Abu Hafshin
menanamkan rasa hormat dan disiplin ke dalam diri sahabat-sahabatnya. Tak
seorang pun di antara murid-muridnya yang berani duduk di depannya dan menatap
matanya. Di depannya mereka selalu berdiri dan tidak akan duduk sebelum
dipersilahkan. Abu Hafshin sendiri duduk di antara mereka bagaikan seorang
sultan.
Melihat hai
ini Junaid menegurnya: "Engkau mengajari sahabat-sahabatmu tingkah laku
seperti menghadap sultan".
"Engkau
hanya melihat apa yang terlihat, tetapi bukankah dari alamat surat saja kita
dapat menduga apa yang tertulis di dalamnya?" jawab Abu Hafshin.
Setelah itu,
Abu Hafshin melanjutkan: "Suruhlah sahabat-sahabatmu memasak kaldu dan
halwa".
Junaid lalu
menyuruh seorang muridnya memasak kaldu dan halwa. Setelah selesai, Abu Hafshin
berkata:
"Panggillah
seorang kuli dan letakkan makanan ini ke atas kepalanya. Kemudian suruh ia
berjalan sambil membawa makanan ini sampai ia letih dan tak sanggup melanjutkan
perjalanan. Di depan rumah siapa pun ia berhenti, suruh ia memanggil si empunya
rumah. Dan siapa saja yang membuka pintu, ia berikan saja kaldu dan halwa ini
kepadanya".
Si kuli
mematuhi segala perintah ini. Ia pun berjalan sampai kelelahan dan tak sanggup
lagi meneruskannya. Makanan-makanan itu diletakkannya di depan sebuah rumah,
kemudian ia memanggil penghuni rumah itu. Ternyata pemilik rumah itu adalah
seorang lelaki yang telah tua, ia menyahut:
"Jika
engkau membawa kaldu dan halwa, barulah kubukakan pintu".
"Aku
membawa kaldu dan halwa", jawab si kuli. "Masuklah", lelaki itu
mempersilahkan setelah membukakan pintu.
"Aku
sangat heran", belakangan si kuli mengisahkan kejadian itu. "Aku
bertanya kepada lelaki tua itu, 'Apakah yang telah terjadi? Bagaimana engkau
bisa tahu bahwa aku membawa kaldu dan halwa?'. Orang tua itu menjawab, 'Ketika
aku sedang berdoa tadi malam, teringat olehku bahwa anak-anakku sudah lama
meminta kaldu dan halwa kepadaku. Aku tahu bahwa doaku tadi malam tidaklah
percuma".
Tiada ulasan:
Catat Ulasan