VERSI PONDOK PASENTREN
PADAMNYA NUR MATA HATI MU
Menurut Kalam Hikmah ke 23 , Imam Ibnu Athaillah Askandary
"Usaha kamu pada perkara yang sudah dijamin Allah dan lalai kamu akan tugas yang diwajibkan padamu adalah sebagai pertanda akan padamnya mata hatimu"
Ertinya : 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
57. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
58. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh
Dan surat Thaha ayat 132
Ertinya :
13. Orang-orang kafir Berkata kepada rasul-rasul mereka: "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami". Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: "Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu,
14. Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".
Ertinya Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
14. Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".
Dan juga lihatlah orang-orang setelah mereka yang juga menjalankan tugas-tugas yang telah dibebankan oleh Allah seperti Nuruddin zinki, Shalahuddin Al-Ayyubi, Usman Arthagrul (pendiri khilafah Umayyah), Muhammad Al-Fatih (penakluk Al-Qustantiniyyah) dan Abdul Al-Rahman Al-Dakhil (pendiri daulah Umayyah di Eropa).
PADAMNYA NUR MATA HATI MU
Menurut Kalam Hikmah ke 23 , Imam Ibnu Athaillah Askandary
"Usaha kamu pada perkara yang sudah dijamin Allah dan lalai kamu akan tugas yang diwajibkan padamu adalah sebagai pertanda akan padamnya mata hatimu"
1.
Penjelasan
Etika yang tidak kalah penting bagi seorang mukmin adalah yakin akan janji
Allah. Seorang yang patuh kepada Allah harus melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang telah dibebankan kepadanya. Jika kewajiban tersebut telah dilaksanakan
dengan baik dan benar, maka Allah akan memenuhi janjinya, yaitu mensejahterakan
kehidupan dan menjadikan masyarakat disekelilingnya patuh demi kebaikan mukmin tadi.
Hal tersebut tidak lain karena Allah telah memerintahkan kita, dan di sisi lain
Allah juga telah berjanji akan menanggung kehidupan kita. Oleh karena itu, yang
harus kita laksanakan adalah mencurahkan segala kemampuan dan pikiran untuk
melakukan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan Allah. Kita juga harus
yakin akan tanggungan Allah yang telah dijanjikan kepada kita, sehingga kita
tidak perlu pusing untuk memikirkan diri kita sendiri.
Sebagai
manusia kita harus tahu bahwa semua makhluk baik hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun
benda mati pasti diberi kewajiban oleh Allah SWT. Coba kita amati
makhluk-makhluk kecil yang tidak bisa tampak kecuali dengan pembesar
(mikroskop). Kemudian makhluk yang lebih besar dan lebih besar lagi sampai
planet dan bintang-bintang dengan berbagai jenisnya, burung-burung serta ikan
yang ada di laut. Maka kita akan menemukan bahwa semua makhluk tersebut
melaksanakan kewajiban atau rutinitas yang telah di tetapkan Allah. Semuanya
tidak ada yang melanggar atau keluar dari jalur hukum Allah. Hal ini
sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Nur ayat 41:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ
اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ
كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ.
Ertinya :.
Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit
dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. masing-masing
Telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha mengetahui apa
yang mereka kerjakan.
Manusia bukanlah makhluk yang baru, namun manusia
sangat berbeda dengan makhluk yang lain karena manusia diberi petunjuk pada
sesuatu yang penting. Kalau makhluk lain melaksanakan kewajibannya dengan
paksaan dan tabiat (insting), maka manusia diciptakan oleh Allah memiliki
kemauan dan keinginan (ikhtiar). Oleh
karena itu, manusia melaksanakan kewajibannya dengan ikhtiar tersebut bukan
dengan paksaan pada dirinya. Hal ini tidak lain untuk memuliakan dan mensucikan
manusia agar tidak disamakan seperti hewan dan makhluk lainnya yang hanya
berdasar pada insting belaka.
Hal di
atas lah yang menjadikan sebagian besar manusia durhaka, bahkan menyimpang dari
kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan. Sementara itu, makhluk-makhluk lain
dengan berbagai jenisnya selalu patuh dan melaksanakan kewajiban serta tugas
yang diciptakan untuknya. Ini karena manusia melakukan kewajiban atau
rutinitasnya dengan hurriyyah (kemerdekaan, kemandirian) dan kesenangannya.
Jadi penyimpangan dan kepatuhan pasti bisa timbul pada diri manusia. Adapun
makhluk lain, dalam melaksanakan kewajibannya, sebagaimana pada benda-benda
mati dan tumbuh-tumbuhan maka dengan menggunakan tabiat / insting seperti
halnya pada binatang-binatang. Jadi penyelewengan akan tertutup dan tidak akan
timbul. Ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 18 :
.
Ertinya :Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah
bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung,
pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia?
dan banyak di antara manusia yang Telah ditetapkan azab atasnya. dan
barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya.
Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki.
Dalam
ayat di atas sudah sangat jelas bahwa yang dimaksud sujud adalah patuh pada
kewajiban atau tugas yang dibebankan Allah pada makhluk. Coba kita lihat dalam
ayat tersebut bahwa Allah mengumumkan kepatuhan semua makhluk yang disebut,
pada perintah-perintah yang telah dibebankan-Nya. Lalu ketika sampai pada
manusia, maka Allah menjelaskan bahwa pada manusia itu ada yang patuh dan ada
yang durhaka. Oleh karena itu, Allah mengatakan (menyambung) dengan lafadz كثير من الناس (sebagian banyak manusia), bukan dengan
lafadz كل الناس (semua manusia), lebih-lebih setelah itu Allah
menjelaskan bahwa yang paling banyak adalah manusia yang durhaka sehingga
mereka akan mendapatkan siksa-Nya.
Dari
fenomena itulah, maka banyak sekali orang yang bersungguh-sungguh dalam mencari
kebutuhan hidup (padahal hal tersebut sudah ditanggung oleh Allah), namun
mereka malah lalai dalam melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban yang telah
dibebankan oleh Allah SWT. Ini menunjukkan betapa buramnya hati mereka
sebagaimana kata hikmah Ibnu 'Atho'illah : "Kesungguhanmu dalam hal-hal
yang telah di tanggung oleh Allah dan kecerobohanmu dalam hal-hal yang di
perintahkan kepadamu adalah bukti betapa buramnya hatimu".
2. Dalil
a. Surat Al-Dzariyyat ayat 56-58
57. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
58. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh
Dan surat Thaha ayat 132
Ertinya: Dan perintahkanlah
kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan
akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
b. Surat Al-Nahl ayat 97.
Ertinya Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka
kerjakan.
c. Surat Al-Nur ayat 55
Ertinya Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh-
sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar
akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka
mereka Itulah orang-orang yang fasik.
3.
Aplikasi
Allah memang tidak akan mengingkari janji-Nya dan
seandainya saja sejarah tidak menyaksikan kebenaran janji Allah tersebut, maka
akan ada keraguan pada diri orang Islam. Mereka pasti akan ragu pada janji
Allah, melihat zaman sekarang ini banyak orang Islam yang sangat lemah
keyakinannya atas janji Tuhan mereka sendiri.
Sejarah
Islam telah berbicara kepada telinga dunia ini atas kebenaran janji-janji
Allah. Pada awal pertumbuhan Islam, orang muslim hanyalah sekelompok
kecil dari orang-orang Arab. Namun setelah mereka mendengarkan perintah Allah,
menjalankan tugas yang telah dibebankan oleh-Nya, beriman kepada-Nya, percaya
akan janji dan hukum Allah, serta berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan
tugas-tugas yang diwajibkan (beribadah kepada Allah), maka Allah memenuhi janji
yang telah disanggupi-Nya.
Allah telah berfirman dalam surat Ibrahim ayat
13-14 :
13. Orang-orang kafir Berkata kepada rasul-rasul mereka: "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami". Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: "Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu,
14. Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".
Kita
telah mengetahui bahwa Allah telah menaklukkan kerajaan Romawi, Persia dan
Yunani, serta menjadikan orang Islam (sekelompok kecil orang Arab) sebagai
pemimpin di negara-negara tersebut. Allah juga telah mewariskan bumi dan
kekayaan yang ada dalam negara-negara tersebut kepada mereka.
Orang
yang mau berfikir pada sejarah tersebut pasti akan heran atas apa yang telah
Allah penuhi sebagai ganti atas apa yang telah bangsa Arab lakukan. Orang
tersebut akan menemukan bahwa kejadian tersebut tidak ada keraguan lagi.
Contoh
realita yang lebih jelas lagi adalah ucapan Sayyidina Umar ra. kepada Abu
Ubaidah. Suatu ketika Sayyidina Umar ra. sampai ke negara Syam dan bertemu
dengan pembesar-pembesar negara tersebut. Waktu itu Sayyidina Umar memakai baju
yang tidak kurang dari dua belas tambalan. Pada waktu itu juga Abu Ubaidah
berbisik pada telinga Sayyidina Umar supaya beliau mengganti pakaianya, maka
Sayyidina Umar mengatakan:
"Kita
adalah suatu kelompok yang dimuliakan Allah dengan Islam. Dan kapan saja kita
mencari kemuliaan dengan cara yang tidak dimuliakan Allah, maka Allah pasti
akan menghina kita".
Seandainya
saja Sayyidina Umar ra. memakai baju yang mewah dan menghadap pembesar-pembesar
Syam dengan sombong, pasti hal tersebut akan mengisyaratkan bahwa bangsa Arab
bisa menang dan mengalahkan mereka dengan kemewahan tersebut. Dengan demikian
akan muncul distorsi pada sebab yang hakiki dan akan melupakan anugerah Allah
yang telah menolong dan memuliakan orang Arab. Oleh karena itu,
pembesar-pembesar Syam harus melihat realita keadaan bangsa Arab pada waktu
itu, sehingga mereka tahu bahwa yang mengangkat bangsa Arab hanyalah Allah SWT.
Itulah
sikap yang ditampilkan Sayyidina Umar ra. pada pembesar-pembesar Syam, yaitu
dengan memakai baju tambalan yang mengandung dua hal pokok :
1).
Sangat minimnya sarana dan prasarana untuk mencapai kemenangan orang arab dan
sungguh tidak ada tipe untuk bisa mengalahkan musuh-musuhnya yang sangat kuat.
2). Kekuasaan Tuhanlah yang telah mengangkat derajat dan mengharumkan nama mereka dan Allahlah yang menganugrahi segala keagungan padahal mereka sangat-sangat lemah.
2). Kekuasaan Tuhanlah yang telah mengangkat derajat dan mengharumkan nama mereka dan Allahlah yang menganugrahi segala keagungan padahal mereka sangat-sangat lemah.
Adapun
kita sekarang ini sebagai generasi mereka, maka kita justru tidak mau bangkit
dengan tugas yang dibebankan Allah kepada kita. Kita juga tidak mempercayai
janji Allah dan tidak mau berkaca pada sejarah Islam. Kebanyakan dari kita
justru berkelana ke penjuru dunia dan mencari pintu-pintu kehinaan, bukannya
pintu kemuliaan Allah. Hal itu akan semakin menambah kerugian jika kita tidak
mau kembali pada pintu yang telah di tunjukkan Allah dan melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan-Nya.
b.
Kewajiban seorang mukmin
Adapun
kewajiban agama yang dibebankan Allah kepada mukmin dan keluarganya dalam etika
ini adalah belajar hukum-hukum agama, mengetahui aqidah-aqidah islam beserta
dalil-dalinya, belajar Al-Qur'an beserta tafsir dan mendidik keluarganya dengan
tarbiyyah (pendidikan) Islam. Dia juga harus bersungguh-sungguh dalam mencari
rizqi dengan cara-cara yang di syari'atkan oleh Allah. Walaupun pada
kenyataannya mencari rizqi adalah kebutuhan duniawi, namun pada hakekatnya adalah
bagian dari tugas yang dibebankan oleh Allah SWT, lebih-lebih jika dalam
mencari rizqi tersebut bertujuan untuk menjalankan perintah Allah sebagaimana
dalam Al-Qur'an surat Al Mulk ayat 15 :
Ertinya Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Bahkan mencari rizqi dengan cara dan tujuan
seperti di atas merupakan bagian dari jihad di jalan Allah.
Imam Thabarani dalam kitab mu'jamnya,
meriwayatkan hadist dari Ka'ab bin Ujrah. Suatu ketika Rasulullah SAW keluar
bersama shahabatnya. Kemudian mereka melihat seseorang yang bekerja pagi-pagi
sekali. Mereka sangat heran ketika
melihat kerja keras dan semangat orang itu. Lalu salah satu dari shahabat
berkata : "Celaka orang ini. Seandainya saja dia mau jihad di jalan
Allah". Kemudian Rasulullah bersabda :
Ertinya :
"Jika orang tersebut bekerja untuk anak-anak kecilnya,
maka orang tersebut berda dalam jalan Allah. Dan jika orang
tersebut bekerja untuk kedua orang tuanya, maka dia juga berada di jalan Allah.
Dan jika orang tersebut bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maka orang
tersebut juga berada di jalan Allah dan jika orang tersebut bekerja untuk
kesombongan dan mencari kekayaan, maka dia berada di jalan syaitan."
Memang
ibadah itu tidak hanya tertentu dalam sholat, puasa, haji, membaca al-Qur'an
dan berdzikir. Ibadah juga mencakup semua perbuatan-perbuatan untuk mencari
kedekatan kepada Allah. Oleh karena itu, semua jenis pekerjaan, perdagangan,
pertanian dan pembangunan adalah bagian dari ibadah.
Namun
yang perlu diketahui adalah semua usaha yang dilakukan untuk mencari ridla
Allah itu harus disyari'atkan dan diperbolehkan. Usaha-usaha tersebut juga
harus dilakukan setelah ibadah-ibadah wajib yang menjadi rukun islam di
kerjakan dengan baik. Sebelum itu salik juga harus mengatahui dua sumber utama
hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadist. Salik juga harus mengetahui
hukum-hukum syari'at islam yang menjadi dasar dan hukum-hukum yang berhubungan
dengan individu.
Jika
tidak demikian, lalu bagaimana mungkin perdagangan, pekerjaan, dan kegiatan
politik itu dikatakan usaha di jalan Allah atau salah satu dari ibadah dan amal
untuk mendekatkan kepada Allah, jika orang yang melakukannya lupa pada shalat,
ibadah dan berpaling dari pendidikan Islam, sedangkan dia juga tidak mau
tahu-menahu akan aqidah dan hukum-hukum Islam?
Orang
yang demikian pasti tidak mungkin tujuan dari amal dan kegiatan duniawinya itu
termasuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Karena jika tujuannya adalah
untuk Allah, maka hal itu pasti akan mendorongnya untuk menghadiri shalat
jumuah, jamaah, majlis ilmu dan juga majlis dzikir.
Memang
kebanyakan kegiatan duniawi sekarang ini sangat jauh dari apa yang telah
dikatakan Rasulullah bahwasanya dia berada di jalan Allah. Jika kita melihat
mayoritas masyarakat, maka kita akan tahu bahwa mereka memang lupa atau sengaja
melupakan perintah-perintah dan tugas-tugas yang telah di bebankan Allah.
Mereka tidak mau tahu hukum agama Islam dan membuang serta melupakan risalah
Al-Qur'an yang telah diturunkan Allah SWT. Lafadz-lafadz Al-Qur'an asing di
lidah mereka apalagi artinya. Merekalah realita dari ucapan Ibnu 'Atha'illah :
"Kesungguhanmu
dalam hal-hal yang telah di tanggung oleh Allah dan kecerobohanmu dalam hal-hal
yang diperintahkan kepadamu adalah bukti betapa buramnya hatimu".
c.
Kesimpulan
Sebagai
hamba Allah yang shalih, kita memang harus terus percaya kepada
janji-janji-Nya. Marilah kita berkaca pada pemimpin-pemimpin pada awal
perkembangan Islam. Allah telah membukakan kepada mereka pintu-pintu kemenangan
dan juga menjadikan mereka kaya setelah fakir. Hal tersebut terjadi tidak lain
karena mereka menjalankan agama Allah, menjadikan diri mereka sebagai pasukan
untuk memenuhi tugas-tugas yang telah dibebankan Allah dan mereka juga
membenarkan Allah atas apa yang telah disanggupi mereka. Oleh karena itu,
benarlah firman Allah (surat Ibrahim ayat 13-14) :
Ertinya : 13. Orang-orang kafir Berkata kepada
rasul-rasul mereka: "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri
kami atau kamu kembali kepada agama kami". Maka Tuhan mewahyukan kepada
mereka: "Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu,14. Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".
Dan juga lihatlah orang-orang setelah mereka yang juga menjalankan tugas-tugas yang telah dibebankan oleh Allah seperti Nuruddin zinki, Shalahuddin Al-Ayyubi, Usman Arthagrul (pendiri khilafah Umayyah), Muhammad Al-Fatih (penakluk Al-Qustantiniyyah) dan Abdul Al-Rahman Al-Dakhil (pendiri daulah Umayyah di Eropa).
Dan marilah kita juga berkaca pada orang-orang
yang hanya ingin merasakan manisnya dunia, yaitu orang-orang yang datang
setelah para pimpinan-pimpinan yang sholih. Orang-orang tersebut lupa akan tugas suci yang di bebankan kepada mereka.
Mereka hanya mengumpulkan harta, membangun istana yang indah, mencari
kesenangan dan kenikmatan. Mereka menganggap bahwa yang menjadikan mereka hidup
enak adalah kekuatan dan kemenangan mereka.
Sungguh
suatu musibah tampak pada buramnya mata hati mereka. Mereka lupa bahwa sumber
kemuliaan mereka adalah Islam. Mereka mengingkari dan berpaling dari Islam.
Mereka mencoba mencari-cari apa yang menjadikan mereka mulia, tapi mereka tidak
menemukannya.
Sungguh
benar perkataan Ibnu 'Atha'illah,
"Kesungguhanmu dalam hal-hal yang telah di tanggung
oleh Allah dan kecerobohanmu dalam hal-hal yang di perintahkan kepadamu adalah
bukti betapa buramnya hatimu."
Tiada ulasan:
Catat Ulasan