(BAB I KISAH-KISAH KETABAHAN)
Pada tahun
keenam Hijrah, Nabi saw. ingin menunaikan ibadah umrah dan berziarah ke Mekkah.
Berita ini telah diketahui oleh orang-orang kafir di Mekkah. Dengan berita itu,
mereka merasa terhina, sehingga berencana untuk menghalangi perjalanan Nabi
saw. di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah. Ketika itu, Nabi saw. dan para
sahabatnya berjumlah kurang lebih 1.400 orang, yang telah siap mengorbankan
jiwa raga mereka untuk berperang di jalan Allah swt.. Tetapi, demi kebaikan
penduduk Mekkah, Nabi saw. tidak menginginkan peperangan. Beliau berusaha
mengadakan perjanjian dengan mereka. Bahkan, Nabi saw. menyatakan siap menerima
syarat apapun yang akan diajukan kaum kuffar. Sebenarnya, para sahabat ra.
merasa sangat tertekan dengan perjanjian ini. Tetapi mereka tidak dapat berbuat
apapun atas keputusan Nabi saw., karena mereka telah menyerahkan jiwa raga
mereka untuk mentaati Nabi saw.. Sehingga seorang pemberani seperti Umar ra.,
pun merasa tertekan dengan perjanjian ini.
Salah satu
isi keputusan perjanjian Hudaibiyah ialah: Orang-orang kafir yang telah masuk
Islam dan berhijrah, hendaknya dikembalikan ke Mekah. Sedangkan, orang Islam
yang murtad dari Islam, tidak boleh dikembalikan ke kaum muslimin.
Seorang
sahabat bernama Abu Jandal ra., yang telah ditahan kaum kafir karena
keislamannya dan telah disiksa dan dirantai karena ke-Islamannya. Ketika ia
mendengar ada rombongan kaum muslimin datang ke Mekkah, maka ia melarikan diri,
dengan harapan bila ia bergabung dengan kaum muslimin, maka ia dapat bebas dari
musibah dirinya. Bapaknya, yaitu Suhail, yang ketika itu belum masuk Islam (ia
masuk Islam pada Fatah Mekkah. Dan ia adalah wakil orang kafir dalam perjanjian
Hudaibiyah) menampar anaknya, dan memaksanya kembali ke Mekkah. Sabda Nabi
saw., “Perjanjian Hudaibiyah belum diputuskan, maka tidak ada peraturan yang
berlaku di sini.” Tapi ia terus memaksa, lalu sabda Nabi saw., “Saya minta agar
ada satu orang yang diserahkan kepadaku.” Tetapi, mereka tetap menolak
pertukaran itu. Abu Jandal ra. berkata kepada kaum muslimin, “Saya datang untuk
Islam, banyak penderitaan yang saya alami, namun sekarang saya akan
dikembalikan.” Hanya Allahlah yang mengetahui bagaimana kesedihan para sahabat
ra. ketika itu. Atas nasehat Nabi saw., Abu Jandal ra. bersedia kembali ke
Mekkah. Nabi saw. berusaha menghibur hatinya, dan menyuruhnya agar tetap
bersabar. Nabi saw. bersabda, “Dalam waktu dekat, Allah swt. akan membukakan
jalan untukmu.”
Setelah
sempurna perjanjian Hudaibiyah, ada seorang sahabat, yaitu Abu Bashir ra.,
setelah masuk Islam, ia melarikan diri ke Madinah. Kaum kuffar mengutus dua
orang untuk membawanya kembali ke Mekkah. Dan sesuai dengan perjanjian, Nabi
saw. mengembalikan Abu Bashir ra. kepada mereka. Abu Bashir ra. berkata, “Ya
Rasulullah, saya datang setelah muslim, dan engkau mengembalikan saya kepada
kaum kuffar.” Nabi saw. menasehatinya agar bersabar, lalu bersabda, “Insya
Allah, sebentar lagi Allah akan tempat ini dalam keadaan bagaimana pun, karena
musuh dapat menyerang dari arah belakang.” Pada permulaan perang, kaum muslimin
telah memperoleh kemenangan, dan kaum kafir melarikan diri. Melihat kemenangan
ini, orang-orang yang telah ditunjuk oleh Nabi saw. itu, segera meninggalkan
tempat tugas mereka. Mereka menyangka k’aum muslimin telah menang, dan
peperangan telah usai, karena orang-orang kafir telah melarikan diri. Akhirnya,
mereka berebut mendapatkan rampasan perang. Pimpinan pasukan itu sebenarnya telah
melarang dan mengingatkan agar tidak meninggalkan bukit, ia berkata, “Kalian
jangan tinggalkan tempat ini, Rasulullah saw. telah melarangnya.” Tetapi mereka
menduga bahwa perintah Nabi saw. itu hanya berlaku ketika perang saja. Mereka
turun ke tempat perang, meninggalkan bukit. Pada saat itulah, pasukan kafir
yang sedang melarikan diri melihat bahwa tempat yang seharusnya dijaga oleh
kaum muslimin telah kosong, maka mereka segera kembali, dan menyerang kaum
muslimin dari arah belakang.
Hal ini sama
sekali tidak disangka oleh kaum muslimin, sehingga mereka kalah dan terjepit
dalam kepungan kaum kafir. Keadaan menjadi kacau. Anas ra. melihat sahabat,
Sa’ad bin Mu’adz ra. sedang berjalan. Kata Anas ra., “Hai Sa’ad, mau kemana
engkau? Sungguh demi Allah, saya mencium harumnya surga datang dari arah Uhud.”
Setelah berkata demikian, beliau mengacungkan pedang di tangannya, dan menyerbu
kaum kafir dan bertekad, jika belum syahid, ia tidak akan berhenti berperang.
Sehingga ia syahid di medan Uhud. Ketika tubuhnya diperiksa, tubuhnya begitu
rusak. Kurang lebih 80 luka akibat tebasan pedang dan panah di tubuhnya. Hanya
saudari wanitanya saja yang dapat mengenalinya melalui jari-jari tangannya.
Faedah:
Orang yang
ikhlas dan bersungguh-sungguh menunaikan perintah Allah swt., ketika di dunia
pun Allah memberinya kesempatan untuk merasakan nikmat surga. Inilah kisah Anas
bin Nadhar ra. yang telah mencium harumnya surga ketika masih hidup di dunia.
Saya pun mendengar langsung dari khadim khusus Maulana Abdurrahim Raipuri
rah.a., bahwa beliau sering berkata, “Bau harum surga sedang berhembus….” Kisah
beliau telah ditulis dalam kitab Fadhilah Ramadhan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan