Catatan Popular

Selasa, 2 Februari 2016

SIARAN LANGSUNG DARI AL QURAN : UJURAN 2 KURSI ALLAH YANG TERSANGAT LUAS:



Kursi Allah Seluas Langit dan Bumi

Istilah kursi yang dinisbahkan kepada Allah SWT tidak disebutkan di dalam Al Quran kecuali hanya sekali saja, yaitu pada ayat ke-255 dari surah Al Baqarah (002), yang juga dikenal dengan ayat kursi. Sebagaima tidak ada yang mengetahui bentuk dan dimemsi (luas) makhluk yang disebut "Kursi Allah" itu kecuali apa yang telah diceritakan Al Quran pada ayat kajian; bahwa luasnya sama dengan dimemsi tujuh langit dan tujuh bumi. Berapakah dimemsi Luas Kursi Allah Itu?  

Allah berfirman:

Ertinya: "Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi, tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar" (QS. 002 : 255).  

Kursi Allah Yang Super-Super Luas:

Istilah kursi yang dinisbahkan kepada Allah SWT tidak disebutkan di dalam Al Quran kecuali hanya sekali saja, yaitu pada ayat ke-255 dari surah Al Baqarah (002), yang juga dikenal dengan ayat kursi. Sebagaima tidak ada yang mengetahui bentuk dan dimemsi (luas) makhluk yang disebut "Kursi Allah" itu kecuali apa yang telah diceritakan Al Quran pada ayat kajian; bahwa luasnya sama dengan dimemsi tujuh langit dan tujuh bumi. Berapakah dimemsi Luas Kursi Allah Itu?

Tentu saja pertanyaan seperti ini tidak perlu kita munculkan kalau saja tidak ada tantangan langsung dari Sang Pemilik Kursi itu sendiri, yang mengabarkan bahwa luas Kursi Nya adalah kisaran seluruh (tujuh) langit dan bumi. Maka yang timbul di dalam benak pembaca adalah bahwa sesungguhnya "Kursi Allah" yang super-super luas itu dapat diukur jika saja sains mampu mengetahui dimensi langit dan bumi. Apakah langit itu dan berapakah total dimensi luasnya? Mari mengkaji dua pertanyaan dasar ini lalu selanjutnya kita akan bandingkan dengan "Kursi Allah", sebagai berikut:


Sejarah Asal-Usul Langit Menurut Sains dan Al Quran:

Salah satu mukjizat sains Al Quran pembaca dapat menemukan sejarah lengkap alam semesta (langit), mulai dari lahir hingga berakhirnya, tercetus dalam 8 ayat populer dari ayat-ayat ummul kitab. Dan berita-berita Al Quran tentang hakikat penciptaan langit dan bumi telah menjadi media utama menginsfirasi para ilmuan untuk memahami sejarah alam semesta dengan pemahaman yang sempurna. Dari 8 ayat sejarah alam semesta itu, terdapat satu ayat yang khusus berbicara tentang kelahiran langit dan bumi. Allah berfirman:

Artinya: "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman" (QS: 079: 30).

Lalu satu ayat lagi dari surah Al Anbiyaa bercerita tentang perluasan langit, Allah berfirmah:
 
Artinya: "Dan langit itu Kami designe (struktur) dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya" (QS: 051: 47).

Kemudian 4 ayat dari surah Fusshilat (041: 9-12), menguraikan secara tuntas tentan tiga proses pengembangan langit dan bumi (alam semesta). Allah berfirman:  
Artinya: "Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam"; dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya, Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya; Kemudian Dia menuju ke langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan patuh"; Maka Dia mempetakannya tujuh langit dalam dua masa, Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit fungsinya. Dan Kami hiasi langit yang dekat (dunia) dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya." (QS: 41: 9-12);

Selanjutnya dan yang terakhir adalah terdapat 2 ayat khusus bercerita tentang akhir perjalanan alam semesta seluruhnya (kiamat), yaitu bumi di genggam dan langit digulung. Allah berfirman:
Artinya: "Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman Nya pada hari kiamat dan langit digulung denag tangan kanan Nya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan" (QS: 039: 67).
Artinya: "(Ingatlah) Pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati. Sungguh, Kami akan melaksanakannya" (QS: 021: 104).

Kedelapan ayat muhkam di atas masing-masing memiliki keistimewaan yang harus menjadi rujukan bagi ilmu astronomi dan cosmologi. Dan hasil hipotesa para ilmuan dari berbagai penelitian - sebagaimana yang kita saksikan nanti - akan menyingkap rahasia ayat-ayat Al Quran tersebut. Oleh karena itu, maka hendaknya setiap kajian tentang alam semesta dan sejarahnya wajib mendahulukan ayat-ayat di atas, sebagai rujukan utama dan petunjuk bagi tim pengkaji.


Kelahiran Langit dan Bumi:

Menurut teori Al Quran, bahwasanya langit dan bumi bermula dari dua peristiwa langit yang sangat besar yaitu: "Fatq" (padu) dan "Ratq" (terpisah). Allah berfirman:

Artinya: "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman" (QS: 079: 30).

Ayat tentang asal mula langit dan bumi terakhir ini dapat ditafsirkan kepada tiga pendapat pokok berdasarkan penafsirnya:

Pertama: Pendapat Ibn Abbas, Al Hassan, 'Athaa, Addhahhaq dan Qatada, mereka mengatakan: Bahwa langit dan bumi awalnya adalah sesuatu yang satu padu lalu Allah memisahkan keduanya masing-masing independen. Pendapat ini tidak terlalu jauh beda dari teori dari sekelompok ilmuan tertentu yang berpendapat bahwa kosmos berawal dari satu jenis yang sama (Homogeneous).

Kedua: Pendapat Mujahid, Assuddi dan Abu Shaleh, inti pendapat dari tiga tokoh tafsir dunia ini diuraikan oleh Abu Shaleh berkata: Bahwa langit pada awalnya adalah terdiri dari satu susun lalu Allah memisahkan dan menjadikannya tujuh langit, dan demikian pula terjadi pada bumi yang tadinya hanya terdiri dari satu susun lalu Allah memisahkannya dan menjadikannya pula tujuh bumi. Dan pendapat ini tidak terlalu jauh beda dengan pendapat kelompok lain dari ilmuan, terutama Steven Hukenz yang berpendapat bahwa asli kosmos raya dari sesuatu yang bukan sejenis ketika terjadi pada saat Big Bang.

Ketiga: Pendapat Ikrima, Athia, Ibn Zaid dan termasuk juga Ibn Abbas (versi Al Mahdawi), mereka mengatakan: Bahwasanya langit awal adalah padu tidak terdapat hujan, dan bumi juga padu tidak ada tumbuhan, maka Allah memisahkan langit dengan hujan, dan memisahkan pula bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Pendapat ini dipilih oleh Atthabari, alasannya karena ayat diikuti oleh keterangan: "dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup".

Apakah Orang-orang Kafir Tidak Mengetahui?
 
Adalah suatu keajaiban Al Quran yaitu Allah SWT - yang Maha Mengetahui - bertanya: "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui". Maka jawaban-jawabannya pun datang dari orang-orang non muslim, seperti George Litmer 1931 dan George Jamov (Rusia) 1948. Belakangan para ilmuan kosmologi dunia menemukan teori "Ledakan Besar" (Big Bang).

Pada abad ke-20 lalu, para ilmuan meyakini bahwa kosmos raya ketika terjadi Big Bang adalah dimensinya hanya sebuah titik nol, dan dari titik nol itu, yang tidak terbatas kepadatannya dan tidak berakhir penciptaannya itu lahirlah kosmos dari ledakan itu. Dan ajaibnya lagi, seorang ilmuan fisika dunia sekaliber Dr. Stephen Hawking menjelaskan di dalam kitabnya: "Kesimpulan Waktu", Halaman: 107, mengatakan: "Kami sangat yakin dari gambar yang kami miliki, setidaknya saat-saat mendekati detik awal setelah Big Bang".
Namun, sejalan dengan berjalannya waktu dan perkembangan sains, tidak sampai satu abad umurnya, teori Big Bang itu nampaknya tidak relevan lagi dengan kenyataan ilmiah yang semakin maju, maka teori itupun harus ditinjau ulang dengan merujuk kepada hakikat "Fatq Ratq". Sungguh, teori-teori kosmologi telah berubah kepada suatu kenyataan yang berbeda, akan tetapi tetap tidak keluar dari sesuatu yang satu padu (ratq). Begitu pula dengan teori inflasi besar (Big Inflation), berubah menjadi "Fatq" (pemisahan).

Oleh karena itu, tidak ada alasan seorang muslim di era ini, kecuali harus berbangga kepada ulama-ulama Al Quran ketika menjelaskan tafsiran mereka tentang ayat-ayat kosmos di atas, dan mengetahui betapa selarasnya hasil-hasil hipotesa para ilmuan astronomi dan kosmologi yang semakin berkembang belakangan ini dengan penjelasan-penjelasan para ulama Al Quran tersebut. Maka apabila datang pertanyaan-pertanyaan tentang asal-usul langit (alam semesta), pasti ulama Al Quran akan menjawabnya dengan bijak dan meyakinka, misalnya:
Seorang bertanya: Dari mana asalnya alam semesta? Jawabannya adalah dari ratq fatq (dari satu padu lalu dipisahkan); Apakah ratq fatq? Jawabannya: Fatq adalah satu kesatuan yang padu, dan ratq adalah kebalikan dari fatq; Lalu dari mana datangnya ratq (yang satu padu) itu? Tentu jawabannya adalah dari Allah, karena langit dan bumi itu adalah sesuatu, dan sesuatu itu ada maka pasti ada pencipta yang mengadakannya, dan pencipta itu adalah Allah SWT.

Adalah sangat tidak masuk akal jika pada era sains modern ini masih ada yang mau mengikuti hawa nafsunya dan mengatakan bahwa alam semesta itu adalah sesuatu yang azali (tidak ada permulaan), dan mengklaim bahwa alam semesta ini tidak ada akhirnya. Masuk akalkah kiranya jika matahari yang menyinari bumi itu adalah sesuatu yang akan berakhir, sedangkan ia setiap detik akan kehilangan 4600 Juta Ton dari materi dan energinya. Justru keberadaan matahari saat ini menunjukkan bahwa sesuatu saat akan berakhir dan jika tidak demikian maka ia tidak pernah ada.
Hendaklah orang-orang itu membaca kembali firman Allah:
 
Artinya: "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya" (QS: 079: 30).

Sungguh mukjizat, bahwa para ilmuan telah merekam "Fatq Ratq" itu melalui media Microwaves, yaitu merupakan latar belakang terciptanya alam semesta. Dan ketika teori Big Bang (ledakan besar) yang diklaim sebagai asal terjadinya alam semesta itu dihadapkan dengan Al Quran, maka para pakar ilmu Al Quran tidak sepakat dengan istilah ledakan itu. Karena secara logika setiap terjadi ledakan pasti mengakibatkan kehancuran, bagaimana mungkin alam semesta yang aslinya satu padu, senyawa, sejenis pada ukuran besar dan kecilnya itu terjadi dari sebuah ledakan....

Tema tentang asal-usul penciptaan langit ini sangat luas, cukup keterangan di atas saja dulu untuk mendekatkan kita kepada ayat kajian sekarang. Dan tentu penulis masih akan kembali menjelaskan tema ini pada kajian-kajian berikutnya yang serupa di buku ini, insya Allah.
 

Mengukur Dimensi Kursi Allah:

Demi mengetahui dimensi riil "Kursi Allah", maka terlebih dahulu harus mengukur luas tujuh buah langit bumi sebagai media conversi. Karena untuk mengetahui dimensi sesuatu harus mengukur terlebuh dahulu padanannya, sedangkan langit dan bumi adalah perbandingan yang paling tepat untuk Kursi Allah itu, dan ayat kajian di atas sangat jelas menceritakan bahwa luas Kursi Allah sama seperti tujuh langit dan bumi.
Maka untuk mengukur luas langit dan bumi tersebut, penulis mencoba berandai-andai dengan menguji semua media (alat) ukur kecepatan yang ada, mulai dari alat ukur kecepatan tradisional dunia sampai kepada ukuran kecepatan alam semesta, yaitu kecepatan cahaya. Contoh sederhana: Jarak antara Jakarta dan Surabaya sekitar 1000 Kilometer (Km), atau dapat ditempuh manusia dengan sarana traditional yang ada, seperti:
  • Jalan kaki; waktu tempuh yang dibutuhkan adalah 200 jam, dengan asumsi rata-rata kecepatan berjalan kaki yaitu 5 Km/ jam.
  • Sepeda; membutuhkan waktu 50 jam dengan asumsi kecepatan 20 Km/ jam.
  • Mobil; menempuhnya hanya 10 jam, dengan asumsi kecepatan 100 Km/ jam.
  • Kereta api; bisa mencapai 3.3 jam saja, dengan kecepatan 300 Km/ jam.
  • Pesawat terbang; membutuhkan 1 jam, dengan kecepata 1000 Km/ jam.
  • Pesawat Mirage; yaitu pesawat eropa tercepat menyemai kecepatan suara, hanya membutuhkan waktu tempuh 50 menit, dengan kecepatan 1.200 Km/ jam.
  • Pesawat ulang-alik (Pesawat luar angkasa); yang mempunyai kecepatan 26.000 Km/ jam, maka jarak antara Jakarta dan Surabaya dapat ditempuh hanya dengan 2 detik saja.
  • Pesawat luar angkasa tercepat dikenal manusia hingga saat ini; yaitu berkecepatan 54.400 Km/ jam, maka untuk menempuh jarak antara dua kota tersebut adalah 1 detik.
Itulah semua ukuran kecepatan traditional yang mampu dihasilkan manusia modern hingga abad ke-21 ini. Tentu sangat tidak mungkin untuk mengukur luas seluruh langit dan bumi yang diberitakan Al Quran, yaitu terdapat tujuh susun langit dan tujuh susun bumi. Penulis akan mengkaji khusus tema "Tujuh Bumi Seperti Tujuh Langit" di buku ini pada saatnya nanti, Insya Allah.

Kita tinggalkan ukuran kecepatan traditional dunia di atas, dan mengajak pembaca berhitung bersama dengan mempergunakan ukuran kecepatan alam semesta, yaitu ukuran cahaya yang mencapai sekitar 300.000 Km/ derik, atau sekitar 1.079.252.848 Km/ jam.
Jika ukuran kecepatan cahaya ini dipergunakan menempuh perjalanan antara Jakarta dan Surabaya, maka waktu tempuhnya adalah 0,0000006 detik, atau lebih cepat dari ukuran "kedipan mata".

Mari – sekarang – berandai-andai lagi dengan mempergunakan ukuran kecepatan cahaya tersebut, dan jika manusia – misalnya – menempuh perjalanan antara Jakarta dan New York yang jaraknya sekitar 10.000 Km, maka dengan ukuran kecepatan cahaya akan menempuh waktu 0,000006 detik.

Maka kalau ukuran kecepatan cahaya tersebut dipergunakan untuk menempuh perjalanan ke luar angkasa, mulai dari yang lebih dekat ke bumi sampai ke yang lebih jauh, seperti:

Bulan, dengan asumsi jarak antara bumi dan bulan sekitar 381.706 Km, maka akan membutuhkan waktu 0,0002 (sekitar 2 detik).

Matahari, jarak dari bumi sekitar 149.600.000 Km, waktu tumpuh dengan kecepatan cahaya adalah 0.08 (8 menit)

Pluto, planet yang terjauh dari grup lokal tata surya, jarak dari bumi mencapai sekitar 5.900.000.000 Km, dapat ditempuh dengan ukurang cahaya selama 3.28 jam (3 jam + 28 menit). Bayangkan betapa jauh jarak yang membentang antara planet bumi dan Pluto, bandingkan jarak antara Jakarta dan New York yang bisa ditempuh dengan kecepatan cahaya hanya ukuran "sekejap mata saja", sedangkan Pluto harus menempuh waktu 3.28 jam.

Coba bandingkan juga dengan kapasitas dan kemampuan kita manusia penduduk bumi, jika kita, misalnya, berjalan menuju Pluto dengan kecepatan pesawat luar angkasa tercepat kita, yaitu 54.400 Km/ jam, maka kita akan menghabiskan waktu selama 65.074 jam atau 2.711 hari (tujuh tahun setengah) baru bisa sampai ke Pluto.

Alpha Centauri, adalah bintang terdekat dari kita, di luar galaksi bima sakti, jarak dari bumi sekitar 4.24 tahun cahaya. Kalau kita masih memakai ukuran traditional dengan Kilometer, maka jarak ini dihitung sebagai 40.110.100.000.000.000.000 Km (40 trilliun Km).

Tentu angka digital yang sangat panjang ini akan merepotkan kita karena jarak bintang-bintang yang bertebaran di alam semesta ini sangat jauh dari kita dan akan sulit mengukurnya dengan sarana traditional bumi tersebut. Oleh karena itu penulis memutuskan meninggalkan ukuran traditional ini dan memakai ukuran alam semesta yaitu kecepatan cahaya.

Bintang "Syi'raa" (Sirius), bintang yang terang benderang di langit, satu-satunya bintang disebutkan secara langsung dalam Al Quran (selain matahari), jarak dari bumi sekitar 8.6 tahun cahaya. Dengan kata lain, jika kita merantau ke bintang ini maka kita akan menempuhnya dengan kecepatan cahaya yang sangat tinggi selama 8.6 tahun. Jadi kita akan sampai ke bintang dekat dengan kita jaraknya 81.356.000.000.000.000.000 Km (81 Trilliun Km).

Bayangkan jika kita menempuh perjalanan ini dengan mempergunakan pesawat ruang angkasa tercepat kita, maka akan membutuhkan waktu selama 102.432.514.102 tahun (102 billiun tahun). Perjalanan Apakah ini..? Jarak apa pula itu..? dimanakah kita ini..? Makhluk apakah langit yang menaungi kita ini? Maka, Subhanallah, Tuhan pencipta langit dan bumi...


Pleiades (gugus bintang), adalah sebuah gugus bintang terbuka di Rasi Taurus, merupakan gugus bintang paling jelas dilihat dengan mata telanjang, dan salah satu yang terdekat dengan bumi. Jarak dari bumi sekitar 440 tahun cahaya, gugus tersebut didominasi oleh bintang-bintang biru panas yang terbentuk kurang dari 100 juta tahun yang lalu.

Tentu saja kita semua dapat melihat gugus bintang Pleiades yang memancarkan sinar dan indah di langit, tetapi tidak semua kita mengetahui bahwa sinar yang kita saksikan itu adalah pancaran telah tersorot 440 tahun lalu. Sedangkan bintang yang memancarkan sinar itu sudah berlalu jauh meninggalkan sinar yang kita lihat itu dengan kecepatan cahaya diangkasa raya, telah menempuh jarak sekitar 4.162.400.000.000.000.000.000 Km. (4.162 Trilliun Km.)

Galaksi Andromeda, dengan nama lain Messier 31 (M31), atau (NGC224) adalah salah satu galaksi di luar Bima Sakti yang dapat dilihat dengan mata telanjang, asalkan dilihat pada malam yang cerah, tanpa bulan dan tanpa polusi cahaya. Strukturnya mirip dengan galaksi Bima Sakti yaitu berbentuk spiral. Jaraknya sekitar 2,5 juta tahun cahaya.

Dengan kata lain, sinarnya yang anda lihat sekarang di langit adalah ibarat sedang menyaksikan peristiwa masa lampau yang sangat jauh sekali, terjadi sekitar 2.5 juta tahun lalu. Sedangkan Andromedanya sendiri sudah berlalu sangat jauh sekali dengan kecepatan cahaya menempuh jarak sekitar 23.650.000.000.000.000.000.000.000 Km, atau 23 Quatrelliun Km. (Milyar juta milyar Km).


Sampai Batas Manakah Luas Bumi?:

Angka-angka digital dan jarak-jarak yang telah memeras otak di atas, itu hanya mewakili galaksi tetangga terdekat dengan galaksi bima sakti kita, bagaimana dengan galaksi-galaksi yang jauh dari kita dengan biliun tahun cahaya, sebagaimana yang telah diamati oleh "The Gemini South Telescope" di Cili, bahwa sinar galaksi tersebut akan menempuh waktu biliun tahun cahaya untuk sampai ke kita di bumi. Galaksinya sendiri sudah beranjak jauh menempuh jarak sekitar 9.460.000.000.000.000.000.000.000.000 Km atau 1000 Quatrellion Kilometer (seribu milyar juta milyar Km). Subhanallah, Maha Suci Allah Yang "kursinya meliputi langit dan bumi".

Dimensi ini hanya mewakili aspek astronomi dari jarak antara kita dan galaksi yang memenuhi langit dunia, dengan perkiraan astronom jumlahnya sekitar 100 milyar galaksi berenang di lautan "langit bumi". Allah berfirman:

Artinya: "Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa" (QS: 051 : 47).
Maka mari kita sama-sama merenung, jika jarak yang super-super luas di atas diukur dengan kecepatan tertinggi yang dikenal manusia, yaitu kecepatan cahaya; maka akan menempuh 440 tahun untuk mencapai gugus Pleiades yang berada di rasi Taurus saja. Kalau mau mencapai galaksi Andromeda, akan membutuhkan waktu 2.5 juta tahun.

Lalu bagaimana jika ingin sampai kebatas terjauh yang dapat dijangkau teleskop modern dari galaksi-galaksi jauh, akan membutuhkan waktu biliun tahun. Kemudian bagaimana lagi jika ingin mengarungi galaksi-galaksi diluar jangkauan teleskop mana pun? Sains dan ilmuan tidak mengetahui batasan langit dunia dan ujung pangkalnya, apalagi langit-langit yang lain. Dan sudah pasti tidak akan mengetahui jarak "langit kedua", bagaimana jauhnya?
Jika para ilmuan berpangku tangan dan bingung pada hal-hal yang mereka lihat dicakrawala yang lebih rendah, bagaimana halnya dengan yang tidak dapat dilihatnya di langit kedua, ketiga dan yang lebih atas lagi sampai langit ketujuh... Seberapa luaskah tujuh langit dan bumi itu? Berapa tahunkah dibutuhkan cahaya untuk sampai kepada kita?

Sungguh, tema tentang langit versi Al Quran adalah hal yang super-super luas, dan tidak mudah untuk mengkajinya serta melelahkan otak. Belum lagi data-data yang tersedia sekarang masih sangat terbatas dan instant, khususnya masih banyak dalam tahap riset (uji coba dan pengembangan). Kemudian lebih penting lagi bahwa masih banyak sekali hal-hal yang belum dapat dicapai dan diluar jangkauan sains. Allah berfirman:

Artinya: "Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi" (QS: 16 : 77)

Artinya: "Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS: 40 : 57)

Semua bagian langit yang sudah dijangkau oleh ahli astronomi seperti dijelaskan di atas adalah masih sebatas langit dunia (langit pertama), dan masih relatif sangat terbatas dibanding besarnya dimensi yang terus berkembang, dengan kata lain, setiap perkembangan kemajuan teknologi teleskop manusia, alam semesta yang dapat dijangkau tersebut semakin bertambah dimensinya sampai batas yang tidak dicapai teleskop manusia dan indranya. Atau lebih kongkrit, semakin besar teleskop yang dihasilkan manusia, semakin besar pula dimensi alam semesta yang dapat dijangkau.

Oleh karena itu para pemerhati – non muslim – tercengang dengan agama penutup ini ketika Al Quran-nya memproklamirkan hakikat mutlak, bahwa jauh di atas sana ada tujuh susun langit, bukan hanya satu langit saja, dan setara dengan bumi kita masih terdapat enam bumi lain kembarannya, yang sebagian sudah dapat diidentifikasi dan sisinya masih menunggu waktu untuk mengidentifikasinya. Penulis akan mengkaji khusus tema terakhir ini pada saatnya nanti di buku ini, Insya Allah.
Kesimpulan kita, bahwa dengan kemajuan sains dan teknologi yang tersedia saat kini, manusia kesulitan - kalau tidak mustahil - menjangkau hakikat seluruh langit (tujuh langit) yang diberitakan Allah SWT melalui nabi penutup Muhammad SAW, kecuali bagian kecil saja dari langit (dekat) dunia, yang dikhususkan Sang Pencipta SWT dengan bintang-bintang, planet-planet dan satelit-satelit.

Bintang-bintang, merupakan sarana manusia untuk mengetahui bagian yang terjangkau dari alam semesta, sebagaimana firman Allah SWT:
 
Artinya: "dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya" (QS. 41 : 12);

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan" (QS. 67 : 5);

Artinya: "Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun" (QS. 50 : 6);

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang" (QS. 37 : 6).

Penyebutan langit pada ayat-ayat di atas dengan bentuk single, bukan plural, dan semuanya digambarkan sebagai panorama yang dihiasi dengan bintang-bintang dan planet-planet serta diidentifikasikan sebagai langit dunia secara khusus. Lebih jauh ayat-ayat di atas juga sekaligus mengkomfirmasikan fakta tujuh langit, yaitu tidak diidentifikasikan sebagai langit dunia.

Adapun enam langit sisanya, tidak diperincikan oleh Allah SWT dalam Al Quran, namun telah diperlihatkan kepada nabi Muhammad SAW pada malam perjalanan "Israa & Mi'raj", serta beliau SAW sendiri menceritakannya secara langsung lewat haditsnya, maka manusia tidak akan mengetahui hakikat enam langit tersebut. Penulis masih akan kembali menjelaskan tentang hakikat tujuh langit dan bumi pada kajian-kajian selanjutnya di buku ini, di sini penulis hanya berusaha mendekatkan pembaca kepada tema kajian di atas.


Bahwa semua yang kita pahami dari Al Quran yang menggambarkan enam langit (selain langit dunia) itu, ialah identik dengan langit dunia dan tersusun bersamanya sebagai kesatuan (grup) tujuh langit, sebagaimana firman Allah:

Artinya: "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang, maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang" (QS. 67 : 3);

Artinya: "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?; Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita" (QS. 71 : 15-16).
Jelas dari kedua ayat terakhir ini bahwa tujuh langit, termasuk langit dunia, tersusun dalam satu grup local (kesatuan), bagian luar menutupi bagian dalamnya - kalau tidak demikian - semua yang ada di langit dunia akan jatuh pada langit-langit yang lain, jadi bulan dan matahari – keduanya dari anggota "super galaksi langit dunia" akan jatuh tersebar di antara enam langit yang lain.

Dengan demikian, jelas bahwa Al Quran menegaskan hakikat tujuh langit identik satu sama lain, bagian luar menutupi bagian dalamnya, dan semua langit tersebut berbeda dari langit neubela pertama pada awal penciptaan alam semesta.

Maka, jika sains - pada saatnya nanti - telah mampu menjangkau dan mengukur skala luas langit pertama yang hingga saat ini baru mencapai luas 24 Biliun tahun cahaya, atau baru seper sepuluh (1/ 10) dari seluruh luas langit pertama yang mereka (pakar astronomi) prediksikan maka saat itulah - Wallahua'lam - mereka telah mendekati kepada ukuran dimensi "Kursi Allah".
Ada satu hal yang sedikit menggembirakan bagi para pemerhati astronomi dari sumber Majalah Sains bahwa pada tahun 2019 nanti, akan hadir di bumi ini sebuah teleskop radio terbesar di dunia bernama "Squar Kilometre Array (SKA)". Kapasitasnya mencapai 50 kali lebih besar dari pada teleskop yang ada saat ini (The Gemini South Telescope), yang diproyeksikan terdiri dari 3000 antena yang membentang pada zona sepanjang 5500 Km.
Semua informasi yang diterima teleskop masa depan ini akan ditransfer dengan kecepatan 100 TB per-detik, selanjutnya akan diproses di sebuah "supercomputer" yang mampu bekerja dengan kecepatan 1 juta juta juta MB/ detik, atau 1 Exabyte. Mudah-mudahan dengan kehadiran proyek SKA ini nanti akan lebih mampu mengungkap fakta alam semesta semakin luas.

Dengan demikian, nampaknya sains ilmu pengetahuan masih harus menunggu waktu yang relatif lama untuk dapat mengukur luas langit pertama, kemudian berusaha mengidentifikasi enam langit yang lain plus bumi dan selanjutnya mengetahui luas riil "Kursi Allah".

Tiada ulasan: