Catatan Popular

Jumaat, 23 November 2012

AL KHAWATIR (BISIKAN) : KUNCI KE ALAM SUFI

Al-khawatir (bisikan) adalah informasi atau inspirasi yang mendatangi hati sanubari. Terkadang kedatangannya melalui malaikat, setan, bisikan-bisikan nafsu atau langsung dari Allah.

Jika dari malaikat, maka dinamakan ilham; jika dari nafsu, maka dinamakan angan-angan atau kecemasan; jika dari setan, maka dinamakan was-was; dan jika dari Allah, maka dinamakan inspirasi yang paling benar (haq atau hakikat).

Semua bisikan tersebut melalui formula kalam. Jika seumpama bisikan itu datang dari malaikat, maka pasti diketahui bahwa kebenarannya sesuai dengan ilmu. Karena itu, para sufi mengatakan, “Setiap bisikan (inspirasi) yang zhahirnya tidak menyaksikan (membuktikan kebenarannya), maka hakikatnya batal. Jika kehadirannya dari setan, kebanyakan mengajak pada kemaksiatan. Jika datang dari nafsu, kebanyakan mengajak pada bujukan hawa nafsu atau rasa takabur.”

Para guru sufi sepakat mengatakan bahwa seseorang yang makanannya dari barang haram, dia tidak bisa membedakan antara ilham dan was-was.

Saya pernah dengar Tuan Guru Abu Ali Ad-Daqaq menasi­hatkan, “seseorang yang makanannya diketahui (haram), dia tidak bisa membedakan antara was-was. Jika seseorang angan-angan nafsunya reda dengan kebenaran mujahadah (memeranginya), maka penjelasan hati akan bicara dengan hukum pengekangan (hawa nafsu).”

Para guru sufi juga menyimpulkan bahwa nafsu tidak bisa membenarkan dan hati tidak bisa berbohong. Seandainya nafsu berjuang sungguh-sungguh untuk membisiki ruhmu, pasti dia tidak akan bisa.

Imam Al-Junaid membedakan antara bisikan nafsu dan bisik­an setan. Bisikan nafsu jika menuntutmu dengan suatu tuntutan, maka kamu binasa. Dia selalu mengulang-ulang bisikannya seca­ra terus-menerus sampai bertemu kehendaknya dan berhasil tu­juannya. Ya Allah, tidak ada cara untuk mengatasi kecuali terus­ menerus bermujahadah dengan baik. Adapun setan, ketika mengajakmu pada tindak kejahatan, lalu kamu menentangnya dengan cara meninggalkan bisikannya, maka dia akan membi­sikimu dengan bisikan (kejahatan) lain. Karena, bagi setan semua perlawanan adalah sama. Dia sepanjang hidupnya hanya ingin menjadi penyeru kejelekan. Tidak sedikit pun ada niatan untuk memperingan godaan, siapa pun orang yang digoda. Dikatakan bahwa bisikan dari malaikat terkadang pemiliknya merealisasikan (tentunya juga menyepakati kebenarannya), terkadang pula menentangnya. Jika bisikan dari Allah, maka pasti tidak ada pe­nentangan dari hamba.

Para guru sufi membahas bisikan yang kedua dengan mem­pertanyakan, “Jika bisikan dari Al-Haqq, apakah keberadaannya lebih kuat daripada yang pertama?”
“Bisikan yang pertama lebih kuat,” jawab Al-Junaid, “karena jika tetap, pemiliknya pasti kembali pada perenungan, dan ini jelas membutuhkan syarat i1mu. Maka dari itu, meninggalkan yang pertama akan memperlemah yang kedua.”

Akan tetapi, Ibnu Atha’ mengatakan, “Yang kedua lebih kuat karena kekuatannya bertambah dengan yang pertama.”

Oleh Abu Abdullah bin Khafif, dua pendapat ini ditengahi. “Keduanya sama,” katanya, “karena sama-sama datang dari Al­Haqq. Tidak ada keistimewaan bagi yang satu atas yang lainnya. Yang pertama tidak akan menetap dalam keberadaan kehadiran yang kedua karena bekas-bekas atau pengaruh-pengaruh tidak diperbolehkan dalam al-baqa’ (tetap atau stabil).”

Tiada ulasan: