oleh al-Faqih ila-Llah Abdul
Karim bin Hawazin al-Qusyairi
BismiLLahir RahmaanirRahiim.
Segala puji bagi Allah Yang Maha Tunggal dengan
Keagungan Diraja-Nya, dan Maha Esa dengan Keindahan Kekuasaan-Nya, Perkasa
dengan Keluhuran Ahadiyah-Nya, Maha Suci dengan Ketinggian Shamadiyah-Nya. Maha
Besar dalam Dzat-Nya dari segala cakrawala setiap yang memandang-Nya, dan
bersih dalam Sifat-sifat-Nya dari segala bentuk dan proyeksi.
Bagi-Nya, Segala Sifat-sifat yang khusus bagi
Diri-Nya, dan ayat ayat yang terucap, bahwasanya sifat dan ucapan itu tidak
sama dengan makhluk-Nya.
Maha Suci Allah Yang Perkasa. Tak ada batas untuk
meraih-Nya, dan ayat-ayat yang terucap, bahwa sanya sifat dan ucapan itu tidak
sama dengan makhluk-Nya.
Maha Suci Allah Yang Perkasa. Tak ada batas untuk
meraih-Nya, tak ada bilangan untuk mengukur-Nya, tak ada jarak untuk
membatasi-Nya, dan tak seorang pun memberi pertolongan pada-Nya, tak ada
seorang anak yang memberi syafaat pada-Nya, tak ada bilangan untuk
mengumpulkan-Nya, tak ada tempat untuk tinggal-Nya, tak ada waktu yang
menemukan-Nya, tak ada kepahaman untuk mengukur-Nya dan tak ada khayalan untuk
memproyeksikan-Nya.
Maha Luhur Allah untuk ditanyakan : Bagaimana Dia?
Atau, di mana Dia? Atau ciptaan-Nya diupayakan oleh periasan, atau kreasi-Nya
dipertaruhkan dari kekurangan dan keburukan. Sebab bagi-Nya, tak satu pun yang
menyamai-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Mahamengetahui. Dia tidak dikalahkan
oelh kehidupan, dan Dia Maha Waspada lagi Maha Kuasa.
Saya memuji-Nya atas segala yang didelegasikan dan
diciptakan. Dan saya bersyukur atas apa yang terangkum dalam genggaman dan
tertolak, saya bertawakal kepada-Nya dan saya menerima, saya ridha terhadap apa
yang telah diberikan dan apa yang tidak diberikan.
Saya berssaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dengan
Keesaan-Nya. Tak ada sekutu bagi-Nya. Suatu kesaksian yang diyakini lewat
tauhid kepada-Nya, dan berjalan melalui kebajikan Abadi-Nya.
Dan saya bersaksi bahwa Muhammad saw. adalah
hamba-Nya yang terpilih dan menjadi kepercayaan-Nya yang terpilih, menjadi
Rasul-Nya yang diutus untuk seluruh ummmat manusia. Semoga, senantiasa Allah
mencurahkan rakhmat-Nya kepadanya, dan kepada seluruh keluarganya yang menjadi
lampu penerang tak kunjung padam. Begitu juga kepada para sahabatnya yang
menjadi pintu-pintu pembuka hidayat. Semoga salam-Nya senantiasa tercurah,
dalam yang berlipat ganda banyaknya.
Kitab ini ditulis oleh al-Faqih ila-Llah,
Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi untuk para jamaah Sufi di negeri-negeri
Islam, pada tahun 437 H. Yang bertepatan Tahun 1045 M.
1. GOLONGAN
SUFI
Allah telh menjadikan golongan ini sebagai barisan
kekasih-kekasih-Nya. Dan Dia telah mengutamakan mereka di atas seluruh
hamba-hamba-Nya, setelah pra Rasul dan Nabi-Nya. Semoga Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada mereka. Allah menjadikan hati mereka sebagai sumber
rahasia-Nya, dan memberikan keistimewaan di antara para ummat melalui
kecemerlangan cahaya-Nya.
Mereka adalah para penolong bagi makhluk. Mereka
memerankan tingkah lakunya bersama dan dengan Al-Haq. Allah menjaga mereka di
tempat-tempat musyahadah, ketika ditempatkan hakikat-hakikat Ahadiyah-Nya pada
mereka. Allah menolong mereka dalam menegakkan adab ubudiyah, dan Allah
menempatkan secara nyata kepada mereka jalan-jalan hukum rububiyah. Lalu mereka menegakkan sesuai dengan
kewajiban dan tugas, dan mereka mewujudkan apa yang telah dianugerahkan Allah
swt. melalui kreasi dengan segala kejujuran fakir dan sifat leburnya jiwa.
Mereka sama sekali tidak mengandalkan apa yang telah dihasilkan itu, sebagai
buah amalnya. Atau kejernihan ilmu yang lahir dari tingkah laku, sebagai ilmu
mereka. Segalanya dari Keagungan dan Keluhuran Allah swt. Yang berbuat sesuai
dengan kehendak-Nya, memilih siapa yang diinginkan-Nya, di antara para hamba.
Dia tidak dihukumi oleh makhluk. Pahal-Nya merupakan awal dari fadhal, dan
siksa-Nya merupakan hukum keadilan, sedangkan amar-Nya meruppakan qadha’.
2. MASALAH
KITA
Kemudian, ketahuilah, semua, bahwa ahli-ahli hakikat
dari golongan Sufi ini, mayoritas telah tiada, yang tersisa hanya bekasnya,
saja. Seperti dikatakan penyair :
Sedangkan kemah-kemah
Sungguh seperti kemah mereka
Aku melihat wanita-wanita yang hidup
Bukanlah wanita kemah itu
Yang terjadi adalah melemahnya tharikat tersebut,
bahkan tergusur. Sementara para Syeikh yang membimbing mereka telah berlalu.
Generasi muda sangat sedikit yang mengikuti petunjuk dan tradisi mereka. Sehingga
hilanglah wara’i, cakrawalanya menjadi sempit, justru sikap tamak dan ikatannya
yang menguat. Hati mereka semakin jauh dari citra syariat. Bahkan mereka
menganggap remeh dan acuh tak acuh terhadap persoalan agama, sehingga mereka
terhempas pada pandangan yang tidak memisahkan halal dan haram.
Selain menganggap enteng dalam melaksanakan ibadat,
mereka juga meremehkan puasa dan shalat. Mereka terjerumus dalam medan
kealpaan, menacapkan tonggak-tonggak syahwat, tanpa peduli menerjang
larangan-larangan. Mereka bangga atas apa yang mereka peroleh dari rakyat,
wanita-wanita dan orang-orang yang memiliki kekuasaan.
Kemudian mereka membiarkan apa yang telah mereka
langgar itu. Sehingga mereka mengisyaratkan pada hakiat-hakikat tertinggi
dengan ihwalnya, lalu mengaku bahwa mereka telah bebas dan merdeka dari
belenggu, mereka telah mewujudkan hakikat bertemu dengan Allah swt. (wasilah).
Dan mereka merasa bahwa dirinya telah berdiri di atas kebenaran, dengan
aturan-aturan hukum sendiri. Allah swt. tidak lagi memberi beban pada diri
mereka. Hal-hal yang diutamakan atau dilarang-Nya, begitupun Allah tidak
mencaci dan mengecam mereka. Mereka menyangka ketika dibukakan rahasia-rahasia
Ahadiyah dan bertransenden kepada universalitas, maka segala aturan manusia
bisa tidak berlaku. Mereke menganggap telah abadi setelah melampaui fana’nya
melalui cahaya-cahaya Shamadiyah. Orang yang mempunyai pendapat berbeda dengan
mereka, dianggap bukan sebanding atau setahap dengan mereka. Orang yang ingin
mengganti pandangan merreka malah dianggap sebagai golongan yang harus
disingkirkan di mata mereka.
3.. MOTIVASI
PENULIS RISALAH INI
Di saat cobaan panjang melanda kita dewasa ini –
secara sepintas kita melihat kisah tersebut – saya sangat terdorong untuk
membeberkan kemungkaran mereka dengan tharikat seperti itu, bahwa para
pengikutnya telah berbuat keburukan, atau orang yang berbeda dengan mereka
selalu di caci, bahkan suatu bencana di negeri ini menimpa orang-orang yang
kontra dengan tharikat mereka, disamping mendapatkan ancaman dan siksaan.
Ketika saya renungkan secara mendalam atas bencana
kelemahan ini, ingin rasanya membongkar dan mengikis habis pandangan mereka
itu. Semoga Allah memberikan kedemaan melalui Maha Lembut-Nya dalam menggugah
orang yang mengingkari sunnah yang luhur, yang telah menelantarkan etika
tharikat yang hakiki.
Ketika waktu yang tersisa hanya dipenuhi dengan
kesulitan, sementara generasi zaman di negeri ini telah terseret pada
kebiasaannya, terbujuk oleh kemurtadannya, tiba-tiba hasrat saya menghentak dalam
kalbu untuk meluruskan secara total dengan dasar-dasar yang perlu di bangun,
dan kembali pada generasi Salafnya. Kemudian saya tuangkan Risalah ini pada
Anda sekalian (Semoga Allah memberikan kemuliaan kepada Anda). Saya juga
menguraikan sebagian perjalanan para syeikh tharikat ini, adab dan akhlak
mereka, pekerjaan dan akidah dalam kalbunya. Serta isyarat-isyarat kerinduan
mereka, metode dalam menapaki tahap-tahap dari awal hingga puncaknya, agar
orang yang hendak menempuh (al-murid) tharikat ini memiliki kekuatan hati. Dan
untuk saya, dari anda sekalian mengaharpkan adanya suatu koreksi, sebagai
kesaksian. Tentu saja, keluhan ini merupakan hiburan bagi saya. Dan dari Allah
Yang Maha Mulia kita mendapatkan fadhal dan pahala. Saya memohon pertolongan kepada
Allah swt. terhadap apa yang saya tuturkan, dan saya senantiasa menyerahkan
semuanya kepada-Nya. Saya memohon agar dijaga dari kekeliruan dalam Risalah
ini, serta memohon ampunan dan pertolongan-Nya. Dia-lah Yang memberi fadhal
secara layak, dan Kuasa terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya.
Beliau
Wafat pada 438 H. / 1046 M.
Abul
Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy
BAB
I. PRINSIP-PRINSIP
TAUHID DALAM PANDANGAN KAUM SUFI
Ketahuilah, para syeikh golongan Sufi telah membangun
kaidah-kaidah mereka di atas prinsip tauhid yang shalih.
Mereka telah membuat kaidah ini jauh dari bid’ah,
relevan dengan ajaran tauhid yang telah diwariskan oleh generasi Salaf dan Ahi
Sunnah.
Tak ada penyimpangan di dalamnya. Mereka mengetahui
yang menjadi Hak Allah, dan mereka telah membuktikan hal-hal yang menjadi
predikat Wujud, dari segala yang tiada.
Karena itu Syeikh al-Junaydal Baghdadi r.a. pemuka
tharikat ini berkata : “Tauhid adalah
menunggalkan Yang Maha Dahulu (qadim) dari yang datang kemudian (huduts).
Para Syeikh itu membangun aturan dasar tauhid dengan
perbahasan yang jelas dan bukti yang layak.
Sebagaimana dikatakan Ahmad bin Muhammad al-Jurairy
r.a. “Siapa yang berpijak pada ilmu tauhid yang tidak didasari oleh pembuktian
dari bukti perbahasannya, akan disirnakan oleh bujuk yang mendahului dalam
hasrat kebinasaan.”
Makasud Syeikh ini, barang siapa bertaklid dan tidak
merenungkan dalil-dalil/bukti tauhid, ia gugur dari tradisi yang
menyelamatkannya.
Ia akan terjerumus dalam jurang kehancuran. Sementara
orang yang mau merenungkan tulisan dan keunggulan kalimat-kalimat mereka; ia
akan menemukan kumpulan ucapan dan rinciannya yang memberikan kekuatan
kontemplatif; bahwa sanya kalangan mana pun tidak bisa
membatasi diri lewat angan –angan dalam
pembuktian, dan tidak memasuki tahapan
pencarian secara menyimpang.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan