oleh al-Faqih ila-Llah Abdul
Karim bin Hawazin al-Qusyairi
BAHAGIAN
4 : R E Z E K I
Syeikh Al-Wasithy ditanya soal kufur bagi dan kepda
Allah. Jawabnya : “Kufur dan iman, dunia dan akhirat, dari Allah kepada Allah,
bersama Allah dan bagi Allah. Dari Allah sebagai permulaan dan awal pemunculan,
dan kepada Allah sebagi tempat kembali dan pangkalnya, bersama Allah baqa’ dan
fana’, dan bagi Allah kerajaan dan ciptaan.
Dikaakan oleh Syeikh al-Junayd, bahwa sebagaian ulama
bertanya soal tauhid. Kemudian dijawab oleh al-Junayd : “Tauhid adalah
keyakinan.” “Jelaskan padaku apa tauhid itu? Demikian kata si penanya. “Tauhid
adalah ma’rifat Anda, bahwa segala gerak makhluk dan diamnya merupakan
pekerjaan Allah swt, Dia Maha Esa tidak berkawan. Apabila ada sudah berpadangan
demikian, Anda telah menauhidkan-Nya.” Jawab Junayd.
Seseorang datang kepada Syeikh Dzun Nuun minta didoakan :
“Doakan aku!.” Kata orang tersebut. “Kalau anda benar-benar mantap dalam ilmu
gaib melalui kebenaran tauhid, maka doa pasti dikabulkan. Jika tidak demikian
sesuatu doa tidak mungkin bisa menyelamatkan orang tenggelam.” Jawab Dzun Nuun.
Syeikh Abul Husain an-Nury berkata : “Tauhid adalah
segala bisikan yang mengisyaraktkan kepada Allah, bahwa dia bebas dari campur
tangan unsur keserupaan.”
Sedangkan Syeikh Abu Ali ar-Ridzbary ketika ditanya soal
tauhid, menjelaskan : “Tauhid adalah istiqamah kalbu dengan penetapan terhadap
suatu pemisahan pada penyimpangan dan pengingkaran terhadap keserupaan. Tauhid
melebur dalam satu kalimat, yaitu : Setiap yang tergambar oleh khayal dan
pikiran, maka Allah swt pasti berbeda dengan khayalan dan pikiran itu.” Karena
firman Allah swt. “
“Tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya, dan Dia
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Qs. Asy-Syuura : 11).
Syeikh Abul Qasim an-nahr Abadzy berkata : “Surga
abadi dengan keabadian yang diabadikan-Nya, ingatan-Nya keapdamu, rahmat dan
mahabbah-Nya kepadamu, abadi dengan keabadian-Nya, dua hal yang berbeda,
sesuatu yang abadi karena abadi-Nya, dan sesuatu yang abadi karena diabadikan
oleh-Nya.
Syeikh Ahlul Haq berkata : “Sifat-sifat Dzat Yang
Qadim abadi karena badi-Nya, berbeda dengan ucapan oleh mereka yang bukan ahlul
Haq.
Syeikh Nashr Abadzy menandaskan : “Anda bersimpang
siur antara sifat-sifat (fi’l) dengan sifat-sifat Dzat. Keduanya adalah sifat
Allah swt. secara esensial. Apa bila Anda terpancang pada tahap pisah
(tafriqah), maka Anda diintegrasi oleh sifat fi’l. Jika Anda sampai apda tahap
al-ja’u Anda akan terintegrasi oleh sifat-sifat Dzat-Nya.
Sang Syeikh Imam Bau Ishaq al-Isfirayainy r.a.
mengatakan : “Ketika aku datang dari Baghdad. Aku belajar di masjid
Naisabur perihal ruh. Aku menjelaskan
secara gamblang bahwa ruh adalah makhluk.
Sementara Syeikh Abul Qasim Abadzy duduk
berjauhan dengan kamimendengarkan pembicaraanku. Hingga berlalu beberapa hari,
kemudian ia mengatakan kepada Muhammad al-Farra’, ‘Aku bersaksi sesungguhnya
kau seorang Muslim baru di tangan laki-laki ini,’ katanya sambil menunjuk ke
arahku.”
Dikisahkan tentang Syeikh Yahya bin Mu’adz, bahwa
seseorang telah berkata kepadanya : “Tolong beritahu aku mengenai Allah swt?”
Yahya menjawab : “Tuhan Yang Esa”. Lalu dikatakan kepada Yahya : “Bagaimana
Dia?” “Dia Raja Yang Maha Kuasa”. Jawab Yahya. Orang itu kembali beretanya :
“Di mana Dia?” “Dia benar-benar mengawai.” Jawabnya. “Aku tidak bertanya
tentang ini.” Tandas si penanya. Maka Yahya menjawab : “Tidak ada lagi selain
itu.”
Ibnu Syahin bertanya pada al-Junayd tentang makna :
ma’a. Junayd menjawab, bahwa ma’a mengandung dua makna : ma’al an-biyaa’
(beserta para Nabi), mengandung arti pertolongan dan penjagaan.
Sebagaimana
firman Allah swt. :
Sesungguhnya Aku bersama kalian berdua, Aku mendengar
dan melihat.” (Qs.Thaaha :46).
Dan makna ma’a secara umum sebagai predikat ilmu dan
liputan. Allah swt. berfirman :
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang,
melainkan Dialah yang keempat.” (Qs. Al-Mujaadilah : &).
Ibnu Syahin berkomentar : “Orang seperti Anda
benar-benar layak untuk menyampaikan petunjuk kepada ummat, mengenai Allah
swt.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan