Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Saya katakan (dan semoga Tuhan menjadi penolong
saya) : Ketahuilah, bahwa ilmu-ilmu Sufi adalah ilmu-ilmu mengenai
keadaan-keadaan ruhani, dan bahwa keadaan-keadaan ini merupakan warisan dari
tindakan-tindakan, dan hanya dialami oleh orang-orang yang tindakan-tindakannya
benar. Nah, langkah pertama menuju perbuatan yang bernar adalah mengetahui
ilmu-ilmu yang menyangkut masalah itu, yaitu peraturan-peraturan yang sah yang
terdiri atas prinsip-prinsip hukum (fiqh) yang mengatur cara-cara salat,
berpuasa dan tugas-tugas keagamaan lainnya, juga mengetahui ilmu-ilmu sosial
yang mengatur perkawinan, perceraian, transaksi-transaksi dagang, dan
masalah-masalah lain yang mempengaruhi kehidupan manusia, yang oleh Tuhan telah
ditetapkan dan ditentukan sebagai hal-hal yang diwajibkan. Semua itu merupakan
ilmu-ilmu yang bisa didapatkan dengan jalan mempelajarinya; dan sudah menjadi
kewajiban manusia untuk berusaha mencari ilmu ini dan aturan-aturannya, sepanja
g dia mampu mencari hingga batas kemampuan akalnya sebagai manusia, setelah dia
mendapat dasar yang menyeluruh dalam ilmu agama dan cara-cara memahami
Al-Qur’an, Sunnah serta konsensus para salaf sampai batas memahami doktrin yang
benar dari Muslim Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Jika Tuhann menolongnya memperoleh
pencapaian yang lebih tinggi daripada ini, sehingga dia bisa membuang segala
keraguan pandangan atau pemikiran yang menimpanya, hal itu bagus sekali; tapi,
bahkan jika dia berrpaling dari pemikiran-pemikiran jahat dengan mecari
perlindungan dari kesseluruhan pengetahuan yang dimilkinya, dan menghindari
pandangan yang melawannya dan yang menjauhkannya dari (Tuhan), maka itu
merupakan bagian yang cukup sesuai untuk dirinya, jika memang Tuhan
menghendaki; sebab dia disibukkan dengan pelaksanaan pengetahuannya dan dia
melaksanakan itu menurut apa yang diketahuinya.
Oleh karena itu, yang paling penting adalah bahwa
dia harus tahu mengenai kejahatan-kejahatan jiwa, dan benar-benar mengenal jiwa
itu, pendidikannya, dan penempaan akhlaknya; dia juga harus tahu mengenai
tipu-tipu muslihat musuh dan godaan-godaan dunia ini serta cara-cara untuk
menjauhkan diri darinya. Ilmu ini merupakan ilmu tentang kebijaksanaan
(hikmah). Kalau jiwa itu ditegur dengan sepantasnya, dan kebiasaan-kebiasaannya
diubah, kalau dia diajari tata cara ketuhanan dengan menguasai
anggota-anggotanya dan menjaga jari-jari serta indera-inderanya, maka akan
mudah bagi seseorang untuk mengubah akhlaknya dan memurnikan bagian-bagian
lahirnya, sehingga dia tidak lagi terkungkung dalam urusan-urusannya sendiri
dan menghindar serta mengelakkan diri dari dunia ini. Kalau sudah begitu maka,
orang itu akan bisa mengawasi pikiran-pikirannya dan memurnikan bagian-bagian
lahirnya; dan inilah ilmu ma’rifat itu. Di balik itu adalah ilmu-ilmu pemikiran,
ilmu-ilmu perenungan dan wahyu; semua ilmu ini seluruhnya terdiri atas ilmu
isyarat (isyarah), dan inilah yang merupakan ilmu utama yang dimiliki oleh
orang-orang sufi, yang mereka dapatkan setelah mereka menguasai semua ilmu yang
telah kami sebut sebelum ini. Istilah ‘Isyarat” diberrikan kepada ilmu ini;
karena perenungan yang dinikmati oleh hati, dan wahyu yang diberikan kepada
kesadaran (sirr) tidak dapat diungkapkan secara harfiah; hal itu harus
dipelajari lewat pengalaman nyata akan yang gaib, dan hanya bisa diketahui oleh
orang-orang yang telah mengalami keadaan-keadaan gaib ini serta hidup dalam
keadaan-keadaan itu. Sa’id ibn al-Musayyib meriwayatkan dari Abu Harairah,
bahwa Nabi berkata : “Sesungguhnya, sebagian pengetahuan itu berkenaan dengan
sesuatu yang tersembunyi, yang bisa diketahui oleh mereka yang mengenal Tuhan.
Kalau mereka membicarakan mengenai ilmu itu, maka hanya orang-orang yang tidak
mengindahkan Tuhan saja yang tidak menyetujuinya.” Penuturan berikut adalah
dari Abdul Wahid ibn Zaid : “Aku bertanya kepada al-Hasan mengenai ilmu batin,
dan dia menyahut, aku bertanya kepada Hudzaifah mengenai ilmu batin, dan dia
menyahut, aku bertanya kepada Rasul Allah mengenai ilmu batin, dan dia
menyahut,aku bertanya kepada Jibril megenai ilmu batin, dan dia menyahut, dan
aku bertanya kepada Tuhanmengenai ilmu batin, dan Dia berfirman : “Itu adalah
rahasia dari rahasia Ku; Aku menanamkannya di dalam hati hamba-Ku dan tak satu
makhluk-Ku pun yang memahaminya.” Abul Hasan ibn Abi Dzar mengutip puisi
berikut dari Al-Syibli dalm bukunya “Minhaj al-Din :
Ilmu orang-orang Sufi itu tak terrbatas;
Ilmu yang tinggi, mulia suci;
Di dalamnya hari para syekh tenggelam dalam-dalam,
Dan manusia yang andai, menghargainya dengan tanda
itu.
Nah, setiap tingkatan itu ada awal dan akhirnya; dan
di antara yang dua itu ada berbagai keadaan. Setiap tingkatan ada ilmunya
sendiri, dan setiap keadaan itu ada isyaratnya sendiri. Dalam setiap tingkatan,
ada satu penegasan dan satu sangkalan; tapi tidak semua yang disangkal di dalam
satu tingkatan itu disangkal pula di dalam tingkatan yang sebelumnya; begitu
pula, tidak semua yang ditegaskan di dalam satu tingkatan akan di tegaskan di
dalam tingkatan sesudahnya. Ini sesuai dengan perkataan Nabi : “Jika seseorang
tidak memiliki keimanan, maka dia tidak memiliki iman.” Ini menunjuk pada iman
dari keimanan itu, bukan iman dari kepercayaan keagamaan. Nah, oarng-orang yang
ditegus ini merasakan hal ini, sebab mereka telah berada dalam tingkatan
keimanan atau telah melewati tingkatan itu; Nabi memahami keadaan jiwa mereka,
maka Beliau menjelaskan diri Beliau kepada mereka. Nah, jika orang yang sedang
berbicara itu tidak mengindahkan keadaan kejiwaan para pendengarnya, tapi hanya
menguraikan secara terperinci ssuatu tingkatan yang menegaskan dan menyangkal,
maka ada kemungkinan bahwa di antara para pendengarnya ada orang yang belum
pernah berada dalam tingkatan itu; apa yang disangkalnya bisa jadi telah
ditegaaskan di dalam tingkatan pendengar itu, shinga dia akan beranggapan bahwa
pembicaran itu telah menyangkal suatu yang oleh pengetahuan ditegaskan; dan
bahwa dia kalau tidak berbuat suatu kesalahan, telah jatuh ke dalam bid’ah,
atau bahkan telah terelempar ke dalam kekafiran. Karena adanya peristiwa
seperti itu, maka tokoh-tokoh Sufi mencari ungkapan-ungkapan teknis untuk
ilmu-ilmu mereka, yang mereka pahami dalam lingkungan mereka sendiri;
ungkapan-ungkapan itu mereka gunakan sebagai kode, yang akan bisa dimengerti
oleh sesama Sufi, tapi tidak bisa dimengerti oleh pendengar mana pun yang belum
pernah berada dalam tingkatan yang sama. Karenanya, pendengar itu akan
melakukan salah satu dari kedua hal berikut : Dia menganggap baik pembicara itu
dan menerimanya serta menyalahkan dirinya sendiri karena kekurang-mengertiannya
sehingga dia tidak sanggup menangkap maksud pembicara itu; atau dia menganggap
buruk pembicara itu, menganggapnya gila dan menganggap apa yang dikatakannya
merupakan ocehan sinting, dan bahkan jika pembicara itu memang hanya mengoceh
saja, hal itu masih lebih baik daripada kalau dia menolak dan menyangkal
kebenaran.
Seorang ahli ilmu kalam
berkata kepada Abul Abbas ibn Atha : “Ada apa dengan kamu semua,orang-oran
Sufi? Kamu semua telah membuat ungkapan-ungkapan yang kamu gunakan untuk
memohon kepada para pendengarmu dengan cara berbicara yang begitu aneh, dan
kamu meninggalkan caa berbicara yang biasa. Bukankah ini tidak lain ditujukan
untuk mendatangkan kekacauan, atau menyembunyikan sebuah doktrin yang keji?
Abul-Abbas menyahut : “Kami melakukan ini hanya karena kami waspada terhadap
Dia, dan kaerna kekuasaan-Nya atas kami, sehingga yang lain-lain tidak akan
dapat mencicipi (kegembiraan yang dingkapkan dengan) (istilah-istilah) ini.”
Lalu dia mulai menyitir puisi sebagai berikut :
Inilah hal kterrbaik yang pernah diwahyukan oleh
Allah;
Dan kami ungkapkan, tapi pada kami sendiri tetap
tersembunyi;
Satu kebenaran yang menyingsing yang, bagai si
pecinta, diuacpkan dari bibir ke bibir.
Dalam cahanya sendiri, ku bungkus dia rapat;
Dan ku sembunyikan, kalau-kalau ada orang yang tak
mengenal kedalamannya.
Membukanya, dan dengan ungkapan-ungkapan kasa
membuang;
Keindahan kejiwaannya; atau, orang yang tak pandai
Memahaminya, tidak, tan sampai sepenuhnya,
Akan dibawanya itu dengan tangannya, dan
diumumkannya;
Dan kebodohan akan menyebar karena tipuannya;
Dan pengetahuan akan hilang selamanya, dan
keindahannya;
Akan lenyap; jejaknya terkubur dalam pasir yang
mengalir.
Puisi yang berikut ditukan untuk orang yang sama :
Kala orang awam menanyai kai;
Kami menjawab mereka dengan tanda-tanda rahasia;
Serta teka-teki gelap, sebab lidah manusia itu..
Tidak mampu mengungkapkan kebenaran yang begitu
tinggi,
yang jangkauannya..
Melewati ukuran manusia ; tapi hatiku..
Telah mengenalnya, dan mengenal kegairahannya..
Yang menggetarkan dan mengisi tubuhku,
Setiap bagian..
Tanpa melihat engkau, perasaan gaib ini menangkap
Seni berbicara yang asasi, sebagai orang yang tahu..
Menaklukan dan membungkam musuh yang ummi.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan