(BAB I KISAH-KISAH KETABAHAN)
Ketika
penyiksaan kaum kafir teifaadap kaum muslimin dan Nabi saw. tidak semakin
berkurang bahkan semakin bertambah, Nabi saw.
mulai
mengijinkan para sahabat untuk berhijrah ke tempat lain. Banyak diantara
sahabat yang berhijrah ke Habasyah. Meskipun Raja Habasyah adalah seorang Nasrani,
dan sampai saat itu belum memeluk Islam, namun ia terkenal dengan kelembutan
hatinya juga keadilannya.
Pada tahun
kelima kenabian, dalarn bulan Rajab, diberangkatkan jamaah pertama ke negeri
Habasyah sebanyak sebelas atau dua belas orang laki-laki dan empat atau lima
orang wanita. Para kafirin Mekkah berusaha menghalangi kepergian mereka.
Setibanya di negeri Habasyah, kaum muslimin mendapat kabar bahwa seluruh
penduduk Mekkah telah masuk Islam, dan Islam mendapat kemenangan. Mereka
demikian senang atas berita tersebut, sehingga mereka memutuskan untuk kembali
ke kampung halaman mereka. Tetapi, ketika hampir memasuki Mekkah, mereka baru
mengetahui bahwa kabar tersebut tidak benar. Bahkan, bukannya lebih baik,
tetapi semakin bertambah memusuhi, dan menyakiti kaum muslimin. Sebagian kaum
muslimin ada yang kembali, dan ada yang terus memasuki Mekkah dengan jaminan
seseorang. Peristiwa ini disebut hijrah ke Habasyah yang pertama.
Setelah
peristiwa itu, ada rombongan sahabat yang lebih banyak jumlahnya, yaitu 83
orang lelaki dan 18 wanita hijrah ke Habasyah. Perjalanan ini disebut hijrah ke
Habasyah yang kedua. Sebagian sahabat ada yang mengikuti kedua hijrah ini dan
ada yang mengikuti satusaja.
Ketika kaum
kafirin mengetahui bahwa kaum muslimin telah hidup tenang di Habasyah, maka
mereka bertambah marah. Mereka mengirim satu rombongan ke Habasyah untuk
menemui raja Najasyi sambil membawa banyak hadiah. Mereka juga membawa banyak
hadiah untuk kalangan penting istana serta untuk para pendeta di sana. Setibanya
di Habasyah, pertama kali mereka menjumpai para pembesar kerajaan dan para
pendeta kristen. Setelah menyuap mereka dengan hadiah, maka dengan perlindungan
mereka, utusan kafirin itu dapat berjumpa dengan Raja Najasyi. Mereka langsung
bersujud di hadapan Raja, dan menyerahkan berbagai hadiah kepada beliau. Lalu,
mereka mengemukakan maksud mereka dengan diperkuat oleh para pembesar kerajaan
yang telah disuap itu. Mereka berkata, “Wahai raja, ada sebagian kecil kaum
kami yang bodoh telah meninggalkan agama. nenek moyang mereka dan masuk ke
dalarn agama baru, yang kami pun tidak mengenalnya. Begitu juga denganmu.
Mereka telah datang dan tinggal di negerimu. Tokoh-tokoh Mekkah yang mulia dan
orang tua mereka, serta keluarga mereka, telah mengutus kami untuk membawa
mereka pulang. Kami memohon kepadamu untuk menyerahkan mereka kepada kami.”
Jawab Najasyi, “Kami tidak dapat menyerahkan orang yang telah meminta
perlindungan kepada kami, tanpa memeriksa lebih dahulu masalah mereka. Akan
kupanggil mereka dan kutanyai mereka. Jika ceritamu benar, maka akan
kukembalikan mereka kepadamu.” Kaum muslimin pun dipanggil oleh Naj asy i untuk
menghadap kepadanya.
Pada mulanya
kaum muslimin sangat khawatir apa yang harus mereka lakukan. Tetapi, Allah
dengan segala karunia-Nya, telah menolong dan membantu mereka, sehingga mereka
dapat memenuhi panggilan raja dan dapat berbicara dengan lancar dan tenang.
Mereka memulai perjumpaannya dengan raja dengan ucapan salam. Seseorang menegur
mereka, “Kalian tidak beradab kepada raja dengan tidak bersujud di hadapannya!”
Jawab mereka, “Kami telah dilarang oleh Nabi kami untuk bersujud kepada selain
Allah.” Lalu, raja meminta mereka untuk menjelaskan keadaan mereka yang
sebenarnya.
Ja’far ra.,
mewakili yang lainnya maju ke depan dan berkata, “Dahulu kami berada dalam
keadaan jahiliyah, kami tidak mengenal Allah, juga tidak mengenal Rasul-Nya.
Dulu kami menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat jahat, dan memutuskan
kekeluargaan, yang kuat diantara kami menindas yang lemah. Demikianlah keadaan kami
dahulu. Ketika kami dalam keadaan seperti itu, Allah mengutus Rasul-Nya, yang
keturunannya, kejujurannya, sifat amanahnya, kesucian hidupnya, sangat kami
kenal. Beliau mengajak kami untuk menyembah Allah yang Esa yang tiada sekutu
bagi-Nya, dan melarang kami dari menyebah berhala. Beliau menyuruh kami untuk
berbuat baik, dan melarang kami dari perbuatan jahat. Beliau menyuruh kami
berkata jujur, bersifat amanat dan menjaga silaturrahmi. Juga menyuruh agar
berbuat baik terhadap tetangga, mengerjakan shalat, berpuasa dan bersedekah.
Beliau mengajar kami dengan akhlak yang terpuji, melarang kami dari zina,
dusta, memakan harta anak yatim, mencaci orang lain, dan perbuatan-perbuatan
buruk lainnya. Beliau mengajarkan kami Al-Quran yang mulia, dan kami beriman
atasnya, serta mengamalkan segala firman-Nya. Atas hal ini, kerabat kami telah
memusuhi kami dan menyiksa kami dengan berbagai penyiksaan. Kami adalah
orang-orang yang tertindas, dan Nabi kami telah menyuruh kami untuk hijrah
memohon perlindungan di negerimu ini.”
Raja Najasyi
bertanya lagi, “Sekarang, coba perdengarkanlah kepadaku Al-Quran yang telah
dibawa oleh Nabimu itu.” Maka Ja’far ra. membacakan sebagian ayat di permulaan
swat Maryam. Bacaannya tersebut membuat raja dan para pendeta serta hadirin lainnya
menangis, sehingga janggut-janggut mereka basah kuyup oleh air mata. Setelah
itu, Raja berkata, “Demi Tuhan, ayat-ayat ini sama dengan ayat-ayat yang telah
diturunkan kepada Musa, yang bersumber dari Nur yang sama.” Kemudian dengan
tegas Raja Najasyi menolak permintaan kaum kafir Qurasy itu, “Saya tidak dapat
memenuhi permintaan kalian!” Para utusan itu merasa khawatir dan merasa
terhina, sehingga mereka berembuk kembali. Salah seorang dari mereka berkata,
“Besok saya akan mengatur sesuatu, sehingga raja akan mengusir mereka.” Tetapi,
teman-temannya tidak menyetujui usulannya. Teman-temannya berkata, “Walaupun
mereka telah menjadi muslim, mereka tetap kaum kerabat kita.” Namun temannya
itu tidak mau menurutinya.
Pada hari
kedua, mereka kembali menemui raja, dan berkata, “Orang-orang Islam itu tidak
menerima Nabi Isa as., juga tidak mengakui bahwa Nabi Isa as. adalah anak
Allah.” Maka raja memanggil kembali kaum muslimin. Sahabat ra. bercerita, “Pada
hari kedua, kami dipanggil lagi, dan hal itu membuat kami bertambah cemas.
Walaupun demikian, kami tetap menghadap raja. Raja bertanya, “Bagaimana menurut
kalian tentang Isa as.?” Kami menjawab, “Kami katakan seperti apa yang
diturunkan kepada Nabi kami mengenainya. Bahwa Isa adalah Hamba Allah, Nabi
Allah, dan Ruh-Nya. Kami percaya atas kalimah yang diturunkan kepadanya, yang
Allah turunkan melalui Maryam yang suci.” Najasyi berkata, “Demikianlah
pengakuan Isa as. tentang dirinya sendiri, tiada yang berbeda.” Para pendeta
ketika itu saling berbisik dan gaduh atas jawaban raja. Raja berkata kepada
mereka, “Apa yang kalian kehendaki katakanlah!” Kemudian, Raja Najasyi
mengembalikan semua hadiah-hadiah yang sudah diberikan kepadanya, lalu berkata
kepada kaum muslimin, “Tinggallah kalian di sini dengan aman, orang-orang yang
menyakiti kalian akan menerima hukuman yang berat.” Kemudian beliau
mengumumkan: “Barangsiapa menyakiti kaum muslimin, maka akan dihukum berat.
Karena itulah, kaum muslimin di negeri itu sangat dimuliakan dan dilayani
dengan baik.” (Khamis)
Orang-orang
musyrik itu kembali ke Mekkah dengan penuh malu dan kesal. Kaum kuffar di
Mekkah pun bertambah marah dan memperlihatkan kemarahan mereka atas hal ini.
Bersamaan dengan itu, Umar ra. memeluk Islam, sehingga menambah kekesalan
mereka terhadap kaum muslimin. Mereka setiap saat berpikir, bagaimana caranya
agar orang-orang tidak dapat bertemu dengan kaum muslimin, dan bagaimana
caranya menghancurkan Islam. Untuk itu, para tokoh kafir Mekkah segera
mengadakan perundingan besar untuk membunuh Muhammad saw. Membunuh Muhammad
saw. bukanlah mudah, karena Bani Hasyim adalah kaum yang sangat besar
jumlahnya. Mereka termasuk kaum yang terhormat di Mekkah. Walaupun sebagian
besar belum masuk Islam, tetapi mereka tidak akan tinggal diam jika Nabi
Muhammad saw. dibunuh.
Akhirnya, di
pertemuan itu diputuskan suatu ketentuan agar memboikot Banu Hasyim dan Banu
Muraallib. Orang-orang dilarang bertemu dengan anggota Banu Hasyim dan Banu
Muthallib, ataupun sebaliknya. Juga tidak diperbolehkan jual beli, berbicara
dengan mereka, bahkan tidak boleh berkunjung ke rumah-rumah mereka. Ketentuan
ini akan terus berlaku, selama mereka tidak menyerahkan Muhammad saw. untuk
dibunuh. Keputusan tersebut tidak cukup dengan kata-kata saja, mereka membuat
perjanjian tertulis pada tanggal satu Muharram tahun ketujuh kenabian. Dan
kertas perjanjian itu digantungkan di Baitullah, agar semua orang dapat
menghormatinya dan dapat menunaikan isi perjanjian tersebut. Akibat perjanjian
itu, keluarga Banu Hasyim dan Banu Muthallib terkepung diantara dua buah gunung
yang menghimpit. Tiada seorang pun yang dapat menemui mereka, dan mereka pun
tidak dapat menemui siapapun. Mereka tidak dapat membeli sesuatu dari orang
Mekkah dan tiada pedagang pun dari luar yang dapat datang ke tempat mereka.
Jika ada seseorang dari mereka yang keluar dari daerah tersebut, maka orang itu
akan disiksa. Jika ada yang memerlukan sesuatu dari orang lain, maka jawabannya
telah jelas, bahwa barang-barang yang biasa pun sulit didapatkan. Mereka
menjalani kehidupan dengan kelaparan ~dan penderitaan. Sehingga kaum wanita pun
sudah tidak memiliki air susu lagi untuk disusukan kepada bayinya, dan
anak-anak mereka menangis menjerit-jerit kelaparan. Anak-anak itu lebih merasa
lapar dari-pada kelaparan yang diderita oleh ibu-ibu dan orang tua mereka.
Setelah tiga
tahun berlalu, dengan kemurahan Allah, kertas perjanjian itu hancur dimakan
rayap. Dengan ini, penderitaan Banu Hasyim dan keluarganya pun berakhir. Tiga
tahun mereka diboikot dan ditutup jalur perhubungan serta perdagangannya, dan
selama itulah mereka mengalami penderitaan yang sangat berat. Namun, walau
demikian berat penderitaan para sahabat ra., mereka tetap berpegang teguh atas
agama ini, bahkan terus menyebarkannya.
Faedah :
Penderitaan
dan kesusahan *yang demikian berat telah dijalani para sahabat ra.. Sekarang,
kita hanya menyandang nama serta mengaku sebagai pengikut mereka. Namun, kita
baru memahami bahwa kemajuan kita, dibandingkan dengan keunggulan para sahabat
ra., hanyalah seperti melihat mimpi. Yang jelas, kita perlu merenungkan;
bagaimana para sahabat ra. dapat berkorban begitu tinggi untuk agama ini?
Sedangkan kita? Apa yang telah kita lakukan untuk agama dan untuk kebangkitan
Islam? Sesungguhnya, keberhasilan itu senantiasa diperoleh melahii kesungguhan
dan usaha.
Kita
menginginkan suatu kehidupan yang damai, sedangkan orang-orang kafir semakin
giat merusak agama dan dunia kita. Kemajuan Islam tergantung pada diri kita.
Lalu, bagaimanakah kita membuktikannya? Sebuah syairberbunyi,
Aku khawatir
tak dapat mencapai Ka ‘bah karenajalanyang kutempuh jalan lain yang menuju
Turkistan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan