Catatan Popular

Sabtu, 23 Disember 2017

KITAB RISALAH AL QUSYAIRI BAB I PRINSIP-PRINSIP TAUHID DALAM PANDANGAN KAUM SUFI (MUKADIMMAH)



oleh al-Faqih ila-Llah Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi

BismiLLahir RahmaanirRahiim.

Segala puji bagi Allah Yang Maha Tunggal dengan Keagungan Diraja-Nya, dan Maha Esa dengan Keindahan Kekuasaan-Nya, Perkasa dengan Keluhuran Ahadiyah-Nya, Maha Suci dengan Ketinggian Shamadiyah-Nya. Maha Besar dalam Dzat-Nya dari segala cakrawala setiap yang memandang-Nya, dan bersih dalam Sifat-sifat-Nya dari segala bentuk dan proyeksi.
Bagi-Nya, Segala Sifat-sifat yang khusus bagi Diri-Nya, dan ayat ayat yang terucap, bahwasanya sifat dan ucapan itu tidak sama dengan makhluk-Nya.
Maha Suci Allah Yang Perkasa. Tak ada batas untuk meraih-Nya, dan ayat-ayat yang terucap, bahwa sanya sifat dan ucapan itu tidak sama dengan makhluk-Nya.
Maha Suci Allah Yang Perkasa. Tak ada batas untuk meraih-Nya, tak ada bilangan untuk mengukur-Nya, tak ada jarak untuk membatasi-Nya, dan tak seorang pun memberi pertolongan pada-Nya, tak ada seorang anak yang memberi syafaat pada-Nya, tak ada bilangan untuk mengumpulkan-Nya, tak ada tempat untuk tinggal-Nya, tak ada waktu yang menemukan-Nya, tak ada kepahaman untuk mengukur-Nya dan tak ada khayalan untuk memproyeksikan-Nya.
Maha Luhur Allah untuk ditanyakan : Bagaimana Dia? Atau, di mana Dia? Atau ciptaan-Nya diupayakan oleh periasan, atau kreasi-Nya dipertaruhkan dari kekurangan dan keburukan. Sebab bagi-Nya, tak satu pun yang menyamai-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Mahamengetahui. Dia tidak dikalahkan oelh kehidupan, dan Dia Maha Waspada lagi Maha Kuasa.
Saya memuji-Nya atas segala yang didelegasikan dan diciptakan. Dan saya bersyukur atas apa yang terangkum dalam genggaman dan tertolak, saya bertawakal kepada-Nya dan saya menerima, saya ridha terhadap apa yang telah diberikan dan apa yang tidak diberikan.
Saya berssaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dengan Keesaan-Nya. Tak ada sekutu bagi-Nya. Suatu kesaksian yang diyakini lewat tauhid kepada-Nya, dan berjalan melalui kebajikan Abadi-Nya.
Dan saya bersaksi bahwa Muhammad saw. adalah hamba-Nya yang terpilih dan menjadi kepercayaan-Nya yang terpilih, menjadi Rasul-Nya yang diutus untuk seluruh ummmat manusia. Semoga, senantiasa Allah mencurahkan rakhmat-Nya kepadanya, dan kepada seluruh keluarganya yang menjadi lampu penerang tak kunjung padam. Begitu juga kepada para sahabatnya yang menjadi pintu-pintu pembuka hidayat. Semoga salam-Nya senantiasa tercurah, dalam yang berlipat ganda banyaknya.

Kitab ini ditulis oleh al-Faqih ila-Llah, Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi untuk para jamaah Sufi di negeri-negeri Islam, pada tahun 437 H. Yang bertepatan Tahun 1045 M.

1.  GOLONGAN  SUFI

Allah telh menjadikan golongan ini sebagai barisan kekasih-kekasih-Nya. Dan Dia telah mengutamakan mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya, setelah pra Rasul dan Nabi-Nya. Semoga Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada mereka. Allah menjadikan hati mereka sebagai sumber rahasia-Nya, dan memberikan keistimewaan di antara para ummat melalui kecemerlangan cahaya-Nya.
Mereka adalah para penolong bagi makhluk. Mereka memerankan tingkah lakunya bersama dan dengan Al-Haq. Allah menjaga mereka di tempat-tempat musyahadah, ketika ditempatkan hakikat-hakikat Ahadiyah-Nya pada mereka. Allah menolong mereka dalam menegakkan adab ubudiyah, dan Allah menempatkan secara nyata kepada mereka jalan-jalan hukum rububiyah.  Lalu mereka menegakkan sesuai dengan kewajiban dan tugas, dan mereka mewujudkan apa yang telah dianugerahkan Allah swt. melalui kreasi dengan segala kejujuran fakir dan sifat leburnya jiwa. Mereka sama sekali tidak mengandalkan apa yang telah dihasilkan itu, sebagai buah amalnya. Atau kejernihan ilmu yang lahir dari tingkah laku, sebagai ilmu mereka. Segalanya dari Keagungan dan Keluhuran Allah swt. Yang berbuat sesuai dengan kehendak-Nya, memilih siapa yang diinginkan-Nya, di antara para hamba. Dia tidak dihukumi oleh makhluk. Pahal-Nya merupakan awal dari fadhal, dan siksa-Nya merupakan hukum keadilan, sedangkan amar-Nya meruppakan qadha’.

2.     MASALAH  KITA

Kemudian, ketahuilah, semua, bahwa ahli-ahli hakikat dari golongan Sufi ini, mayoritas telah tiada, yang tersisa hanya bekasnya, saja. Seperti dikatakan penyair :
Sedangkan kemah-kemah
Sungguh seperti kemah mereka
Aku melihat wanita-wanita yang hidup
Bukanlah wanita kemah itu
Yang terjadi adalah melemahnya tharikat tersebut, bahkan tergusur. Sementara para Syeikh yang membimbing mereka telah berlalu. Generasi muda sangat sedikit yang mengikuti petunjuk dan tradisi mereka. Sehingga hilanglah wara’i, cakrawalanya menjadi sempit, justru sikap tamak dan ikatannya yang menguat. Hati mereka semakin jauh dari citra syariat. Bahkan mereka menganggap remeh dan acuh tak acuh terhadap persoalan agama, sehingga mereka terhempas pada pandangan yang tidak memisahkan halal dan haram.
Selain menganggap enteng dalam melaksanakan ibadat, mereka juga meremehkan puasa dan shalat. Mereka terjerumus dalam medan kealpaan, menacapkan tonggak-tonggak syahwat, tanpa peduli menerjang larangan-larangan. Mereka bangga atas apa yang mereka peroleh dari rakyat, wanita-wanita dan orang-orang yang memiliki kekuasaan.
Kemudian mereka membiarkan apa yang telah mereka langgar itu. Sehingga mereka mengisyaratkan pada hakiat-hakikat tertinggi dengan ihwalnya, lalu mengaku bahwa mereka telah bebas dan merdeka dari belenggu, mereka telah mewujudkan hakikat bertemu dengan Allah swt. (wasilah). Dan mereka merasa bahwa dirinya telah berdiri di atas kebenaran, dengan aturan-aturan hukum sendiri. Allah swt. tidak lagi memberi beban pada diri mereka. Hal-hal yang diutamakan atau dilarang-Nya, begitupun Allah tidak mencaci dan mengecam mereka. Mereka menyangka ketika dibukakan rahasia-rahasia Ahadiyah dan bertransenden kepada universalitas, maka segala aturan manusia bisa tidak berlaku. Mereke menganggap telah abadi setelah melampaui fana’nya melalui cahaya-cahaya Shamadiyah. Orang yang mempunyai pendapat berbeda dengan mereka, dianggap bukan sebanding atau setahap dengan mereka. Orang yang ingin mengganti pandangan merreka malah dianggap sebagai golongan yang harus disingkirkan di mata mereka.

3..     MOTIVASI  PENULIS  RISALAH  INI

Di saat cobaan panjang melanda kita dewasa ini – secara sepintas kita melihat kisah tersebut – saya sangat terdorong untuk membeberkan kemungkaran mereka dengan tharikat seperti itu, bahwa para pengikutnya telah berbuat keburukan, atau orang yang berbeda dengan mereka selalu di caci, bahkan suatu bencana di negeri ini menimpa orang-orang yang kontra dengan tharikat mereka, disamping mendapatkan ancaman dan siksaan.
Ketika saya renungkan secara mendalam atas bencana kelemahan ini, ingin rasanya membongkar dan mengikis habis pandangan mereka itu. Semoga Allah memberikan kedemaan melalui Maha Lembut-Nya dalam menggugah orang yang mengingkari sunnah yang luhur, yang telah menelantarkan etika tharikat yang hakiki.
Ketika waktu yang tersisa hanya dipenuhi dengan kesulitan, sementara generasi zaman di negeri ini telah terseret pada kebiasaannya, terbujuk oleh kemurtadannya, tiba-tiba hasrat saya menghentak dalam kalbu untuk meluruskan secara total dengan dasar-dasar yang perlu di bangun, dan kembali pada generasi Salafnya. Kemudian saya tuangkan Risalah ini pada Anda sekalian (Semoga Allah memberikan kemuliaan kepada Anda). Saya juga menguraikan sebagian perjalanan para syeikh tharikat ini, adab dan akhlak mereka, pekerjaan dan akidah dalam kalbunya. Serta isyarat-isyarat kerinduan mereka, metode dalam menapaki tahap-tahap dari awal hingga puncaknya, agar orang yang hendak menempuh (al-murid) tharikat ini memiliki kekuatan hati. Dan untuk saya, dari anda sekalian mengaharpkan adanya suatu koreksi, sebagai kesaksian. Tentu saja, keluhan ini merupakan hiburan bagi saya. Dan dari Allah Yang Maha Mulia kita mendapatkan fadhal dan pahala. Saya memohon pertolongan kepada Allah swt. terhadap apa yang saya tuturkan, dan saya senantiasa menyerahkan semuanya kepada-Nya. Saya memohon agar dijaga dari kekeliruan dalam Risalah ini, serta memohon ampunan dan pertolongan-Nya. Dia-lah Yang memberi fadhal secara layak, dan Kuasa terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya.
Beliau Wafat pada 438 H. / 1046 M.
Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy


BAB I. PRINSIP-PRINSIP TAUHID DALAM PANDANGAN KAUM SUFI

Ketahuilah, para syeikh golongan Sufi telah membangun kaidah-kaidah mereka di atas prinsip tauhid yang shalih.
Mereka telah membuat kaidah ini jauh dari bid’ah, relevan dengan ajaran tauhid yang telah diwariskan oleh generasi Salaf dan Ahi Sunnah.
Tak ada penyimpangan di dalamnya. Mereka mengetahui yang menjadi Hak Allah, dan mereka telah membuktikan hal-hal yang menjadi predikat Wujud, dari segala yang tiada.
Karena itu Syeikh al-Junaydal Baghdadi r.a. pemuka tharikat ini berkata : “Tauhid adalah menunggalkan Yang Maha Dahulu (qadim) dari yang datang kemudian (huduts).
Para Syeikh itu membangun aturan dasar tauhid dengan perbahasan yang jelas dan bukti yang layak.
Sebagaimana dikatakan Ahmad bin Muhammad al-Jurairy r.a. “Siapa yang berpijak pada ilmu tauhid yang tidak didasari oleh pembuktian dari bukti perbahasannya, akan disirnakan oleh bujuk yang mendahului dalam hasrat kebinasaan.”
Makasud Syeikh ini, barang siapa bertaklid dan tidak merenungkan dalil-dalil/bukti tauhid, ia gugur dari tradisi yang menyelamatkannya.
Ia akan terjerumus dalam jurang kehancuran. Sementara orang yang mau merenungkan tulisan dan keunggulan kalimat-kalimat mereka; ia akan menemukan kumpulan ucapan dan rinciannya yang memberikan kekuatan kontemplatif; bahwa sanya kalangan mana pun tidak  bisa  membatasi diri lewat angan –angan dalam  pembuktian, dan  tidak memasuki tahapan pencarian secara menyimpang.

Tiada ulasan: