Kursi Allah
Seluas Langit dan Bumi
Istilah
kursi yang dinisbahkan kepada Allah SWT tidak disebutkan di dalam Al Quran
kecuali hanya sekali saja, yaitu pada ayat ke-255 dari surah Al Baqarah (002),
yang juga dikenal dengan ayat kursi. Sebagaima tidak ada yang mengetahui bentuk
dan dimemsi (luas) makhluk yang disebut "Kursi Allah" itu kecuali apa
yang telah diceritakan Al Quran pada ayat kajian; bahwa luasnya sama dengan
dimemsi tujuh langit dan tujuh bumi. Berapakah dimemsi Luas Kursi Allah
Itu?
Allah
berfirman:
Ertinya: "Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi, tiada yang dapat memberi syafa'at
di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka
dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan
Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar" (QS. 002 : 255).
Kursi Allah
Yang Super-Super Luas:
Istilah
kursi yang dinisbahkan kepada Allah SWT tidak disebutkan di dalam Al Quran
kecuali hanya sekali saja, yaitu pada ayat ke-255 dari surah Al Baqarah (002),
yang juga dikenal dengan ayat kursi. Sebagaima tidak ada yang mengetahui bentuk
dan dimemsi (luas) makhluk yang disebut "Kursi Allah" itu kecuali apa
yang telah diceritakan Al Quran pada ayat kajian; bahwa luasnya sama dengan
dimemsi tujuh langit dan tujuh bumi. Berapakah dimemsi Luas Kursi Allah Itu?
Tentu saja
pertanyaan seperti ini tidak perlu kita munculkan kalau saja tidak ada
tantangan langsung dari Sang Pemilik Kursi itu sendiri, yang mengabarkan bahwa
luas Kursi Nya adalah kisaran seluruh (tujuh) langit dan bumi. Maka yang timbul
di dalam benak pembaca adalah bahwa sesungguhnya "Kursi Allah" yang
super-super luas itu dapat diukur jika saja sains mampu mengetahui dimensi
langit dan bumi. Apakah langit itu dan berapakah total dimensi luasnya? Mari
mengkaji dua pertanyaan dasar ini lalu selanjutnya kita akan bandingkan dengan
"Kursi Allah", sebagai berikut:
Sejarah
Asal-Usul Langit Menurut Sains dan Al Quran:
Salah satu
mukjizat sains Al Quran pembaca dapat menemukan sejarah lengkap alam semesta
(langit), mulai dari lahir hingga berakhirnya, tercetus dalam 8 ayat populer
dari ayat-ayat ummul kitab. Dan berita-berita Al Quran tentang hakikat
penciptaan langit dan bumi telah menjadi media utama menginsfirasi para ilmuan
untuk memahami sejarah alam semesta dengan pemahaman yang sempurna. Dari 8 ayat
sejarah alam semesta itu, terdapat satu ayat yang khusus berbicara tentang
kelahiran langit dan bumi. Allah berfirman:
Artinya: "Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya.
dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman" (QS: 079: 30).
Lalu satu ayat lagi dari surah Al Anbiyaa bercerita tentang perluasan langit, Allah berfirmah:
Artinya: "Dan
langit itu Kami designe (struktur) dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya
Kami benar-benar meluaskannya" (QS: 051: 47).
Kemudian 4 ayat dari surah Fusshilat (041: 9-12), menguraikan secara tuntas tentan tiga proses pengembangan langit dan bumi (alam semesta). Allah berfirman:
Kemudian 4 ayat dari surah Fusshilat (041: 9-12), menguraikan secara tuntas tentan tiga proses pengembangan langit dan bumi (alam semesta). Allah berfirman:
Artinya: "Katakanlah:
"Sesungguhnya
patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagiNya? (yang
bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam";
dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang
kokoh di atasnya, Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
(penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi
orang-orang yang bertanya; Kemudian Dia menuju ke langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
"Datanglah
kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa".
keduanya menjawab: "Kami
datang dengan patuh"; Maka
Dia mempetakannya tujuh langit dalam dua masa,
Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit fungsinya.
Dan Kami hiasi langit yang dekat
(dunia) dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya." (QS: 41: 9-12);
Selanjutnya dan yang terakhir adalah terdapat 2 ayat khusus bercerita tentang akhir perjalanan alam semesta seluruhnya (kiamat), yaitu bumi di genggam dan langit digulung. Allah berfirman:
Selanjutnya dan yang terakhir adalah terdapat 2 ayat khusus bercerita tentang akhir perjalanan alam semesta seluruhnya (kiamat), yaitu bumi di genggam dan langit digulung. Allah berfirman:
Artinya: "Dan
mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya
dalam genggaman Nya pada hari kiamat dan langit digulung denag tangan kanan
Nya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan" (QS: 039: 67).
Artinya: "(Ingatlah)
Pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas.
Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan
mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati. Sungguh, Kami akan
melaksanakannya" (QS: 021: 104).
Kedelapan
ayat muhkam di atas masing-masing memiliki keistimewaan yang harus menjadi
rujukan bagi ilmu astronomi dan cosmologi. Dan hasil hipotesa para ilmuan dari
berbagai penelitian - sebagaimana yang kita saksikan nanti - akan menyingkap
rahasia ayat-ayat Al Quran tersebut. Oleh karena itu, maka hendaknya setiap
kajian tentang alam semesta dan sejarahnya wajib mendahulukan ayat-ayat di
atas, sebagai rujukan utama dan petunjuk bagi tim pengkaji.
Kelahiran
Langit dan Bumi:
Menurut
teori Al Quran, bahwasanya langit dan bumi bermula dari dua peristiwa langit
yang sangat besar yaitu: "Fatq" (padu) dan "Ratq"
(terpisah). Allah berfirman:
Artinya: "Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya.
dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman" (QS: 079: 30).
Ayat tentang asal mula langit dan bumi terakhir ini dapat ditafsirkan kepada tiga pendapat pokok berdasarkan penafsirnya:
Ayat tentang asal mula langit dan bumi terakhir ini dapat ditafsirkan kepada tiga pendapat pokok berdasarkan penafsirnya:
Pertama: Pendapat Ibn Abbas, Al Hassan,
'Athaa, Addhahhaq dan Qatada, mereka mengatakan: Bahwa langit dan bumi awalnya
adalah sesuatu yang satu padu lalu Allah memisahkan keduanya masing-masing
independen. Pendapat ini tidak terlalu jauh beda dari teori dari sekelompok
ilmuan tertentu yang berpendapat bahwa kosmos berawal dari satu jenis yang sama
(Homogeneous).
Kedua: Pendapat Mujahid, Assuddi dan Abu
Shaleh, inti pendapat dari tiga tokoh tafsir dunia ini diuraikan oleh Abu
Shaleh berkata: Bahwa langit pada awalnya adalah terdiri dari satu susun lalu
Allah memisahkan dan menjadikannya tujuh langit, dan demikian pula terjadi pada
bumi yang tadinya hanya terdiri dari satu susun lalu Allah memisahkannya dan
menjadikannya pula tujuh bumi. Dan pendapat ini tidak terlalu jauh beda dengan
pendapat kelompok lain dari ilmuan, terutama Steven Hukenz yang berpendapat
bahwa asli kosmos raya dari sesuatu yang bukan sejenis ketika terjadi pada saat
Big Bang.
Ketiga: Pendapat Ikrima, Athia, Ibn Zaid
dan termasuk juga Ibn Abbas (versi Al Mahdawi), mereka mengatakan: Bahwasanya
langit awal adalah padu tidak terdapat hujan, dan bumi juga padu tidak ada
tumbuhan, maka Allah memisahkan langit dengan hujan, dan memisahkan pula bumi
dengan tumbuh-tumbuhan. Pendapat ini dipilih oleh Atthabari, alasannya karena
ayat diikuti oleh keterangan: "dan dari air kami jadikan segala sesuatu
yang hidup".
Apakah Orang-orang Kafir Tidak Mengetahui?
Adalah suatu
keajaiban Al Quran yaitu Allah SWT - yang Maha Mengetahui - bertanya: "Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui". Maka
jawaban-jawabannya pun datang dari orang-orang non muslim, seperti George
Litmer 1931 dan George Jamov (Rusia) 1948. Belakangan para ilmuan kosmologi
dunia menemukan teori "Ledakan Besar" (Big Bang).
Pada abad ke-20 lalu, para ilmuan meyakini bahwa kosmos raya ketika terjadi Big Bang adalah dimensinya hanya sebuah titik nol, dan dari titik nol itu, yang tidak terbatas kepadatannya dan tidak berakhir penciptaannya itu lahirlah kosmos dari ledakan itu. Dan ajaibnya lagi, seorang ilmuan fisika dunia sekaliber Dr. Stephen Hawking menjelaskan di dalam kitabnya: "Kesimpulan Waktu", Halaman: 107, mengatakan: "Kami sangat yakin dari gambar yang kami miliki, setidaknya saat-saat mendekati detik awal setelah Big Bang".
Namun,
sejalan dengan berjalannya waktu dan perkembangan sains, tidak sampai satu abad
umurnya, teori Big Bang itu nampaknya tidak relevan lagi dengan kenyataan
ilmiah yang semakin maju, maka teori itupun harus ditinjau ulang dengan merujuk
kepada hakikat "Fatq Ratq". Sungguh, teori-teori kosmologi telah
berubah kepada suatu kenyataan yang berbeda, akan tetapi tetap tidak keluar
dari sesuatu yang satu padu (ratq). Begitu pula dengan teori inflasi besar (Big
Inflation), berubah menjadi "Fatq" (pemisahan).
Oleh karena itu, tidak ada alasan seorang muslim di era ini, kecuali harus berbangga kepada ulama-ulama Al Quran ketika menjelaskan tafsiran mereka tentang ayat-ayat kosmos di atas, dan mengetahui betapa selarasnya hasil-hasil hipotesa para ilmuan astronomi dan kosmologi yang semakin berkembang belakangan ini dengan penjelasan-penjelasan para ulama Al Quran tersebut. Maka apabila datang pertanyaan-pertanyaan tentang asal-usul langit (alam semesta), pasti ulama Al Quran akan menjawabnya dengan bijak dan meyakinka, misalnya:
Seorang
bertanya: Dari mana asalnya alam semesta? Jawabannya adalah dari ratq fatq
(dari satu padu lalu dipisahkan); Apakah ratq fatq? Jawabannya: Fatq adalah
satu kesatuan yang padu, dan ratq adalah kebalikan dari fatq; Lalu dari mana
datangnya ratq (yang satu padu) itu? Tentu jawabannya adalah dari Allah, karena
langit dan bumi itu adalah sesuatu, dan sesuatu itu ada maka pasti ada pencipta
yang mengadakannya, dan pencipta itu adalah Allah SWT.
Adalah sangat tidak masuk akal jika pada era sains modern ini masih ada yang mau mengikuti hawa nafsunya dan mengatakan bahwa alam semesta itu adalah sesuatu yang azali (tidak ada permulaan), dan mengklaim bahwa alam semesta ini tidak ada akhirnya. Masuk akalkah kiranya jika matahari yang menyinari bumi itu adalah sesuatu yang akan berakhir, sedangkan ia setiap detik akan kehilangan 4600 Juta Ton dari materi dan energinya. Justru keberadaan matahari saat ini menunjukkan bahwa sesuatu saat akan berakhir dan jika tidak demikian maka ia tidak pernah ada.
Hendaklah
orang-orang itu membaca kembali firman Allah:
Artinya: "Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya" (QS: 079: 30).
Sungguh mukjizat, bahwa para ilmuan telah merekam "Fatq Ratq" itu melalui media Microwaves, yaitu merupakan latar belakang terciptanya alam semesta. Dan ketika teori Big Bang (ledakan besar) yang diklaim sebagai asal terjadinya alam semesta itu dihadapkan dengan Al Quran, maka para pakar ilmu Al Quran tidak sepakat dengan istilah ledakan itu. Karena secara logika setiap terjadi ledakan pasti mengakibatkan kehancuran, bagaimana mungkin alam semesta yang aslinya satu padu, senyawa, sejenis pada ukuran besar dan kecilnya itu terjadi dari sebuah ledakan....
Tema tentang asal-usul penciptaan langit ini sangat luas, cukup keterangan di atas saja dulu untuk mendekatkan kita kepada ayat kajian sekarang. Dan tentu penulis masih akan kembali menjelaskan tema ini pada kajian-kajian berikutnya yang serupa di buku ini, insya Allah.
Sungguh mukjizat, bahwa para ilmuan telah merekam "Fatq Ratq" itu melalui media Microwaves, yaitu merupakan latar belakang terciptanya alam semesta. Dan ketika teori Big Bang (ledakan besar) yang diklaim sebagai asal terjadinya alam semesta itu dihadapkan dengan Al Quran, maka para pakar ilmu Al Quran tidak sepakat dengan istilah ledakan itu. Karena secara logika setiap terjadi ledakan pasti mengakibatkan kehancuran, bagaimana mungkin alam semesta yang aslinya satu padu, senyawa, sejenis pada ukuran besar dan kecilnya itu terjadi dari sebuah ledakan....
Tema tentang asal-usul penciptaan langit ini sangat luas, cukup keterangan di atas saja dulu untuk mendekatkan kita kepada ayat kajian sekarang. Dan tentu penulis masih akan kembali menjelaskan tema ini pada kajian-kajian berikutnya yang serupa di buku ini, insya Allah.
Mengukur Dimensi Kursi Allah:
Demi mengetahui dimensi riil "Kursi Allah", maka terlebih dahulu harus mengukur luas tujuh buah langit bumi sebagai media conversi. Karena untuk mengetahui dimensi sesuatu harus mengukur terlebuh dahulu padanannya, sedangkan langit dan bumi adalah perbandingan yang paling tepat untuk Kursi Allah itu, dan ayat kajian di atas sangat jelas menceritakan bahwa luas Kursi Allah sama seperti tujuh langit dan bumi.
Maka untuk
mengukur luas langit dan bumi tersebut, penulis mencoba berandai-andai dengan
menguji semua media (alat) ukur kecepatan yang ada, mulai dari alat ukur
kecepatan tradisional dunia sampai kepada ukuran kecepatan alam semesta, yaitu
kecepatan cahaya. Contoh sederhana: Jarak antara Jakarta dan Surabaya sekitar
1000 Kilometer (Km), atau dapat ditempuh manusia dengan sarana traditional yang
ada, seperti:
- Jalan kaki; waktu tempuh yang dibutuhkan adalah 200 jam, dengan asumsi rata-rata kecepatan berjalan kaki yaitu 5 Km/ jam.
- Sepeda; membutuhkan waktu 50 jam dengan asumsi kecepatan 20 Km/ jam.
- Mobil; menempuhnya hanya 10 jam, dengan asumsi kecepatan 100 Km/ jam.
- Kereta api; bisa mencapai 3.3 jam saja, dengan kecepatan 300 Km/ jam.
- Pesawat terbang; membutuhkan 1 jam, dengan kecepata 1000 Km/ jam.
- Pesawat Mirage; yaitu pesawat eropa tercepat menyemai kecepatan suara, hanya membutuhkan waktu tempuh 50 menit, dengan kecepatan 1.200 Km/ jam.
- Pesawat ulang-alik (Pesawat luar angkasa); yang mempunyai kecepatan 26.000 Km/ jam, maka jarak antara Jakarta dan Surabaya dapat ditempuh hanya dengan 2 detik saja.
- Pesawat luar angkasa tercepat dikenal manusia hingga saat ini; yaitu berkecepatan 54.400 Km/ jam, maka untuk menempuh jarak antara dua kota tersebut adalah 1 detik.
Itulah semua ukuran kecepatan
traditional yang mampu dihasilkan manusia modern hingga abad ke-21 ini. Tentu
sangat tidak mungkin untuk mengukur luas seluruh langit dan bumi yang
diberitakan Al Quran, yaitu terdapat tujuh susun langit dan tujuh susun bumi.
Penulis akan mengkaji khusus tema "Tujuh Bumi Seperti Tujuh Langit"
di buku ini pada saatnya nanti, Insya Allah.
Kita tinggalkan ukuran kecepatan traditional dunia di atas, dan mengajak pembaca berhitung bersama dengan mempergunakan ukuran kecepatan alam semesta, yaitu ukuran cahaya yang mencapai sekitar 300.000 Km/ derik, atau sekitar 1.079.252.848 Km/ jam.
Kita tinggalkan ukuran kecepatan traditional dunia di atas, dan mengajak pembaca berhitung bersama dengan mempergunakan ukuran kecepatan alam semesta, yaitu ukuran cahaya yang mencapai sekitar 300.000 Km/ derik, atau sekitar 1.079.252.848 Km/ jam.
Jika ukuran
kecepatan cahaya ini dipergunakan menempuh perjalanan antara Jakarta dan
Surabaya, maka waktu tempuhnya adalah 0,0000006 detik, atau lebih cepat dari
ukuran "kedipan mata".
Mari –
sekarang – berandai-andai lagi dengan mempergunakan ukuran kecepatan cahaya
tersebut, dan jika manusia – misalnya – menempuh perjalanan antara Jakarta dan
New York yang jaraknya sekitar 10.000 Km, maka dengan ukuran kecepatan cahaya
akan menempuh waktu 0,000006 detik.
Maka kalau
ukuran kecepatan cahaya tersebut dipergunakan untuk menempuh perjalanan ke luar
angkasa, mulai dari yang lebih dekat ke bumi sampai ke yang lebih jauh,
seperti:
Bulan, dengan asumsi jarak antara bumi
dan bulan sekitar 381.706 Km, maka akan membutuhkan waktu 0,0002 (sekitar 2
detik).
Matahari, jarak dari bumi sekitar
149.600.000 Km, waktu tumpuh dengan kecepatan cahaya adalah 0.08 (8 menit)
Pluto, planet yang terjauh dari grup
lokal tata surya, jarak dari bumi mencapai sekitar 5.900.000.000 Km, dapat
ditempuh dengan ukurang cahaya selama 3.28 jam (3 jam + 28 menit). Bayangkan
betapa jauh jarak yang membentang antara planet bumi dan Pluto, bandingkan
jarak antara Jakarta dan New York yang bisa ditempuh dengan kecepatan cahaya
hanya ukuran "sekejap mata saja", sedangkan Pluto harus menempuh
waktu 3.28 jam.
Coba
bandingkan juga dengan kapasitas dan kemampuan kita manusia penduduk bumi, jika
kita, misalnya, berjalan menuju Pluto dengan kecepatan pesawat luar angkasa
tercepat kita, yaitu 54.400 Km/ jam, maka kita akan menghabiskan waktu selama
65.074 jam atau 2.711 hari (tujuh tahun setengah) baru bisa sampai ke Pluto.
Alpha
Centauri, adalah
bintang terdekat dari kita, di luar galaksi bima sakti, jarak dari bumi sekitar
4.24 tahun cahaya. Kalau kita masih memakai ukuran traditional dengan
Kilometer, maka jarak ini dihitung sebagai 40.110.100.000.000.000.000
Km (40 trilliun Km).
Tentu angka
digital yang sangat panjang ini akan merepotkan kita karena jarak
bintang-bintang yang bertebaran di alam semesta ini sangat jauh dari kita dan
akan sulit mengukurnya dengan sarana traditional bumi tersebut. Oleh karena itu
penulis memutuskan meninggalkan ukuran traditional ini dan memakai ukuran alam
semesta yaitu kecepatan cahaya.
Bintang
"Syi'raa" (Sirius), bintang yang terang benderang di langit,
satu-satunya bintang disebutkan secara langsung dalam Al Quran (selain
matahari), jarak dari bumi sekitar 8.6 tahun cahaya. Dengan kata lain, jika
kita merantau ke bintang ini maka kita akan menempuhnya dengan kecepatan cahaya
yang sangat tinggi selama 8.6 tahun. Jadi kita akan sampai ke bintang dekat
dengan kita jaraknya 81.356.000.000.000.000.000
Km (81 Trilliun Km).
Bayangkan
jika kita menempuh perjalanan ini dengan mempergunakan pesawat ruang angkasa
tercepat kita, maka akan membutuhkan waktu selama 102.432.514.102 tahun (102
billiun tahun). Perjalanan Apakah ini..? Jarak apa pula itu..? dimanakah kita
ini..? Makhluk apakah langit yang menaungi kita ini? Maka, Subhanallah, Tuhan
pencipta langit dan bumi...
Pleiades
(gugus bintang), adalah sebuah gugus bintang terbuka di Rasi Taurus, merupakan
gugus bintang paling jelas dilihat dengan mata telanjang, dan salah satu yang
terdekat dengan bumi. Jarak dari bumi sekitar 440 tahun cahaya, gugus tersebut
didominasi oleh bintang-bintang biru panas yang terbentuk kurang dari 100 juta
tahun yang lalu.
Tentu saja
kita semua dapat melihat gugus bintang Pleiades yang memancarkan sinar dan
indah di langit, tetapi tidak semua kita mengetahui bahwa sinar yang kita
saksikan itu adalah pancaran telah tersorot 440 tahun lalu. Sedangkan bintang
yang memancarkan sinar itu sudah berlalu jauh meninggalkan sinar yang kita
lihat itu dengan kecepatan cahaya diangkasa raya, telah menempuh jarak sekitar 4.162.400.000.000.000.000.000 Km. (4.162 Trilliun
Km.)
Galaksi
Andromeda, dengan
nama lain Messier 31 (M31), atau (NGC224) adalah salah satu galaksi di luar
Bima Sakti yang dapat dilihat dengan mata telanjang, asalkan dilihat pada malam
yang cerah, tanpa bulan dan tanpa polusi cahaya. Strukturnya mirip dengan
galaksi Bima Sakti yaitu berbentuk spiral. Jaraknya sekitar 2,5 juta tahun
cahaya.
Dengan kata
lain, sinarnya yang anda lihat sekarang di langit adalah ibarat sedang
menyaksikan peristiwa masa lampau yang sangat jauh sekali, terjadi sekitar 2.5
juta tahun lalu. Sedangkan Andromedanya sendiri sudah berlalu sangat jauh
sekali dengan kecepatan cahaya menempuh jarak sekitar 23.650.000.000.000.000.000.000.000 Km, atau 23
Quatrelliun Km. (Milyar juta milyar Km).
Sampai Batas
Manakah Luas Bumi?:
Angka-angka
digital dan jarak-jarak yang telah memeras otak di atas, itu hanya mewakili
galaksi tetangga terdekat dengan galaksi bima sakti kita, bagaimana dengan
galaksi-galaksi yang jauh dari kita dengan biliun tahun cahaya, sebagaimana
yang telah diamati oleh "The Gemini South Telescope" di Cili,
bahwa sinar galaksi tersebut akan menempuh waktu biliun tahun cahaya untuk
sampai ke kita di bumi. Galaksinya sendiri sudah beranjak jauh menempuh jarak
sekitar 9.460.000.000.000.000.000.000.000.000
Km atau 1000 Quatrellion Kilometer (seribu milyar juta milyar Km). Subhanallah,
Maha Suci Allah Yang "kursinya meliputi langit dan bumi".
Dimensi ini
hanya mewakili aspek astronomi dari jarak antara kita dan galaksi yang memenuhi
langit dunia, dengan perkiraan astronom jumlahnya sekitar 100 milyar galaksi
berenang di lautan "langit bumi". Allah berfirman:
Artinya: "Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa" (QS: 051 : 47).
Maka mari kita sama-sama merenung,
jika jarak yang super-super luas di atas diukur dengan kecepatan tertinggi yang
dikenal manusia, yaitu kecepatan cahaya; maka akan menempuh 440 tahun untuk
mencapai gugus Pleiades yang berada di rasi Taurus saja. Kalau mau mencapai
galaksi Andromeda, akan membutuhkan waktu 2.5 juta tahun.
Lalu bagaimana jika ingin sampai kebatas terjauh yang dapat dijangkau teleskop modern dari galaksi-galaksi jauh, akan membutuhkan waktu biliun tahun. Kemudian bagaimana lagi jika ingin mengarungi galaksi-galaksi diluar jangkauan teleskop mana pun? Sains dan ilmuan tidak mengetahui batasan langit dunia dan ujung pangkalnya, apalagi langit-langit yang lain. Dan sudah pasti tidak akan mengetahui jarak "langit kedua", bagaimana jauhnya?
Lalu bagaimana jika ingin sampai kebatas terjauh yang dapat dijangkau teleskop modern dari galaksi-galaksi jauh, akan membutuhkan waktu biliun tahun. Kemudian bagaimana lagi jika ingin mengarungi galaksi-galaksi diluar jangkauan teleskop mana pun? Sains dan ilmuan tidak mengetahui batasan langit dunia dan ujung pangkalnya, apalagi langit-langit yang lain. Dan sudah pasti tidak akan mengetahui jarak "langit kedua", bagaimana jauhnya?
Jika para
ilmuan berpangku tangan dan bingung pada hal-hal yang mereka lihat dicakrawala
yang lebih rendah, bagaimana halnya dengan yang tidak dapat dilihatnya di
langit kedua, ketiga dan yang lebih atas lagi sampai langit ketujuh... Seberapa
luaskah tujuh langit dan bumi itu? Berapa tahunkah dibutuhkan cahaya untuk
sampai kepada kita?
Sungguh,
tema tentang langit versi Al Quran adalah hal yang super-super luas, dan tidak
mudah untuk mengkajinya serta melelahkan otak. Belum lagi data-data yang
tersedia sekarang masih sangat terbatas dan instant, khususnya masih banyak
dalam tahap riset (uji coba dan pengembangan). Kemudian lebih penting lagi
bahwa masih banyak sekali hal-hal yang belum dapat dicapai dan diluar jangkauan
sains. Allah berfirman:
Artinya: "Dan
kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi" (QS: 16 : 77)
Artinya: "Sesungguhnya
penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS: 40 : 57)
Semua bagian
langit yang sudah dijangkau oleh ahli astronomi seperti dijelaskan di atas
adalah masih sebatas langit dunia (langit pertama), dan masih relatif sangat
terbatas dibanding besarnya dimensi yang terus berkembang, dengan kata lain,
setiap perkembangan kemajuan teknologi teleskop manusia, alam semesta yang
dapat dijangkau tersebut semakin bertambah dimensinya sampai batas yang tidak
dicapai teleskop manusia dan indranya. Atau lebih kongkrit, semakin besar
teleskop yang dihasilkan manusia, semakin besar pula dimensi alam semesta yang
dapat dijangkau.
Oleh karena itu para pemerhati – non
muslim – tercengang dengan agama penutup ini ketika Al Quran-nya
memproklamirkan hakikat mutlak, bahwa jauh di atas sana ada tujuh susun langit,
bukan hanya satu langit saja, dan setara dengan bumi kita masih terdapat enam
bumi lain kembarannya, yang sebagian sudah dapat diidentifikasi dan sisinya
masih menunggu waktu untuk mengidentifikasinya. Penulis akan mengkaji khusus
tema terakhir ini pada saatnya nanti di buku ini, Insya Allah.
Kesimpulan
kita, bahwa
dengan kemajuan sains dan teknologi yang tersedia saat kini, manusia kesulitan
- kalau tidak mustahil - menjangkau hakikat seluruh langit (tujuh langit) yang
diberitakan Allah SWT melalui nabi penutup Muhammad SAW, kecuali bagian kecil
saja dari langit (dekat) dunia, yang dikhususkan Sang Pencipta SWT dengan
bintang-bintang, planet-planet dan satelit-satelit.
Bintang-bintang,
merupakan sarana manusia untuk mengetahui bagian yang terjangkau dari alam
semesta, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: "dan
Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya" (QS. 41 : 12);
Artinya: "Sesungguhnya
Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan
bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan" (QS. 67 : 5);
Artinya: "Maka
apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikitpun" (QS. 50 : 6);
Artinya: "Sesungguhnya
Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang" (QS. 37 : 6).
Penyebutan
langit pada ayat-ayat di atas dengan bentuk single, bukan plural, dan semuanya
digambarkan sebagai panorama yang dihiasi dengan bintang-bintang dan
planet-planet serta diidentifikasikan sebagai langit dunia secara khusus. Lebih
jauh ayat-ayat di atas juga sekaligus mengkomfirmasikan fakta tujuh langit,
yaitu tidak diidentifikasikan sebagai langit dunia.
Adapun enam
langit sisanya, tidak diperincikan oleh Allah SWT dalam Al Quran, namun telah
diperlihatkan kepada nabi Muhammad SAW pada malam perjalanan "Israa &
Mi'raj", serta beliau SAW sendiri menceritakannya secara langsung lewat
haditsnya, maka manusia tidak akan mengetahui hakikat enam langit tersebut.
Penulis masih akan kembali menjelaskan tentang hakikat tujuh langit dan bumi
pada kajian-kajian selanjutnya di buku ini, di sini penulis hanya berusaha
mendekatkan pembaca kepada tema kajian di atas.
Bahwa semua
yang kita pahami dari Al Quran yang menggambarkan enam langit (selain langit
dunia) itu, ialah identik dengan langit dunia dan tersusun bersamanya sebagai
kesatuan (grup) tujuh langit, sebagaimana firman Allah:
Artinya: "Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis,
kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang
Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang, maka
lihatlah berulang-ulang adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang" (QS. 67 : 3);
Artinya: "Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?;
Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari
sebagai pelita" (QS. 71 : 15-16).
Jelas dari
kedua ayat terakhir ini bahwa tujuh langit, termasuk langit dunia, tersusun
dalam satu grup local (kesatuan), bagian luar menutupi bagian dalamnya - kalau
tidak demikian - semua yang ada di langit dunia akan jatuh pada langit-langit
yang lain, jadi bulan dan matahari – keduanya dari anggota "super galaksi
langit dunia" akan jatuh tersebar di antara enam langit yang lain.
Dengan
demikian, jelas bahwa Al Quran menegaskan hakikat tujuh langit identik satu
sama lain, bagian luar menutupi bagian dalamnya, dan semua langit tersebut
berbeda dari langit neubela pertama pada awal penciptaan alam semesta.
Maka, jika sains - pada saatnya nanti - telah mampu menjangkau dan mengukur skala luas langit pertama yang hingga saat ini baru mencapai luas 24 Biliun tahun cahaya, atau baru seper sepuluh (1/ 10) dari seluruh luas langit pertama yang mereka (pakar astronomi) prediksikan maka saat itulah - Wallahua'lam - mereka telah mendekati kepada ukuran dimensi "Kursi Allah".
Maka, jika sains - pada saatnya nanti - telah mampu menjangkau dan mengukur skala luas langit pertama yang hingga saat ini baru mencapai luas 24 Biliun tahun cahaya, atau baru seper sepuluh (1/ 10) dari seluruh luas langit pertama yang mereka (pakar astronomi) prediksikan maka saat itulah - Wallahua'lam - mereka telah mendekati kepada ukuran dimensi "Kursi Allah".
Ada satu hal
yang sedikit menggembirakan bagi para pemerhati astronomi dari sumber Majalah
Sains bahwa pada tahun 2019 nanti, akan hadir di bumi ini sebuah teleskop radio
terbesar di dunia bernama "Squar Kilometre Array (SKA)".
Kapasitasnya mencapai 50 kali lebih besar dari pada teleskop yang ada saat ini
(The Gemini South Telescope), yang diproyeksikan terdiri dari 3000 antena yang
membentang pada zona sepanjang 5500 Km.
Semua
informasi yang diterima teleskop masa depan ini akan ditransfer dengan
kecepatan 100 TB per-detik, selanjutnya akan diproses di sebuah
"supercomputer" yang mampu bekerja dengan kecepatan 1 juta juta juta
MB/ detik, atau 1 Exabyte. Mudah-mudahan dengan kehadiran proyek SKA ini nanti
akan lebih mampu mengungkap fakta alam semesta semakin luas.
Dengan
demikian, nampaknya sains ilmu pengetahuan masih harus menunggu waktu yang
relatif lama untuk dapat mengukur luas langit pertama, kemudian berusaha mengidentifikasi
enam langit yang lain plus bumi dan selanjutnya mengetahui luas riil
"Kursi Allah".
Tiada ulasan:
Catat Ulasan