oleh al-Faqih ila-Llah Abdul
Karim bin Hawazin al-Qusyairi
2. M A Q A M
Maqam adalah tahapan adab (etika) seorang hamba dalam
wushul kepada-Nya dengan macam upaya, di-wujud-kan dengan suatu tujuan
pencarian dan ukuran tugas. Masing-masing berada dalam tahapannya sendiri
ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku riyadhah menuju ke pada-Nya.
Syaratnya, seorang hamba tidak akan menaiki dari satu
maqam ke maqam lainnya sebelum terpenuhi hukum-hukum maqam tersebut.
Barangsiapa yang belum sepeuhnya qana’ah, belum bisa mencapai tahap tawakkal.
Dan siapa yang belum bisa tawakal tidak sah bertaslim. Siapa yang tidak
bertobat, tidak sah pula ber inabat, dan barang siapa tidak wara’ tidak sah
untuk ber zuhud.
Al-Maqam berarti iqamah, sebagaimana kata al-wadkhal
berarti idkhaal, dan al-makhraj berarti al-ikhraaj. Tidak seorang pun sah
menahapi suatu maqam, kecuali dengan penyaksian terhadap kedudukan Allah swt.
terhadap dirinya dengan maqam tersebut, yang dengannya strutur bangunan
ruhaninya benar menurut pondasi yang shahih.
Saya mendangar Abu ali- al-Daqqaq r.a. berkata :
“Ketika al-Wasithy masuk ke Naisabur, bertanyalah ia kepada santri Abu Utsman,
: “Apa yang diperintahkan Syeikh kalian kepada kalian? Mereka menjawab : “Kami
diperintah untuk menetapi taat serta melihat dan meneliti penyimpangan di
dalamnya.”
Maka al-Wasithy berkata,
“Syeikh kalian memerintah dengan cara Majusi murni? Apakah Syeikh kalian tidak
memerintah diri kalian dengan hal yang gaib dengan memandang ke pada Yang
Memunculkan dan Menjalankan yang gaib?
Maksud al- Wasithy dengan kta-kta itu,
agar mereka menjaga diri dari posisi takjub. Bukannya menaiki ke arah wilayah
penyimpangan atau keteledoran (taqshir), karena yang demikian bisa merusakkan
adanya cacat dalam adab.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan