad ibn Hanat'iah, namun Allamah al-Mamaqani (dalam Tanqih al-Maqal, III, bagian I, h. 112) menulis,
"Dalam menerapkan hadis ini pada Mumammad ibn Hanafiah, Ibn Khalakan telah membuat kerancuan, karena putra Amirul Mukminin yang nama dan laqab-nya sekaligus telah dihadiahkan oleh Nabi, dan yang tidak diizinkan bagi siapa pun selainnya, ialah kepada imam terakhir, dan bukan bagi Muhammad ibn Hanatiah; tidak pula laqab Abul Qasim dimapankan baginya. Tetapi, sebagian orang Sunni, yang tidak mengerti maksud Nabi yang sesungguhnya, telah menganggapnya sebagai memaksudkan Ibn Hanatiah."
Bagaimanapun, Muhammad ibn Hanafiah adalah tokoh yang menonjol dalam kesalehan dan takwa, luhur dalam kezuhudan dan ibadah, tinggi dalam pengetahuan dan prestasi, dan mewarisi keberanian ayahnya. Perilakunya dalam peperangan Jamal dan Shiffin telah menciptakan kesan yang hebat di kalangan orang Arab, sehingga bahkan para prajurit terkemuka gentar mendengar namanya. Amirul Mukminin pun merasa bangga atas keberanian dan keperkasaannya, dan selalu menempatkannya di depan dalam setiap pertarungan. Syeikh al-Baha'i telah menulis dalam Al-Kasykul bahwa Ali ibn Abi Thalib menyertakannya dalam pertempuran-pertempuran dan tak mcngizinkan Hasan dan Husain maju ke depan, dan ia biasa mengatakan, "la putra saya, sedang dua putra ini adalah putra Nabi Allah." Ketika seorang Khariji mengatakan kepada Ibn Hanafiah bahwa Ali mendorongnya ke dalam kancah peperangan tetapi menyelamatkan Hasan dan Husain, ia menjawab bahwa ia sendiri sebagai tangan kanan, sedang Hasan dan Husain scbagai kedua mata Ali, dan bahwa Ali melindungi matanya dengan tangan kanannya. Tetapi, 'Allamah al-Mamaqani mehulis dalam Tanqih al-Maqāl bahwa ini bukan jawaban Ibn Hanafiah, melainkan kata-kata Amirul Mukmmin sendin. Ketika dalam Perang Shiffin Muhammad menyebutkan hal ini kepada Amirul Mukminin dengan nada mengeluh, ia menjawab, "Engkau adalah tangan kananku, sedang mereka adalah mataku, dan tangan harus melindungi mata."
Nampaknya, mula-mula Amirul Mukminin telah memberikan jawaban ini, dan kemudian seseorang mungkin telah menyebutkan sesuatu kepada Muhammad ibn Hanafiah, dan ia mengulangi jawaban ayahnya, karena tak mungkin ada jawaban yang lebih fasih dari ini, dan kefasihannya mengukuhkan pandangan bahwa ucapan itu pada asalnya adalah ucapan dari lidah fasih Amirul Mukminin, kemudian digunakan oleh Muhammad ibn Hanafiah. Alhasil, kedua pandangan ini dapat dianggap benar dan tak ada ketidaksesuaian antara keduanya. Bagaimanapun, Muhammad ibn Hanafiah dilahirkan dalam masa pemerintahan Khalifah yang kedua dan meninggal dalam masa pemerintahan 'Abdul Malik ibn Marwan dalam usia enam puluh lima tahun. Ada perbedaan pendapat tentang tempat meninggalnya; sebagian mengatakan MadTnah, sebagian Ailah dan sebagian lagi Tha'if.
[2] Dalam Pertempuran Jamal, ketika Amirul Mukminin mengutus Muhammad ibn Hanafiah ke medan tempur, ia mengatakan kepadanya bahwa ia harus menetapkan dirinya di hadapan musuh sebagai bukit tekad dan ketegasan, sehingga serangan musuh tidak dapat menggeserkannya, dan harus tnenyerang musuh dengan gigi terkatup, sebagaimana ia katakan di tempat lain pula. Kemudian ia mengatakan, "Anakku, pinjamkanlah kepalamu kepada Allah, supaya Anda dapat mencapai kehidupan yang kekal sebagai ganti kehidupan ini, karena untuk barang yang dipinjamkan ada hak untuk mendapatkannya kembali. Oleh karena itu Anda harus berjuang dengan tidak mempedulikan nyawa Anda; bila tak demikian, apabila pikiran Anda melengket pada nyawa Anda, maka Anda ragu-ragu untuk maju ke pertarungan maut; dan itu akan mengatakan tentang reputasi keberanian Anda. Lihatlah, jangan biarkan langkah Anda goyah, karena musuh akan diberanikan oleh langkah yang goyah; langkah yang goyah menguatkan kaki musuh. Jadikan baris terakhir musuh sebagai tujuan Anda, sehingga musuh takut karena keluhuran niat Anda, dan Anda tidak akan merasa lapang dalam merobek mereka, dan gerakan mereka tidak boleh tersembunyi dari Anda. Lihatlah, jangan pedulikan keunggulan mereka dalam jumlah, supaya keberanian Anda tidak menurun." Kalimat ini dapat pula bcrarti bahwa janganlah Anda membuka mata lebar-lebar sampai disilaukan oleh senjata-senjata yang mengkilat, dan musuh mungkin melakukan scrangan dengan mengambil keuntungan dari keadaan itu. Juga ingatlah sclalu bahwa kemenangan adalah dari Allah. "Apabila Allah menolong maka tiada seorang pun dapat mengalahkan Anda." Dari itu, ketimbang mengandalkan sarana material, carilah dukungan dan bantuan-Nya."

Jiku Allah menolong kamu, maka tak ada orang vang dapat mengalahkanmu.... (QS. 3:160)

Tiada ulasan: