(BAB I KISAH-KISAH KETABAHAN)
Selama
sembilan tahun sejak kerasulannya, Nabi Muhammad saw. telah berusaha
menyampaikan ajaran Islam dan membawa hidayah untuk memperbaiki kaumnya di
Makkah, namun sangat sedikit yang menerima aj akan beliau, kecuali mereka yang
sejak awal telah masuk Islam. Selain mereka, ada yang belum masuk Islam, tetapi
siap membantu Rasulullah saw.. Dan sebagian besar kafirin Makkah selalu
menyakiti beliau dan para sahabatnya. Abu Thalib termasuk orang yang belum
memeluk Islam, namun hatinya sangat mencintai Rasulullah saw., ia akan
melakukan apapun yang dapat menolong Nabi saw..
Pada tahun
kesepuluh kenabian, ketika Abu Thalib meninggal dunia, kaum kuffar bertambah
kesempatan untuk mencegah perkembangan Islam, dan menyakiti kaum muslimin.
Atas hal
ini, Rasulullah saw. pergi ke Thaif. Di sana ada suatu kabilah bernama Tsaqif,
yang sangat banyak anggotanya. Beliau saw. berpendapat, jika mereka memeluk
Islam, maka kaum muslimin akan terbebas dari siksaan kaum kafirin, dan akan
menjadikan kota itu sebagai pusat penyebaran Islam. Setibanya di Thaif, Nabi
saw. langsung menemui tiga orang pemuka masyarakat dan berbicara dengan mereka,
mengajaknya kepada Islam, juga mengajak mereka untuk ikut membantu penyebaran
agama ini. Namun, mereka bukan saja menolak, adat bangsa Arab yang terkenal
dengan penghormatan terhadap tamu pun tidak mereka lakukan.
Mereka
menerima beliau dengan perilaku yang sangat buruk. Mereka menunjukkan rasa
tidak suka dengan kedatangan Nabi saw.
Pada mulanya
beliau berharap kedatangannya kepada tokoh masyarakat itu, akan disambut baik
dan sopan. Tetapi sebaliknya, seseorang dari mereka ada yang berkata, “Oh,
kamukah yang dipilih oleh Allah sebagai Nabi-Nya?” Yang lainnya berkata,
“Apakah tidak ada orang selainmu yang lebih pantas dipilih oleh Allah sebagai
Nabi?” Yang ketiganya berkata, “Saya tidak mau berbicara denganmu, karena jika
kamu memang benar seorang Nabi seperti yang kamu akui, dan kemudian aku
menolakmu, tentu akan mendatangkan bencana. Dan jika kamu berbohong, maka tiada
gunanya berbicara denganmu. ”
Setelah
menemui mereka yang sulit diharapkan itu, Nabi saw. pun berharap agar dapat
berbicara dengan selain mereka. Inilah sifat Nabi saw. yang selalu
bersungguh-sungguh, teguh pendirian, dan tidak mudah putus asa. Ternyata, tidak
satu pun diantara mereka yang mau menerimanya. Bahkan mereka membentak
Rasulullah saw., “Keluarlah kamu dari kampung ini! Pergilah kemana saja yang
kamu suka!”
Ketika Nabi
saw. sudah tidak dapat mengharapkan mereka, dan bersiap-siap akan meninggalkan
mereka, mereka telah menyuruh para pemuda kota agar mengikuti Nabi saw., lalu
mengganggu, mencaci, serta melempari beliau dengan batu, sehingga sandal beliau
penuh dengan darah. Dalam keadaan seperti inilah Rasulullah saw. meninggalkan
Thaif. Ketika pulang, Rasulullah saw. menjumpai suatu tempat yang dianggap aman
dari kejahatan mereka. Beliau saw. berdoa kepada Allah swt.
“Ya Allah,
aku mengadukan kepada-Mu kelemahan kekuatanku, dan sedikitnya daya
upayakupadapandangan manusia. WahaiyangMaha Rahim darisekalian rahimin, Engkaulah
Tuhannya orang-orangyang merasa lemah, dan Engkaulah Tuhanku, kepada siapakah
Engkau serahkan diriku. Kepada musuh yang akan menguasaiku, atau kepada
keluargaku yang Engkau berikan segala urusanku, tiada suatu keberatan asalkan
tetap dalam ridha-Mu. Afiat-Mu lebih berharga bagiku. Aku berlindung kepada-Mu
dengan nur wajah-Mu, yang menyinari segala kegelapan, dan yang membaguskan
urusan dunia dan akherat, Dari turunnya murka-Mu atasku atau turunnya adzab-Mu
atasku. Kepada Engkaulah kuadukan keadaanku, hingga Engkau ridha. Tiada daya
dan upaya melainkan dengan-Mu.”
Demikian
sedih doa Nabi saw., sehingga Jibril as. datang, memberi salam kepada beliau
dan berkata, “Allah swt. telah mendengar perbincanganmu dengan kaummu, dan
Allah pun mendengar jawaban mereka, dan Dia telah mengutus kepadamu malaikat
penjaga gunung agar siap melaksanakan apapun perintahmu kepadanya.” Malaikat
itu pun datang, dan memberi salam kepada Nabi saw., seraya berkata, “Apapun
yang engkau perintahkan, akan kulaksanakan. Bila engkau suka, akan kubenturkan
kedua gunung di samping kota ini, sehingga siapapun yang tinggal diantara
keduanya akan mati terhimpit. Jika tidak, apapun hukuman yang engkau inginkan,
aku siap melaksanakannya.” Rasulullah saw. yang bersifat kasih dan mulia ini menjawab,
“Saya hanya berharap kepada Allah swt., andaikan pada saat ini, mereka tidak
menerima Islam, mudah-mudahan keturunan mereka kelak akan menjadi orang-orang
yang beribadah kepada Allah.”
Faedah :
Demikianlah
akhlak seorang Nabi yang mulia. Kita mengaku bahwa diri kita adalah
pengikutnya, namun ketika kita ditimpa sedikit kesulitan, kita akan mencela,
bahkan menuntut balas. Kezhaliman dibalas dengan kezhaliman, sambil terus
mengaku bahwa kita adalah umat Nabi saw.. Padahal dengan pengakuan itu, seharusnya
segala tingkah laku kita mengikuti beliau. Nabi saw. pun, jika mendapat
kesulitan dari orang lain, beliau tidak pernah mendoakan keburukan, juga tidak
pernah ingin menuntut balas.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan