Catatan Popular

Sabtu, 23 Disember 2017

KITAB RISALAH AL QUSYAIRI BAB 2 TERMINOLOGI TASAWWUF (TENTANG QABDH DAN BASTH)



oleh al-Faqih ila-Llah Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi

4. QABDH DAN BASTH

Kedua istilah ini merupakan kondisi ruhani setelah seseorang hamba menahapi tingkah laku al-Khauf dan ar-Raja’. Al-Qabdh di mata seorang arif sama kedudukannya dengan tahap al-Khauf di mata pemula. Sedangkan al-Basth, setara kedudukannya dengan a-Raja’ di mana pemula yang mencari jalan kepada Allah swt.

Perbedaan antara Qabdh, Khauf, Basth dan Raja’

Al-Khauf : Muncul dari sesuatu di masa depan, terkadang takut kehilangan sang kekasih, atau datangnya sesuatu yang ditakuti.

Ar-Raja’ : Membayangkan sang kekasih di masa depan atau sesuatu yang ditampakkan akan hilangnya yang ditakuti, serta yang dibenci, bagi mereka yang pemula (dalam dunia Sufi).

Al-Qabdh : Tahap ruhani yang maknanya yang dihasilkan dalam waktu seketika, begitu juga al-Basth.

Orang yang mempunyia khauf dan raja’,  hatinya bergantung dalam dua kondisi waktu di depannya. Sedangkan yang memiliki qabdh dan basth, waktunya diambil oleh yang mengalahkan dalam kekinian. Hanya saja predikatnya terpaut dalam qabdh dab bats menurut keterpaduan ihwal mereka. Dari segi yang datang, qabdh menjadi keharusan, namun menetapi sesuatu yang lain, karena tak terpenuhi. Dan ddari segi yang tergenggam (al-maqbudh), tidak ada jalan selain dominsai pendatang di dalam dirinya. Karena diambil secara keseluruhan dari pihak pendatang tersebut.

Demikian pula yang dileluasakan  (al-mabsuth), Kadang-kadang di dalamnya ada basth yang membuat sang makhluk menjadi luas, sehingga tidak takut terhadap segala hal. Ia menjadi mambsuth, tiada sesuatu pun  berpengaruh di dalamnya, dari satu ihwal ke ihwal lain.

Saya mendengar Syeikh Abu ali al-Daqqaq r.a. berkata : “Sebagian orang memasuki tempat Abu Bakr al-Qihthy. Di sana ada seorarng anak sedang bermain sebagaimana permainan anak-anak muda lainnya (yang bisa merusak hatinya). Orang-orang itu melewati tempat anak tersebut, dan tampaknya ia tenggelam dalam permainan dengan teman-temannya. Mereka merasa ibi kepada al-Qihthy, serayaa berkata, ‘Kasihan Syeikh, bagaimana digoda oleh anak-anak jelek itu? Ketika mereka memasuki rumah al-Qihthy, ia menemuinya seakan-akan tak ada berita sedikit pun soal mainan-mainan itu, lalu mereka pun heran. Mereka berkata. ‘Anda menebus orang yang tidak dapat dipengaruhi puncak-puncak bukit?’ Al-Qihthy menjawab : “Sesungguhnya kami telah dibebaskan dari belenggu segala hal dalam azali.” (artinya, ia telah tenggelam dalam keparipurnaan ubudiyah kepada Allah swt. sehingga tidak ada yang berpengaruh selain Allah swt.)

Kewajiban terendah dalam qabdh, adanya subyek dalam hatinya yang mengharuskan bentuk isyarat cacat pada diri, atau adanya rumus yang di dalamnya seseorang berhak untuk bersopan santun (adab), sehingga dalam kalbunya mendapatkan qabdh.
Terkadang yang datang dalam kalbunya merupakan isyarat untuk mendekat, atau yang diterima merupakan kelembutan dan ketentraman, sehingga kalbu mendapatkan basth. Secara global, wabdh masing-masing pelaku tergantung kualitas basth-nya, begitu juga basth-nya diukur menurut qabdh-nya.

Terkadang sebab musabab qabdh menimbulkan musykil bagi pelakunya. Dalam kalbunya ditemukan qabdh yang tidak dimengerti apa keharusan dan sebabnya. Keharusan yang dijalani pelaku seperti ini alah taslim, sehingga waktu seperti itu berlalu. Sebab jika dicari, justru akan menghalanginya. Atau ia menghadap waktu sebelum jatuh padanya, lewat ikhtiarnya, sehingga berharap wabdh-nya bertambah. Barangkali hal itu tergolong su’ul adab. Jika menyerahkan diri pada hukum waktu, maka dari dekat akan menghilangkan al-qabdh. 

Sesungguhnya Allah swt. berfirman :
“Dan sesungguhnya Allah menyempitkan dan melapangkan, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan,” (Qs. Al-Baqarah : 245).

Terkadang basth datang seketika, tanpa si pelaku tahu sebabnya, sehingga ia pun terkejut. Jalan yang harus ditempuh, jika demikian, ia harus tenang dn menjaga adab. Pada waktu itu, ia sedang mengalami bisikan yang besar. Karena itu, si pelaku harus menghindari makar yang samar di daamnya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh sebagian Sufi, “Telah dibuka padaku, pintu basth, kemudian diriku terguncang hebat, lantas aku pun tertutup dari maqamku.” Karenanya berkatalah mereka, “Bertetaplah apda kelapangan (al-bisath) dan hati-hatilah, berupaya melapangkan.”

Ada ahli hakikat (tahqiq) mengategorikan perilaku qabdh dan basth tergolong sesuatu yang mereka mohonkan perlindungan. Karena keduanya disandarkan pada yang diatasnya berupa tahap kehancuran hamba, sedangkan upaya hamba memasukinya dalam dunia hakikat dapat melahirkan fakir dan bahaya.

Syeikh Al-Junayd berkta : “Al-Khauf dari Allah membuatku tergenggam, Dan ar-Raja’ dari Allah membuatku lapang. Hakikat telah mengumpulkan diriku. Dan Al-Haq memisahkanku. Apabila Dia membuatku tergenggam adalah khauf, Dia menjadikan diriku fana’ dari diriku. Apabila ar-Raja’ melapangkanku, Dia mengembalikan kepadaku. Apabila diriku terintegrasi hakikat, maka Dia menghadirkanku. Apabila aku dipisahkan Al-Haq, aku disaksikan oleh selain diriku, kemudian menutupiku, Allah swt. dalam semua hal itu adalah penggerakku tanpa mengekangku, Dia yang membuatku takut tanpa genmbiraku. Aku dengan kehadiranku, merasakan rasa wujud-ku. Fana’ku datang dari diriku, membuatku nikmat, atau mengabaikan dariku, sehingga aku ringan.

Tiada ulasan: