Selama empat
bulan Abu bakar Syibli menerima Abu Hafshin sebagai tamu. Setiap hari ia
menyajikan aneka macam santapan dan berbagai penganan kecil.
Ketika
pamit, Abu Hafshin berkata kepada Syibli:
"Jika
engkau datang ke Nishapur akan kuajarkan kepadamu cara menjamu tamu dan
kemurahan hati yang sejati".
"Apakah
kesalahan yang telah kulakukan?", Syibli bertanya.
"Engkau
terlampau merepotkan dirimu. Jamuan yang berlebihan tidaklah sama dengan
kemurahan hati. Engkau harus meladeni tamu seperti meladeni dirimu sendiri.
Dengan demikian kedatangan tamu tidak merupakan beban kepadamu dan kepergiannya
tidak merupakan alasan untuk merasa lega. Jika engkau terus menjamu tamu secara
berlebihan, maka kedatangannya akan engkau anggap sebagai beban dan
kepergiannya sebagai kelegaan. Seorang yang beranggapan demikian terhadap
tamunya, tak dapat dikatakan bersipat pemurah".
Ketika
Syibli datang ke Nishapur, ia menginap di rumah Abu Hafshin. Semua tamu
berjumlah empat puluh orang, dan sewaktu malam tiba, Abu Hafshin mernyalakan
empat puluh satu buah pelita.
"Bukankah
engkau sendiri mengatakan bahwa kita jangan berlebihan?", Syibli menegur
Abu Hafshin.
"Jika
demikian, padamkanlah olehmu lampu-lampu itu".
Syibli
menuruti, tetapi betapa pun ia berusaha hanya satu lampu yang dapat
dipadamkannya.
"Syeikh,
apakah artinya semua ini?" Syibli kepada Abu Hafshin.
"Kalian
adalah empat puluh utusan Allah, karena seorang tamu adalah seorang utusan
Allah. Jadi wajarlah apabila demi Allah aku menyalakan sebuah pelita untuk
masing-masing di antara kalian dan sebuah untuk diriku sendiri.
Keempat
puluh pelita yang ku nyalakan demi Allah itu tidak sanggup engkau padamkan,
tetapi satu pelita yang ku nyalakan untuk diriku sendiri itu berhasil engkau
padamkan. Segala hal yang telah kau lakukan di Baghdad itu dahulu, engkau
lakukan demi diriku, tetapi yang kulakukan di sini, kul akukan demi Allah. Jadi
yang kau lakukan dahulu itu merupakan hal yang berlebih-lebihan tetapi yang
kulakukan ini bukan".
Tiada ulasan:
Catat Ulasan