oleh al-Faqih ila-Llah Abdul
Karim bin Hawazin al-Qusyairi
BAHAGIAN 1 MA’RIFATULLAH
Syeikh Abu Bakr asy-Syibly berkata : “Allah adalah
Yang Esa, yang dikenal sebelum ada batas dan huruf. Maha Suci Allah, tidak ada
batasan bagi Dzat-Nya, dan tidak ada huruf bagi Kalam-Nya.”
Syeikh Ruwaym bin Ahmad ditanya mengenai fardhu
pertama, yang difardhukan Allah swt. terhadap makhluk-Nya. Ia berkata :
“Ma’rifat.”
Karena firman Allah swt. : “Aku tidak menciptakan jin manusia kecuali untuk menyembah
kepada-Ku.” (Qs. Adz-Dzariyaat : 56).
Ibnu Abbas’ menafsiri Illa liya’buduun dimaksudkan
adalah Illa liya’rifuuun (kecuali untuk ma’rifat kepada-Ku).
Syeikh Al-Junayd berkata : “Hal hikmah pertama yang
dibutuhkan oleh hamba adalah Ma’rifat makhluk terhadap Khalik, mengenal
Sifat-sifat Pencipta dan yang tercita bagi Sang makhluk merasa hina ketika
dipanggil-Nya dan mengakui kewajiban taat kepada-Nya. Barangsiapa tidak
mengenal Rajanya, maka ia tidak mengakui terhadap raja, kepada siapa
kewajiban-kewajiban harus diberikan.
Syeikh Abu Thayib Maraghy berkata : “Akal mempunyai
bukti, hikmah mempunyai isyarat, dan Ma’rifat mempunyai Syahadat. Akal
menunjukkan, hikmah mengisyaratkan, dan ma’rifat menyaksikan; bahwa sanya
kejernihan ibadat tidak akan tercapai kecuali melalui kejernihan tauhid.”
Syeikh Al-Junayd ditanya soal tauhid, jawabnya :
“Menunggalkan Yang Maha Tunggal dengan mewujudkan Wahdaniyah-Nya lewat
keparipurnaan Ahadiyah-Nya. Bahwa Dia-lah Yang Esa yang tiada beranak dan tidak
diperanakkan. Dengan kontra terhadap antagoni, keraguan dan keserupaan tanpa
upaya menyerupakan dan bertanya bagimana, tanpa proyeksi dan pemisalan; tidak
ada sesuatu pun yang menyami-Nya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Syeikh Abu Bakr az-Zahir Abady ditanya tentang
Ma’rifat. Jawabnya : “Ma’rifat adalah nama. Artinya, wujud pengagungan dalam
kalbu yang mencegah dirimu dari penyimpanngan dan penyerupaan.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan