Catatan Popular

Selasa, 2 Februari 2016

ABU HAFSHIN SI TUKANG BESI , INILAH KISAHNYA



Abu Hafs Amr ibnu Salamah al-Haddad adalah seorang tukang pandai besi di Nisyabur. Ia pergi ke Baghdad dan bertemu dengan Junaid Al Baghdadi  yang mengagumi ketaatannya. Ia juga bertemu dengan Abu bakar As-Syibli dan para sufi mazhab Baghdad lainnya.
Kemudian ia kembali lagi ke Nisyabur, melanjutkan pekerjaannya sebagai tukang Pandi Besi, dan meninggal dunia di sana pada 265 H / 879 M.
Sebagai seorang lelaki muda Abu Hafs pernah jatuh cinta pada seorang gadis pelayan. Begitu tergila-gilanya Abu Hafs pada gadis itu, sampai-sampai setiap hari ia selalu gelisah.
Teman-temannya berkata padanya, “Ada seorang dukun Yahudi tinggal di pinggiran Kota Nisyabur. Ia akan bisa membantumu.”
Abu Hafs pergi menemui dukun Yahudi yang dimaksud dan menjelaskan masalahnya.
Si dukun Yahudi itu menasihati, “Selama 40 hari, engkau tidak boleh shalat, atau mematuhi semua perintah Tuhan dengan cara apapun, atau melakukan perbuatan baik, sekecil apapun. Janganlah pernah menyebut nama Tuhan, atau berniat baik, apapun niat itu, setelah itu aku akan membantumu dengan sihir untuk mewujudkan keinginanmu.”
Selama 40 hari Abu Hafs melakukan apa yang diperintahkan oleh si dukun, kemudian si dukun memberikan jimat, tapi tak membawa hasil seperti yang diharapkan.
“Pastilah sesuatu yang baik telah terwujud melaluimu,” kata si dukun Yahudi, “Kalau tidak, aku yakin keinginanmu pasti terwujud.”
“Aku tidak melakukan apa-apa,” kata Abu Hafs berusaha meyakinkan. “Satu-satunya hal yang aku lakukan adalah ketika aku menuju ke sini, aku menendang sebongkah batu keluar dari jalan agar tidak ada orang yang tersandung olehnya.”
“Jangan main-main di hadapan Tuhan,” kata si Yahudi, “Yang perintahNya telah kau abaikan selama 40 hari dan yang dengan kemahapemurahanNya tidak menyia-nyiakan bahkan perbuatan baik sekecil apapun yang engkau lakukan.”
Kata-kata ini serasa membakar hati Abu Hafs. Begitu kuatnya pengaruh kata-kata si Yahudi itu, sehingga ia meninggalkan gaya hidupnya yang telah ia jalani selama ini.
Abu Hafs tetap menjalankan profesinya sebagai pandai besi, menyembunyikan keajaiban yang telah ia alami. Setiap hari ia mendapat satu dinar. Malam harinya ia menyedekahkan seluruh penghasilannya kepada fakir miskin, dan meletakkan wang itu di depan pintu rumah para janda secara sembunyi-sembunyi.
Lalu pada saat malam tiba, ia mengemis, dan berbuka puasa dengan hasil mengemisnya. Terkadang ia mengumpulkan sisa-sisa bawang perai di tempat cuci umum, di mana orang-orang biasa mencuci bahan makanan mereka, dan membuat makanan dari sisa-sisa ini.
Dengan tangan telanjang ia mengambil besi panas dari dalam tungku. Ia menempatkan besi itu di tempat penempaan. Anak buahnya bersiap untuk menempanya. Mereka kemudian melihat Abu Hafs menempa besi panas itu dengan tangannya.
“Tuan, apa-apaan ini?” pekik mereka.
“Ayo tempa! Perintahnya pada para pekerjanya.
“Tuan, apa yang harus kami tempa?” Tanya mereka. “Besi ini telah jadi.”
Abu Hafs baru sadar, ia melihat besi panas di tangannya dan mendengar suara anak buahnya, “Besinya telah rapi, apa yang harus kami tempa?”
Abu Hafs segera melepaskan besi panas itu dari genggamannya, kemudian ia meninggalkan tempat usahanya.
“Sudah sejak lama aku ingin dengan sengaja berhenti dari pekerjaan ini, namun aku tidak boleh, sampai kejadian ini menimpaku dan merenggutku secara paksa dari diriku sendiri.
Dulu, walaupun aku terus berusaha untuk meninggalkan pekerjaan ini, namun aku tidak boleh, sampai pekerjaan ini meninggalkanku.
Setelah kejadian itu, ia menjalankan disiplin diri yang sangat keras, dan melakukan meditasi dalam kehidupan terasing.
Suatu saat ia berniat haji. Tapi ia  seorang yang buta huruf dan tidak bisa berbahasa arab.
Saat ia tiba di Baghdad, murid-murid Junaid berbisik-bisik satu sama lain, “Sungguh memalukan, syekhnya para syekh Khurasan buta huruf dan membutuhkan penerjemah bahasa Arab.”
Junaid mengutus murid-muridnya untuk menyambut kedatangan Abu hafs. Abu Hafs tahu apa yang difikirkan oleh murid-murid Junaid.
Tiba-tiba ia mulai berbicara dalam bahasa Arab, begitu fasih, sampai-sampai orang-orang takjub mendengarnya.

Tiada ulasan: