Catatan Popular

Selasa, 4 Ogos 2020

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 45 : TAWAKKAL


TEMPAT-TEMPAT PERSINGGAHAN IYYAKA NABUDU WA IYYAKA NASTAIN

IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH

Allah befirman berkaitan dengan tempat persinggahan tawakkal ini,
"Dan, hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman." (Al-Maidah: 23).
Allah befirman kepada Rasul-Nya,
"Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (Ali Imran: 159).
Masih banyak firman Allah yang menjelaskan tawakkalnya para nabi, rasul dan orang-orang yang beriman.
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan hadits tentang tu juh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak mempercayai mantra, tidak meramal yang buruk-buruk, tidak mengobati dengan sundutan api, dan hanya bertawakal kepada Allah.
Di dalam Shahih Al-Bukhary disebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, "Hasbunallah wa ni'mal-wakil", diucapkan Ibrahim Alaihis-Salam, ketika beliau dilemparkan ke kobaran api, dan juga dikatakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, saat orang-orang berkata kepada beliau, "Sesungguhnya manusia (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka".
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa berdoa,
"Ya Allah, kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, kepa-da-Mu aku bertawakkal, kepada-Mu aku kembali dan karena-Mu aku bermusuhan. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada kemuliaan-Mu, yang tiada llah selain Engkau, agar Engkau (tidak) menyesatkanaku. Engkau Yang Mahahidup yangtiada mati, sedangkan jin dan manusia mati."
Di dalam riwayat At-Tirmidzy disebutkan dari Umar bin Al-Khaththab secara marfu', "Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Dia akan melimpahkan rezki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezki kepada burung, yang pergi pada pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang."
Di dalam As-Sunan disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa mengucapkan (saat keluar dari rumalinya), 'Dengan asma Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah', maka dikatakan kepadanya, 'Kamu mendapat petunjuk, dilindungi dan dicukupkan. Lalu syetan berkata kepada syetan lainnya, 'Bagaimana mungkin kamu bisa memperdayai orang yang telah mendapat petunjuk, dilindungi dan dicukupi?'"
Tawakkal merupakan separoh agama dan separohnya lagi adalah inabah. Agama itu terdiri dari permohonan pertolongan dan ibadah.
Tawakkal merupakan permohonan pertolongan sedangkan inabah adalah ibadah.
Tawakkal merupakan tempat persinggahan yang paling luas dan menyeluruh, yang senantiasa ramai ditempati orang-orang yang singgah disana, karena luasnya kaitan tawakkal, banyaknya kebutuhan penghu-ni
alam, keumuman tawakkal, yang bisa disinggahi orang-orang Muk-min dan juga orang-orang kafir, orang baik dan orang jahat, termasuk pula burung, hewan liar dan binatang buas. Semua penduduk bumi dan langit berada dalam tawakkal, sekalipun kaitan tawakkal mereka berbe-da-beda.
Para wali Allah dan hamba-hamba-Nya yang khusus bertawakkal kepada Allah karena iman, menolong agama-Nya, meninggikan kalimat-Nya,berjihad memerangi musuh-musuh-Nya, karena mencintai-Nya danmelaksanakan perintah-Nya. Sedangkan selain mereka bertawakkal kepadaAllah karena kepentingan dirinya dan menjaga keadaannya denganmemohon kepada Allah. Ada pula di antara mereka yang bertawakkalkepada Allah karena sesuatu yang hendak didapatkannya, entah rezki,kesehatan, pertolongan saat melawan musuh, mendapatkan istri, anak danlain sebagainya. Ada pula yang bertawakkal kepada Allah justru untukmelakukan kekejian dan berbuat dosa. Apa pun yang mereka inginkanatau yang mereka dapatkan, biasanya tidak lepas dari tawakkal kepadaAllah dan memohon pertolongan kepada-Nya. Bahkan boleh jaditawakkal mereka ini lebih kuat daripada tawakkalnya orang-orang yang taat. Mereka menjerumuskan diri dalam kebinasaan dan kerusakan sambil memohon kepada Allah agar menyelamatkan mereka dan mengabulkan keinginan mereka.
Tawakkal yang paling baik ialah tawakkal dalam kewajiban memenuhi hak kebenaran, hak makhluk dan hak diri sendiri. Yang paling luas dan yang paling bermanfaat ialah tawakkal dalam mementingkan faktor eksternal dalam kemaslahatan agama, atau menyingkirkan
kerusakan aga-ma. Jni merupakan tawakkalnya para nabi dalam menegakkan agama Allah dan menghentikan kerusakan orang-orang yang rusak di dunia. Ini juga tawakkalnya para pewaris nabi. Kemudian tawakkal manusia setelah itu tergantung dari hasrat dan tujuannya. Di antara mereka ada yang bertawakkal kepada Allah untuk mendapatkan kekuasaan dan ada yang bertawakkal kepada Allah untuk mendapatkan serpihan roti.Siapa yang benar dalam tawakkalnya kepada Allah untukmendapatkan sesuatu, tentu dia akan mendapatkannya. Jika sesuatu yangdiinginkannya dicintai dan diridhai Allah, maka dia akan mendapatkankesudahan yang terpuji. Jika sesuatu yang diinginkannya itu dibenciAllah, maka apa yang diperoleh-nya itu justru akan membahayakandirinya. Jika sesuatu yang diinginkannya itu sesuatu yang mubah, makadia mendapatkan kemaslahatan dirinya dan bukan kemaslahatantawakkalnya, selagi hal itu tidak dimak-sudkan untuk ketaatan kepada-Nya.
Berikut ini akan kami jelaskan makna tawakkal dan derajat-derajatnyaserta berbagai pendapat tentang tawakkal ini.
Al-Imam Ahmad berkata, "Tawakkal adalah amal hati. Karena ia merupakan amal hati, maka ia bukan dinyatakan dengan perkataan lisan dan amal anggota tubuh. Ilmu juga bukan termasuk masalah ilmu atau
pun teori."
Namun di antara manusia ada pula yang menganggapnya masalahilmu dan ma'rifat, dengan mengatakan, "Tawakkal merupakan ilmu hatiatas jaminan Allah yang diberikan kepada hamba."
Sahl berkata, "Tawakkal merupakan kepasrahan kepada Allah menurut apa pun yang dikehendaki-Nya."
Bisyr Al-Hafy berkata, "Adakalanya seseorang yang berkata, 'Akutawakkal kepada Allah', tetapi dia berdusta kepada Allah. Kalau memangdia benar-benar tawakkal kepada Allah, tentu dia meridhai apa pun yang dilakukan Allah terhadap dirinya."
Yahya bin Mu'adz pernah ditanya, "Kapankah seseorang bisa disebut orang yang tawakkal?" Maka dia menjawab, "Jika dia ridha kepada Allah sebagai wakilnya."
Di antara mereka ada yang menafsiri tawakkal dengan keyakinan terhadap Allah, tenang dan damai terhadap-Nya.
Ibnu Atha' berkata, "Tawakkal ialah jika engkau tidak mempunyai kecenderungan kepada sebab-sebab tertentu, sekalipun engkau sangat membutuhkannya. Hakikat kedamaian tidak akan beralih ke kebenaran selagi engkau mengandalkan sebab-sebab itu."
Dzun-Nun berkata, "Tawakkal artinya tidak bersandar kepada pengaturandiri sendiri, berlepas dari daya dan kekuatan diri sendiri.
Tawakkal seorang hamba semakin kuat jika dia mengetahui bahwa Allah mengawasi dan melihat dirinya."
Ada yang berkata, "Tawakkal ialah bergantung kepada Allah di se-tiapkeadaan." Ada pula yang berpendapat, "Tawakkal ialah jika engkau menolaksumber-sumber kebutuhan dan engkau tidak kembali kecuali kepada Dzat yang benar-benar memberi kecukupan."
Ada pula yang berkata, "Tawakkal ialah enghilangkan segala keragu-raguan dan berserah diri kepada Raja Segala Raja."
Abu Sa'id Al-Kharraz berkata, "Tawakkal ialah kegelisahan tanpaketenangan dan ketenangan tanpa kegelisahan."
Abu Turab An-Nakhsyaby berkata, "Tawakkal ialah menghempas-kan badan untuk beribadah, menggantungkan hati dalam Rububiyah, merasa tenang karena ada kecukupan, jika diberi bersyukur dan jika di-tolak sabar."
Abu Ali Ad-Daqqaq berkata, "Tawakkal itu ada tiga derajat: Tawakkal itu sendiri, berserah diri, lalu pasrah. Orang yang tawakkal merasa tenangkarena janji Allah, orang yang berserah diri cukup dengan pengetahuannya tentang Allah dan pasrah adalah ridha terhadap hukum-Nya.
Tawakkal merupakan permulaan, berserah diri merupakan pertengahan dan pasrah merupakan penghabisan. Tawakkal merupakan sifat orang orang Mukmin, berserah diri merupakan sifat para wali dan pasrah merupakan sifat muwahhidin. Tawakal merupakan sifat orang-orang awam,berserah diri merupakan sifat orang-orang khusus, dan pasrah merupakansifat orang-orang yang lebih khusus dari orang-orang yang khusus.
Tawakkal adalah sifat para nabi, berserah diri adalah sifat Ibrahim, sedangkanpasrah merupakan sifat Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi waSallam."
Masih banyak pendapat-pendapat lain tentang makna tawakkal ini,yang semuanya merupakan rincian dari makna tawakkal.
Pada hakikatnya tawakkal ini merupakan keadaan yang terangkai dariberbagai perkara, yang hakikatnya tidak bisa sempurna kecuali denganseluruh rangkaiannya. Masing-masing mengisyaratkan kepada salah satu dariperkara-perkara ini, dua atau lebih. Perkara-perkara ini adalah:
1. Mengetahui Allah, sifat, kekuasaan, kecukupan, kesendirian dankembalinya segala urusan kepada ilmu-Nya dan yang terjadi berkatkehendak dan kekuasaan-Nya. Ini merupakan derajat pertama yangmenjadi pijakan kaki hamba saat berada di tempat persinggahan tawakkal.
Syaikh kami (Ibnu Taimiyah) berkata, "Karena itu tawakkal tidak akan menjadi benar dan sulit dibayangkan bisa dilakukan seorang filosof atau pun golongan Qadariyah, yang mengatakan bahwa di dalam kekuasaan Allah ada sesuatu yang tidak bisa dikehendak-Nya, atau dari golongan Jahmiyah yang meniadakan sifat Allah. Tawakkal macam apakah yang keluar dari orang yang meyakini bahwa Allah tidak mengetahui bagian-bagian alam atas dan alam bawah, tidak bisa berbuat menurut kehendak-Nya dan tidak didukung satu sifat pun? Siapa yang lebih mengetahui tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, maka tawakkal-nya lebih benar dan lebih kuat. Allahlah yang lebih mengetahui hal ini."
2. Menetapkan sebab dan akibat. Siapa yang meniadakan hal ini, berarti tawakkalnya ada yang tidak beres. Ini kebalikan dari pendapat yang mengatakan, bahwa menetapkan sebab bisa menodai tawakkal danmeniadakan sebab ini merupakan kesempumaan tawakkal. Ketahuilah bahwa tawakkalnya mereka yang meniadakan sebab tidak akan benar sama sekali. Sebab tawakkal termasuk sebab yang paling kuat untukmendapatkan apa yang ditawakkali. Tawakkal ini seperti doa yangdijadikan Allah sebagai sebab untuk mendapatkan apa yang dimintadalam doa itu. Jika hamba percaya bahwa tawakkalnya tidak ditetapkanAllah sebagai sebab dalam memperoleh sesuatu, begitu pula doanya,maka sesuatu itu tetap diperolehnya, baik dia tawakkal atau tidaktawakkal, berdoa atau tidak berdoa, kalau memang hal itu sudahditakdirkan baginya. Jika tidak ditakdirkan, maka sesuatu itu tidak akandiperolehnya, tawakkal atau tidak tawakkal.
Orang-orang yang meniadakan sebab ini beralasan bahwa tawakkal dan doa adalah ubudiyah yang bersifat murni, yang manfaatnya ha-nya ubudiyah itu semata. Di antara mereka ada yang bersikap kelewat batas, dengan mengatakan bahwa doa agar tidak dihukum atas keliru dan lalaitidak memberi manfaat apa-apa. Karena sudah ada jaminanpengabulannya. Menurut sebagian di antara mereka, yang kami bacadalam buku karangannya, bahwa doa itu mengandung kesangsianterhadap pengabulannya. Sebab orang yang berdoa berada di antara ketakutan dan harapan. Kesangsian terhadap pengabulannya berarti kesangsian terhadap pengabaran Allah.
Perhatikanlah bagaimana pengingkaran terhadap sebab telah menye-retmereka ke dalam dosa yang besar, karena mereka mengharamkan doa.
Padahal Allah memuji para wali dan hamba-hamba-Nya, karena merekaberdoa dan memohon kepada-Nya. Untuk menyanggah duga-an merekayang batil, dapat dikatakan sebagai berikut: Ada bagian ketiga yangtidak kalian sebutkan dari dua bagian di atas, yaitu kenya-taan. Dengankata lain, bahwa Allah menetapkan tawakkal dan doa sebagai dua sebabuntuk mendapatkan apa yang diminta, dan Allah menakdirkanperolehan sesuatu jika hamba mengerjakan sebabnya. Jika dia tidakmengerjakan sebab, maka dia juga tidak memperoleh akibatnya. Hal iniseperti ketetapan Allah untuk mendapatkan anak, jika seorang laki-lakiberjima' dengan wanita yang akan mengandung anaknya. Jika dia tidakberjima' dengannya, tentu Allah tidak akan menciptakan anak baginya.
Allah menetapkan kenyang jika hamba makan. Jika dia tidak makan,tentu dia tidak akan kenyang. Allah menetapkan hamba masuk surgajika dia masuk Islam dan mengerja-kan amal-amal shalih. Jika tidakmelakukannya, maka selamanya dia tidak akan masuk surga.Sekarang bandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang yangmengingkari sebab, yang setiap orang di antara mereka berkata, "Kalau
memang sudahditakdirkan bagiku dan sudah ditetapkan sejak awaluntuk mendapatkan anak, kenyang, menunaikan haji dan lain sebagainya,tentu semua akan terjadi pada diriku, entah aku bergerak ataudiam, menikah atau membujang, bepergian atau duduk-duduk saja.
Tapi jika tidak ditakdirkan bagiku, maka semua itu juga tidak akanterjadi pada diriku, aku berbuat atau tidak berbuat." Apakah orangyang berkata seperti ini dianggap sebagai orang yang waras?
Bukankah binatang lebih pandai daripada dia? Sebab binatang punmasih berusaha melakukan sebab sesuai berdasarkan petunjuk secaraumum.
Tawakkal merupakan sebab yang paling besar untuk mendapatkan apayang diharapkan dan menyingkirkan apa yang tidak diinginkan. Sia-payang mengingkari sebab, berarti tawakkalnya tidak benar. Tapitawakkal yang sempurna juga tidak mengandalkan sebab semata danmemutuskan hubungan hati dengannya.
3. Memantapkan hati pada pijakantauhid. Tawakkal seorang hamba tidakdianggap benar jika tauhidnya tidak benar. Bahkan hakikat tawakkaladalah tauhidnya hati. Selagi di dalam hati masih ada kaitan-kaitansyirik, maka tawakkalnya cacat. Seberapa jauh kemurnian tauhid,maka sejauh itu pula kebenaran tawakkal. Jika seorang hambaberpaling kepada selain Allah, maka hal ini akan membentuk cabangdi dalam hatinya, sehingga mengurangi tawakkalnya kepada Allahkarena ada-nya cabang itu. Berangkat dari sinilah muncul anggapansebagian orang bahwa tawakkal tidak benar kecuali dengan menolaksebab secara total. Memang ini bisa dibenarkan. Tapi penolakan iniharus dari hati dan bukan dari anggota tubuh. Tawakkal tidak benarkecuali dengan menyingkirkan sebab dari hati dan kebergantungananggota tubuh kepadanya. Jadi harus ada pemutusan dengan sebab danjuga harus ada hubungan dengan sebab.
4. Menyandarkan hati kepada Allah dan merasa tenang karenabergantung kepada-Nya, sehingga di dalam hati itu tidak adakegelisahan karena godaan sebab dan tidak merasa tenang karenabergantung kepadanya. Tandanya, ia tidak peduli saat menghadapisebab itu atau saat melepaskannya, hati tidak gelisah saat melepaskan
apa yang disukai dan saat menghadapi apa yang dibenci, karenapenyandarannya kepada Allah dan ketenangannya bergantung kepadaNya,telah melindungi dirinya dari ketakutan. Keadaannya sepertiorang yang berhadap-an dengan musuh yang tangguh dan tak mungkindikalahkannya, lalu tiba-tiba dia melihat benteng kokoh yang terbukapintunya, lalu Allah memasukkannya ke dalam benteng itu dan
menutup pintunya. Dia melihat musuh ada di luar benteng, sehinggahatinya tidak lagi risau karena keadaannya ini. Atau seperti orang yangdiberi uang oleh raja. Tapi kemudian uang pemberian itu dicuri oranglain. Lalu raja berkata kepadanya, "Tidak perlu takut, karena akumempunyai uang yang melimpah. Jika engkau mau datang ketempatku, akan kuberikan se-berapa pun yang engkau minta." Jika diapercaya kepada raja, yakin terhadap perkataannya dan tahu gudangnyapenuh uang, tentu dia tidak akan gelisah dan takut.
5. Berbaik sangka terhadap Allah. Seberapa jauh baik sangkamu terhadapAllah, maka sejauh itu pula tawakkalmu kepada-Nya. Maka sebagianulama menafsiri tawakkal dengan baik sangka terhadap Allah. Yangbenar, baik.sangka ini mengajak kepada tawakkal. Sebab tawakkal tidakbisa digambarkan datang dari orang yang berburuk sangka kepadaAllah atau dari orang yang tidak mengharapkan-Nya.
6. Ketundukan dan kepasrahan hati kepada Allah serta memotong seluruhperintangnya. Karena itu ada yang menafsiri tawakkal ini denganberkata, "Hendaknya seorang hamba di hadapan Allah seperti mayat ditangan orang yang memandikannya, yang membolak-balikkan jasadnyamenurut kehendaknya, dan dia tidak mempunyai hak untukbergerak atau mengatur.
Inilah makna perkataan sebagian orang, bahwa tawakkal adalah membebaskandiri dari pengaturan, atau menyerahkan pengaturan kepadaAllah. Tapi ini tidak berlaku untuk perintah dan larangan, tapi untukhal-hal yang diperbuat Allah terhadap dirimu danbukan dalam perkaraperkarayang diperintahkan-Nya agar kamu mengerjakannya.
7. Pasrah. Ini merupakan ruh tawakkal, inti dan hakikatnya, yaitu menyerahkan semua urusannya kepada Allah, tanpa menuntut dan menentukanpilihan, bukan merasa dipaksa dan terpaksa. Kepasrahannyakepada Allah seperti kepasrahan seorang anak yang lemah tak berdayakepada ayah dan ibunya, yang menyayangi, mencintai, menanganisegala keperluannya dan melindunginya. Dia melihat penangananorang tuanya adalah penanganan yang paling baik bagi dirinya. Makadia tidak melihat kebaikan bagi dirinya selain dari menyerahkan semuaurusannya kepada orang tuanya.
Jika seorang hamba sudah sampai ke derajat ini, maka dia akanberalih ke derajat lain, yaitu ridha, yang merupakan buah tawakkal, sehinggaada yang menafsiri tawakkal dengan ridha. Berarti penafsiran inihanya melihat sisi buah tawakkal dan manfaatnya yang paling besar. Sebabsiapa yang tawakkal dengan sebenar-benarnya tawakkal, tentu dia ridhaterhadap apa pun yang dilakukan wakilnya.
Syaikh kami, Ibnu Taimiyah berkata, "Yang menjadi ukuran adalahdua perkara: Tawakkal sebelumnya dan ridha sesudahnya. Siapa yangtawakkal kepada Allah sebelum berbuat dan ridha kepada-Nya setelahberbuat, berarti dia telah menegakkan ubudiyah."
Inilah makna yang terkandung dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi waSallam sehubungan dengan doa istikharah, "Ya Allah, aku memohonpilihan yang terbaik kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohonkekuasaan kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu yang agung." Ucapan ini mencerminkan tawakkaldan kepasrahan. Kelanjutan doa ini, "Sesungguhnya Engkau mengetahuidan aku tidak mengetahui, Engkau berkuasa dan aku tidak berkuasa,Engkau Maha Mengetahui yang gaib". Ini mencerminkan kepasrahan kepadaAllah dalam masalah ilmu, daya dan kekuatan serta tawassul kepada-Nyadengan sifat-sifat-Nya, yang merupakan tawassul paling disukai orang-orangyang tawassul kepada-Nya. Kelanjutan doa istikharah ini adalah permohonanagar Allah memenuhinya jika di dalamnya ada kemaslahatan duniadan akhiratnya. Maka yang menyisa baginya hanya ridha terhadap ketetapanAllah, dengan berkata, "Tetapkanlah kebaikan bagiku apa punbentuknya, kemudian buatlah aku ridha kepadanya."
Doa istikharah ini mencakup ma'rifat tentang Allah, hakikat-hakikatiman, seperti tawakkal, kepasrahan sebelum ada ketetapan dan ridhasetelah ada ketetapan, yang merupakan buah tawakkal, sedangkan kepasrahanmerupakan tanda kebenaran tawakkal. Jika dia tidak ridha, makakepasrahannya tidak murni.
Dengan menyempurnakan delapan derajat ini, berarti seoranghamba telah menyempurnakan tawakkal dan pijakan kakinya sudahmantap di tempat persinggahan ini.Namun banyak terjadi kerancuan dalam masalah yang terpuji dansempurna ini dengan hal-hal yang tercela dan kurang. Ada kerancuandalam masalah kepasrahan dengan penyia-nyiaan. Seorang hamba menyia-nyiakan bagiannya dengan anggapan bahwa itu merupakan kepasrahandan tawakkal, padahal itu merupakan penyia-nyiaan dan penelantaran,bukan kepasrahan.
Ada pula kerancuan tawakkal dengan kesantaian dan tidak maumemikul beban, lalu pelakunya mengira bahwa dia adalah orang yangtawakkal. Ada pula kerancuan melepaskan sebab dan meniadakannya.
Melepaskan sebab merupakan gambaran tauhid sedangkan meniadakansebab merupakan zindiq dan ateis. Melepaskan sebab artinya tidak menyandarkanhati kepada sebab, sedangkan meniadakan sebab berarti menyingkirisebab itu secara total. Dan masih banyak contoh lain tentangkerancuan-kerancuan ini.
Tawakkal merupakan tempat persinggahan yang paling luas danumum kebergantungannya kepada Asma'ul-Husna. Tawakkal mempunyaikebergantungan secara khusus dengan keumuman perbuatan dansifat-sifat Allah. Semua sifat Allah bisa dijadikan gantungan tawakkal. Makasiapa yang lebih banyak ma'rifatnya tentang Allah, maka tawakkalnyajuga lebih kuat.
Banyak orang yang tawakkal justru tertipu oleh tawakkalnya. Bolehjadi seseorang bertawakkal dengan sebenar-benarnya tawakkal, namundia tertipu. Seperti orang yang mengalihkan tawakkalnya kepada kebutuhanparsial dengan mencurahkan seluruh kekuatan tawakkalnya. Padahaldia bisa mendapatkan kebutuhan itu dengan cara yang paling sederhana.
Padahal seandainya dia mencurahkan hatinya untuk tawakkal denganmenambah iman dan ilmu serta menolong agama, maka ini jauhlebih baik baginya.
Pengarang Manazilis-Sa'irin berkata, "Tawakkal adalah penyerahanurusan kepada yang berkuasa menanganinya dan menyerahkan kepercayaankepada wakilnya. Ini merupakan tempat persinggahan orang awamyang paling sulit dan jalan yang paling lemah bagi orang-orang yangkhusus. Sebab Allah telah menyerahkan semua urusan kepada Diri-Nya
dan alam tidak berkuasa terhadapnya sedikit pun."
Menyerahkan kepercayaan kepada wakilnya, artinya lebih mementingkantindakannya daripada tindakanmu dan kehendaknya daripadakehendakmu. Menyerahkan kepercayaan ini ada dua macam:
Pertama,mengangkat wakil atau kepasrahan kepadanya. Kedua, menyerahkanurusan kepada orang yang ditunjuk sebagai wakil. Hal ini bisa dilihat daridua sisi. Allah mewakilkan kepada hamba dan menunjuknya untukmenjaga apa yang diserahkan kepadanya. Sedangkan hamba menyerahkankepercayaan kepada Allah dan bersandar kepada-Nya. Tentang penyerahankepercayaan Allah kepada hamba-Nya, maka Dia befirman,
"Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnyaKami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akanmengingkarinya." (Al-An'am: 89).
Maksudnya, siapa yang melaksanakan apa yang diwahyukan Allahkarena iman, mau melaksanakan dakwah, jihad dan memberikan pertolongan,maka mereka itulah yang akan diserahi Allah untuk mengembankepercayaan ini.
Jika engkau bertanya, "Lalu bolehkah jika dikatakan, 'Seseorangmenjadi wakil Allah?'"
Dapat dijawab, "Tidak. Sebab yang disebut wakil adalah orang yangbertindak atas nama yang menunjuknya sebagai wakil lewat caraperwakilan. Padahal Allah tidak mempunyai wakil dan tak ada seorangpun yang menggantikan kedudukan-Nya, tapi justru Allahlah yangmenjadi pengganti hamba, sebagaimana yang disebutkan dalam doa ketikahendak mengadakan perjalanan, "Ya Allah, Engkau teman dalamperjalanan dan pengganti di tengah keluarga."
Sedangkan penyerahan kepercayaan hamba kepada Allah artinyakepasrahan hamba kepada-Nya dan membebaskan dirinya dari sikaptertentu dan menegakkan Rububiyah dengan ubudiyah. Inilah makna
Allah sebagai wakil hamba. Artinya, Allahlah yang mencukupinya, menanganisegala urusan dan kemaslahatannya. Sedangkan perwakilan yang
diserahkan Allah kepada hamba merupakan perintah dan ubudiyah.
Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, ada tiga derajat tawakkal,yang masing-masing berjalan menurut perjalanan manusia secara umum,
yaitu:
1. Tawakkal yang disertai permintaan dan memperhatikan sebab, menyibukkanhati dengan sebab, disertai rasa takut.
Orang yang memiliki derajat ini bertawakkal kepada Allah dan tidakmeninggalkan sebab. Bahkan dia mencari sebab itu dengan niat un-tukmenyibukkan hati dengan sebab, disertai rasa takut andaikan hatidisibukkan oleh nafsu. Sebab jika hati tidak sibuk dengan sesuatu yangbermanfaat, maka ia sibuk dengan sesuatu yang berbahaya. Apalagijika ada waktu senggang dan disertai semangat keremajaan clankecenderungan jiwa kepada nafsu serta lalai.
Mengerjakan sebab yang diperintahkan merupakan cermin ubudiyahdan merupakan hak Allah atas hamba-Nya, yang karenanya ada pahaladan siksa.
2. Tawakkal dengan meniadakan permintaan, menutup mata dari sebab,berusaha membenahi tawakkal, menundukkan nafsu dan menjaga halhalyang wajib.
Meniadakan permintaan artinya permintaan kepada hamba dan bu-kanpermintaan menurut hak. Dia tidak meminta sesuatu pun dari seseorang.
Pada dasarnya permintaan kepada hamba itu dimakruhkan,tapi bisa mubah jika sangat diperlukan, seperti diperbolehkannya makanbangkai bagi orang yang terpaksa. Ahmad menetapkan bahwa permintaankepada hamba ini tidak wajib. Syaikh kami memberi isyarat,bahwa permintaan itu tidak layak. Saya mendengarnya pernah berka-tatentang permintaan ini, "Itu merupakan kezhaliman dalam hak
Rububiyah dan kezhaliman terhadap hak hamba serta kezhalimanterhadap hak diri sendiri." Disebut kezhaliman dalam hak Rububiyah,karena permintaan itu mengandung ketundukan kepada selain Allahdan mengalirkan air muka kepada selain penciptanya. Mengalihkanpermintaan terhadap Allah kepada permintaan terhadap hamba, bisamendatangkan murka Allah, jika kebutuhan hidupnya masih tercu-kupipada hari itu. Disebut kezhaliman terhadap hak hamba, karenapermintaan itu merupakan tuntutan agar dia mengeluarkan apa yangdiminta. Padahal apa yang diminta itu merupakan sesuatu yang disukaipemiliknya. Disebut kezhaliman terhadap hak diri sendiri, karenapermintaan itu sama dengan melecehkan harga dirinya. Permintaanmakhluk kepada makhluk merupakan permintaan orang fakir kepadaorang fakir lainnya. Tapi jika engkau meminta kepada Allah, makaengkau justru menjadi mulia di hadapan-Nya, Dia ridha kepadamu danmencintaimu. Tapi jika engkau meminta kepada makhluk, makaengkau menjadi kerdil di hadapannya dan dia kurang suka kepadamu,sebagaimana yang dikatakan dalam syair,"Allah murka jika engkau tak meminta kepada-Nya, anak Adamjustru murka jika engkau meminta kepadanya."
Hamba yang buruk ialah yang biasa meminta kepada hamba yang Iain,padahal dia tahu Tuannya mempunyai apa pun yang dikehendakinya.
Di dalam Shahih Muslim disebutkan dari Auf bin Malik Al-Asyja'yRadhiyallahu Anhu, dia berkata, "Kami sedang berada di sisiRasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama sembilan, delapanatau tujuh orang. Beliau bertanya, "Mengapa kalian tidak berbaiat kepadaRasul Allah?"
Memang pada masa pelaksanaan baiat, kami masih terlalu kecil. Kamiberkata, "Kami sudah berbaiat kepadamu wahai Rasulullah." Beliaubertanya lagi, "Mengapa kalian tidak berbaiat kepada Rasul Allah?"
Kami membentangkan tangan seraya berkata, "Kami telah berbaiatkepadamu wahai Rasulullah. Lalu untuk apa kami berbaiat kepadaengkau?"
Beliau bersabda, "Agar kalian menyembah Allah, tidak menyekutukansesuatu pun dengan-Nya, menjaga shalat lima waktu dan janganlahkalian meminta sesuatu pun kepada manusia." Auf bin Malik berkata,
"Aku pernah melihat sebagian di antara mereka, ketika cambuknyajatuh, maka dia tidak meminta orang lain untuk mengambilkannya."di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma,
dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,"Meminta-minta senantiasa dilakukan salah seorang di antara kalianhingga dia bersua Allah, sementara di mukanya tidak ada sekeratdaging pun."
Di dalam Ash-Shahihain juga disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu Alaihiwa Sallam dari atas mimbar tatkala menyebutkan masalah shadaqahdan menjaga diri untuk tidak meminta-minta,"Tangan yang di atas itu lebih baik daripada tangan yang di bawah."
Di dalam Shahih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah RadhiyallahuAnlut, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,"Barangsiapa meminta-minta kepada manusia karena menginginkanharta yang banyak, maka dia hanyalah meminta bara api. Makahendaklah dia menganggapnya sedikit atau menganggapnya banyak."
Dan masih banyak hadits-hadits lain yang senada, yang menjelaskankehinaan meminta-minta kepada manusia. Tawakkal denganmeninggalkan permintaan ini merupakan ubudiyah yang murni.
Perkataannya, "Menutup mata dari sebab, berusaha membenahitawakkal", artinya tidak menyibukkan diri dengan seluruh sebab, kare-nahendak membenahi tawakkal dan menguji jiwa. Sebab ada orang yang
memperhatikan sebab, dan dia mengira telah tawakkal, padahal diabelum tawakkal karena keyakinannya terhadap apa yang diketahuinya.
Jika dia berpaling dari sebab, maka tawakkalnya dianggap benar.Inilah yang diisyaratkan sebagian ahli ibadah, yang mengarungi gu-runtanpa membawa bekal apa pun, karena mereka menganggap bekal itubisa menodai tawakkal. Kisah tentang hal ini banyak dinukil darimereka. Inilah Ibrahim Al-Khawwash, orang yang sangat detail dalamtawakkalnya. Memang dia mengarungi gurun tanpa membawa bekal.
Tapi dia tidak pernah ketinggalan membawa benang, jarum, kantongkulit dan gunting. Ada seseorang yang bertanya kepadanya, "Mengapaengkau membawa barang-barang itu, sementara engkau tidak membawabekal yang lain?" Dia menjawab, "Yang seperti ini tidak mengurangitawakkal. Sebab Allah telah menetapkan beberapa kewajiban kepadakita. Orang fakir hanya mempunyai satu lembar pakaian. Boleh jadipakaiannya itu robek. Jika dia tidak mempunyai jarum dan benang, makaauratnya akan kelihatan sehingga shalatnya tidak sah. Jika dia tidakmembawa kantong kulit, maka dia tidak bisa bersuci. Jika engkaumelihat orang fakir yang tidak mempunyai jarum, benang dan kantongkulit, maka curigailah shalatnya."
Perhatikanlah bagaimana dia merasa bahwa agamanya belum benarkecuali dengan sebab? Membebaskan diri dari sebab secara total merupakantindakan yang ditentang akal, syariat dan indera. Memangadakalanya seseorang memiliki keyakinan yang amat kuat terhadapAllah, yang mendorongnya untuk meninggalkan sebab yang selayaknyaseperti orang yang menantang bahaya. Saat itu dia memasrahkandiri kepada Allah dan tidak mengandalkan dirinya sama sekali. Laludatang pertolongan dari Allah. Tapi keadaan ini tidak terjadi secaraterus-menerus.
Kisah-kisah yang biasanya dinukil orang-orang sufi berkaitan denganmasalah ini, bersifat parsial dan insidental, bukan merupakan jalanyang diperintahkan untuk diikuti dan tidak bisa ditetapkan. Sehinggahal ini menimbulkan cobaan bagi dua golongan manusia: Pertama,golongan yang menganggap kisah-kisah itu merupakan jalan kehidupanyangpasti,sehingga mereka berbuat hal yang sama.
Kedua, golonganyang menyalahi syariat dan akal, yang menganggap keadaannya lebihsempurna daripada keadaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallamdan para shahabat.
3. Tawakkal dengan mengetahui tawakkal, membebaskan diri dari nodatawakkal, menyadari bahwa kekuasaan Allah terhadap segala sesuatumerupakan kekuasaan yang agung, tidak ada sekutu yang menyertai-Nya, bahkan sekutu-Nya bersandar kepada-Nya. Urgensi ubudiyahialah jika hamba mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya yangmerajai segala sesuatu.
Artinya, selagi orang yang berada pada derajat ini memutuskan sebabdan permintaan dan sudah melewati dua derajat sebelumnya, makatawakkalnya lebih baik daripada tawakkal dua derajat sebelumnya.
Setelah dia mengetahui hakikat tawakkal dan mengetahui pendoronguntuk membebaskan diri dari noda tawakkal, atau yang tadinya tidakmengetahui noda tawakkal lalu mengetahui hakikatnya, berarti padasaat itu tawakkalnya sudah memiliki ma'rifat yang menyerunya untukmembebaskan diri dari noda tawakkal. Kemudian ma'rifat untukmengetahui noda tawakkal ialah menyadari bahwa kekuasaan Allahterhadap segala sesuatu merupakan kekuasaan yang agung. Kekuasaanyang memiliki kekuatan, pencegahan dan penundukan, yang menolakdisertai sekutu selain-Nya, dan Dia Mahaagung dalam kekuasaan-Nya.

Tiada ulasan: