Catatan Popular

Selasa, 4 Ogos 2020

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 49 : RIDHA

TEMPAT-TEMPAT PERSINGGAHAN IYYAKA NABUDU WA IYYAKA NASTAIN

IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH

Para ulama telah sepakat bahwa ridha merupakan sunat atau sunat mu'akkad. Ada dua pendapat yang berbeda tentang wajibnya. Saya pernah mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah mengisahkan dua pendapat ini dari rekan-rekan Al-Imam Ahmad. 

Tetapi Al-Imam Ahmad sendiri menyatakannya sunat. Tidak pernah disebutkan adanya perintah ridha seperti halnya perintah sabar. Penyebutannya hanya sebatas pujian terhadap orang-orang yang ridha.

Ibnu Taimiyah juga berkata, "Tentang riwayat dari Allah yang menyatakan, 'Siapa yang tidak sabar menerima cobaan-Ku dan tidak ridha terhadap qadha'-Ku, maka hendaklah ia mengambil sesembahan selain Aku', maka ini adalah kisah Isra'iliyat, yang sama sekali tidak pernah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam." Apalagi de-ngan pendapat yang mengatakan bahwa ridha itu bukan termasuk amal yangdiusahakan, tapi merupakan pemberian dan anugerah, lalu dikata-kan, "Bagaimana mungkin ridha ini diperintahkan, sedangkan hamba tidak ditakdirkan untuk ridha?"

Ada tiga pendapat tentang ridha ini:

- Ridha termasuk satu kedudukan yang mulia, yaitu puncak dari tawak-kal.
Berarti hamba bisa mencapai ridha ini dengan usahanya. Ini merupakan pendapat para ulama Khurasan.
- Ridha termasuk keadaan dan tidak bisa diupayakan hamba, tapi ridha initurun ke hati hamba seperti keadaan-keadaan lainnya. Ini merupakan pendapat para ulama Irak. Perbedaan antara kedudukan dan keadaan,kedudukan diperoleh karena usaha, sedangkan keadaan sema-ta karena pemberian dan anugerah.
- Golongan ketiga ada di antara golongan pertama dan kedua. Menurut mereka, dua pendapat ini dapat disatukan, bahwa permulaan ridha bisa diusahakan hamba, yang berarti termasuk kedudukan, sedangkan kesudahannya termasuk keadaan dan tidak bisa diupayakan hamba.
Permulaannya merupakan kedudukan dan kesudahannya merupakan keadaan.

Mereka yang menganggap ridha termasuk kedudukan atau amalyang bisa diupayakan, berdalih bahwa Allah memuji pelakunya dan menganjurkannya. Ini berarti mereka mampu mengupayakannya. 

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Yang merasakan manisnya iman ialah orang yang ridha kepada Allahsebagai Rabb, kepada Islam sebagai agama dan kepada Muhammadsebagai rasul."

Beliau juga bersabda,
"Siapa yang mengucapkan saat mendengar adzan, 'Aku ridha kepadaAllah sebagai Rabb, kepada Islam sebagai agama dan kepada Muhammadsebagai rasul', maka diampuni dosanya."

Dua hadits ini merupakan inti kedudukan agama dan sekaligus merupakan puncaknya, yang di dalamnya terkandung ridha terhadap Rububiyah dan Uluhiyah Allah, ridha kepada Rasul-Nya, ketundukan, ridha kepada agama-Nya dan kepasrahan kepada-Nya. Siapa yang menghimpunempat perkara ini, maka dia adalah orang yang shiddiq. Memang hal ini mudah diucapkan, tapi termasuk sulit dan berat jika datang co-baan,apalagi jika ada sesuatu yang bertentangan dengan nafsu dan keinginannya, sehingga akan tampak apakah ridha itu hanya sekedar dilisan atau memang merupakan keadaan dirinya.
Ridha kepada Rububiyah Allah mengandung ridha terhadap pengaturan-Nya terhadap hamba, juga mengandung pengakuan terhadap kesendirian-Nya dalam tawakkal, keyakinan, penyandaran dan permintaanpertolongan. 

Sedangkan ridha kepada Rasul-Nya mengandung kesempurnaan kepatuhan dan kepasrahan kepadanya, sehingga keberadaan Rasul-Nya lebih penting daripada keberadaan dirinya, tidak men-canpetunjuk kecuali dari kalimat-kalimatnya, tidak ridha kepada selain hukumnya, dalam masalah apa pun, zhahir maupun batin. Sedangkan ridha kepada agama-Nya berarti patuh kepada hukum, perintah dan laranganagama, sekalipun mungkin bertentangan dengan kehendaknya atau pendapat guru dan golongannya.

Yang pasti dalam masalah ini, ridha adalah sesuatu yang bisa diupayakan ditilik dari sebabnya, dan merupakan pemberian jika ditilik dari hakikatnya. Jika memang sebab-sebabnya dimungkinkan dan pohonnyadapat ditanam, maka buah ridha juga bisa dipetik. Sebab ridha merupakan akhir dari tawakkal. Siapa yang pijakan kakinya mantap pada tawakkal,penyerahan diri dan kepasrahan, tentu akan mendapatkan ridha. Tapi karena sulitnya mendapatkan ridha ini, maka Allah tidak mewajibkan-nya kepada makhluk-Nya, sebagai rahmat dan keringanan bagi mereka. Namunbegitu Allah menganjurkannya kepada mereka, memuji pelakunya danmengabarkan bahwa pahala yang mereka terima adalah keridhaan Allah terhadap mereka, dan ini merupakan pahala yang lebih agung daripada surga dan seisinya. Siapa yang ridha kepada Rabb-nya, maka Dia jugaridha kepadanya. Karena itu ridha ini merupakan pintu Allah yang paling besar, surga dunia, kehidupan orang-orang yang mencintai dankenikmatan orang-orang yang banyak beribadah. Di antara faktor yang paling besar mendatangkan ridha ialah mengikuti apa yang Allah ridha kepadanya, karena inilah yang akan menghantarkan kepada ridha.

Yahya bin Mu'adz pernah ditanya, "Kapankah seorang hamba mencapai kedudukan ridha?" Maka dia menjawab, "Jika dia menempatkan dirinya pada empat landasan tindakan Allah kepadanya, lalu dia berkata, "Jika Engkau memberiku, maka aku menerimanya. Jika Engkaumenahan pemberian kepadaku, maka aku ridha. Jika Engkau membiarkanku, maka aku tetap beribadah. Jika Engkau menyeruku, maka aku memenuhinya."
Ridha tidak disyaratkan untuk tidak merasakan penderitaan dan hal-hal yang tidak disukai. Tapi keadaan ini tidak boleh dihadapi dengan kemarahan atau penolakan takdir. Karena itu banyak orang yang tidakbisa ridha karena hal-hal yang tidak disukai, seraya berkata, "Ini tidak mungkin menurut tabiat." Itu hanya bisa dihadapi dengan sabar. Sebab bagaimana mungkin ridha dan kebencian bisa menyatu padahal keduanya saling bertentangan?
Yang benar, tidak ada pertentangan antara ridha dan kebencian.

Adanya penderitaan dan kebencian tidak menajikan ridha, seperti ridhanya orang yang sakit untuk minum obat, ridhanya orang puasa pada hariyang sangat panas yang harus menanggung derita lapar dan dahaga atau ridhanya mujahid fi sabilillah yang harus menanggung derita luka dan lainlainnya.

Jalan ridha merupakan jalan yang paling singkat dan paling dekat ke tujuan. Tapi sulit dan berat. Tapi kesulitannya tidak seberat kesulitan jalan mujahadah, karena di sana tidak ada rintangan dan kesudahan, selaindari hasrat yang tinggi, jiwa yang suci dan menerima apa pun yang datang dari Allah. Yang demikian itu relatif lebih mudah bagi hamba, apalagi diamengetahui kelemahan dirinya.

Allah berfirman,
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yangpuas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hambahamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (Al-Fajr: 27-30)

Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Di dalam ayat ini Allah tidakmemberikan jalan bagi orang yang marah. Ridha merupakan syarat bagihamba agar dapat masuk surga Allah. Ridha adalah berada dalam ikatan agama seperti yang dikehendaki Allah, tanpa ragu-ragu dan tanpa pengingkaran,di mana pun hamba berada."

Menurutnya, ada tiga derajat ridha, yaitu:

1. Ridha secara umum, yaitu ridha kepada Allah sebagai Rabb dan membenci ibadah kepada selain-Nya. Ini merupakan poros Islam dan membersihkannya dari syirik yang besar.
Ridha kepada Allah sebagai Rabb artinya tidak mengambil penolong selain Allah, yang diserahi kekuasaan untuk menangani dirinya dan menjaditumpuan kebutuhannya.
Allah befirman,

"Katakanlah, 'Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu?'" (Al-An'am: 164).

Menurut Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, maksud Rabb dalam ayatini adalah tuan dan sesembahan. Di awal surat juga disebutkan, "Katakanlah, 'Apakah akan aku jadikan Rabb selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi?'" (Al-An'am: 14).

Arti Rabb di dalam ayat ini adalah sesembahan, penolong, pelindung dan tempat kembali. Hal ini mencerminkan loyaliti yang mengharuskanadanya ketaatan dan cinta. Di bagian tengah surat Allah juga befirman,

"Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan terperinci?" (Al-An'am: 114).

Artinya, layakkah selain Allah aku jadikan hakim yang mengadiliperkara antara diriku dan diri kalian dan yang kita perselisihkan? Padahal Kitab ini adalah pemimpin semua kitab. Maka bagaimana mungkin kita menyerahkan perkara kepada kitab yang bukan Kitab-Nya? SementaraKitab-Nya itu diturunkan secara rinci, jelas dan menyeluruh? Jika engkau memperhatikan tiga ayat ini lebih cermat, tentu engkauakan tahu bahwa di sana terkandung ridha kepada Allah sebagai Rabb,ridha kepada Islam sebagai agama dan ridha kepada Muhammad sebagai rasul. Banyak orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb dan tidakmencari Rabb selain-Nya. Tapi mereka tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya penolong dan pelindung, tetapi mereka mengangkat penolongselain-Nya, karena menganggap penolong ini dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Bahkan loyalitinya kepada penolong ini sepertiloyalitas mereka kepada raja. Tentu saja ini merupakan syirik. Yangdisebut tauhid ialah tidak mengambil selain Allah sebagai penolong. Al-Qur'an banyak ditebari penjelasan sifat orang-orang musyrik, yang pada intinya mereka mengambil para penolong selain Allah. Banyak juga orang yang mengangkat selain Allah sebagai hakim yang berhak membuat keputusan hukum bagi dirinya. Jadi ada tiga sendi tauhid, yaitu: Tidak mengambil selain Allah sebagai Rabb, sebagai sesembahan dan sebagai hakim.

Penafsiran ridha kepada Allah sebagai Rabb ialah membenci penyembahan kepada selain-Nya, dan ini merupakan kesempurnaan dari ridha ini. Siapa yang memberikan hak-hak ridha kepada Allah sebagaiRabb, tentu akan membenci penyembahan kepada selain-Nya. Sebab ridha terhadap kemurnian Rububiyah mengharuskan adanya kemurnian ibadah kepada-Nya, sebagaimana ilmu tentang tauhid Rububiyah mengharuskanadanya ilmu tentang tauhid Uluhiyah.
Ridha ini membersihkan dari syirik yang besar, yang pada hakikat-nya syirik itu ada dua macam, besar dan kecil. Ridha ini membersihkan pelakunya dari syirik besar. Sedangkan syirik kecil dapat dibersihkan jikaseorang hamba berada di tempat persinggahan iyyaka na'budu wa iyyakanasta'in.
Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, ridha ini menjadi benar de-ngantiga syarat: Allah paling dicintai hamba daripada cintanya kepada segala sesuatu, yang paling layak unruk diagungkan, dan paling layak untuk ditaati.

2. Ridha terhadap Allah. Dengan ridha inilah dibacakan ayat-ayat yang diturunkan. Ridha terhadap Allah ini merupakan ridha terhadap qadha'dan qadar-Nya, dan ini merupakan permulaan perjalanan orang-orangyang khusus.
Pengarang Manazilus-Sa'irin menjadikan derajat ini lebih tinggi dari derajat sebelumnya. Menurutnya, seseorang belum dianggap masuk Islam kecuali dengan derajat yang pertama. Jika dia sudah berada di sana, berarti dia sudah berada dalam Islam. Sedangkan derajat ini termasuk mu'amalah hati, yang diperuntukkan bagi orang-orang yang khusus, yaitu ridha terhadap hukum-hukum Allah dan ketetapan-Nya.

Dikatakan sebagai permulaan perjalanan bagi orang-orang yang khusus, karena ridha ini merupakan pendahuluan untuk keluar dari jiwa atau keluarnya hamba dari bagian untuk dirinya dan menempatkan diripada kehendak Allah, bukan pada kehendaknya.

Inilah yang dikatakan Syaikh. Tapi dengan menempatkan derajat ini lebih tinggi daripada derajat pertama, perlu dipertimbangkan lagi.

Mestinya, derajat pertama lebih tinggi daripada derajat ini. Sebab derajat pertama bersifat khusus, sedangkan derajat ini bersifat umum. Ridha kepada qadha' bisa dilakukan orang Mukmin dan juga orang kafir. Sasarannya adalah tunduk kepada qadha' dan qadar Allah. Lalu apalah artinya jika halini dibandingkan dengan ridha kepada Allah sebagai Rabb, Ilah dan sesembahan? Di samping itu, ridha kepada Allah sebagai Rabb merupakankeharusan, bahkan termasuk keharusan yang kuat. Siapa yang tidak ridhakepada-Nya sebagai Rabb, maka Islamnya tidak dianggap sah, begi-tu pula amal dan keadaannya. Sedangkan ridha kepada qadha'-Nya merupakansunat dan bukan wajib, sekalipun ada pula yang menganggapnya wajib.Ridha kepada Allah sebagai Rabb meliputi ridha terhadap-Nya. Ridha kepada Rububiyah Allah berarti keridhaan hamba kepada perintah, larang-an,pemberian, penahanan, pembagian dan qadar-Nya.

Siapa yang tidak ridhaterhadap semua ini, berarti dia tidak ridha kepada-Nya sebagai Rabb dari segala sisi, sekalipun mungkin dia ridha kepada-Nya sebagai Rabb dari sebagian sisinya. Ridha kepada-Nya sebagai Rabb juga berkait dengan Dzat-Nya, sifat, asma', Rububiyah-Nya yang bersifat khusus mau-punumum, yaitu ridha kepada-Nya sebagai pencipta, pengatur, pemberi perintah dan larangan, raja, pemberi, penahan, hakim, pelindung, penolong,pemberi afiat, pemberi cobaan, dan lain-lainnya dari sifat-sifat Rububiyah. Sedangkan ridha terhadap Allah ialah keridhaan hamba terhadapapa yang dilakukan Allah dan apa yang diberikan kepadanya.

Karenanya penyebutan ridha ini ha-nya berkait dengan pahala dan balasan, seperti firman-Nya, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmudengan hati yangpuas lagi diridhai-Nya."

Ridha kepada Allah merupakan dasar ridha terhadap Allah. Ridha terhadap Allah merupakan buah ridha kepada Allah. Artinya, ridha kepada Allah berkaitan dengan asma' dan sifat-sifat-Nya, sedangkan ridha terhadap Allah berkaitan dengan pahala dan balasan-Nya. Nabi Shallallahu Alaihi waSallam juga mengaitkan rasa manisnya iman dengan orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb dan tidak mengaitkannya dengan orang yang ridhaterhadap Allah, sebagaimana sabda beliau, "Yang merasakan manisnya imanialah orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb, kepada Islam sebagai agama dan kepada Muhammad sebagai rasul." Beliau men-jadikan ridha kepada Allah sebagai pasangan ridha kepada agama dan nabi-Nya. Tigaperkara ini merupakan dasar agama.

Ridha kepada Allah sebagai Rabb mengandung tauhid dan ubudiyah kepada-Nya, penyandaran, tawakkal, takut, berharap, mencintai dansabar karena-Nya. Ridha kepada-Nya mencakup syahadat la ilahaillallah. Ridha kepada Muhammad sebagai rasul mencakup syahadat bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Ridha kepada Islam sebagai agama mencakup ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul-Nya. Tiga

perkara ini menghimpun semua unsur dalam agama.
Perolehan ridha dalam derajat ini tergantung dari keberadaan yangdiridhai hamba, apakah yang diridhai itu lebih dicintai dari segala sesuatu,lebih layak diagungkan dan lebih berhak ditaati, yang semua inimerupakan kaidah-kaidah ubudiyah, dan yang dari sini muncul cabang cabangnya.

Karena cinta yang sempurna itu merupakan kecenderungan hatisecara total kepada yang dicintai, maka kecenderungan ini membawanyauntuk taat dan mengagungkannya. Selagi kecenderungannya kuat, makaketaatannya lebih sempurna dan pengagungannya lebih banyak. Kecenderungan ini mengharuskan adanya iman, dan bahkan merupakanruh dan intinya iman. Lalu apakah yang lebih tinggi kedudukannya daripada sesuatu yang menjadikan Allah paling dicintai hamba, lebih layak diagungkan dan paling berhak ditaati? 

Dengan cara inilah seorang hamba bisa merasakan manisnya iman, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

"Tiga perkara, siapa yang tiga perkara ini adapada 
dirinya, maka akan merasakan manisnya iman, yaitu: Siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, siapa yang mencintai seseorang, diatidak mencintainya melainkan karena Allah, dan siapa yang tidak sukakembali kepada kekufuran, setelah Allah menyelamatkannya dari kekufuran itu, sebagaimana dia tidak suka dilemparkan ke neraka."

Beliau mengaitkan manisnya iman dengan ridha kepada Allah sebagai Rabb, yaitu keberadaan Allah sebagai sesuatu yang paling dicintai hamba, begitu pula Rasul-Nya. Karena cinta yang sempurna dan ikhlas inimerupakan buah ridha, maka ridha ini lebih tinggi daripada ridha kepada Rububiyah Allah, dan buahnya juga lebih tinggi, yaitu manisnya iman.

Perkataan Syaikh, "Dengan ridha inilah dibacakan ayat-ayat yangditurunkan", dia mengisyaratkan kepada firman Allah, " Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yangpaling besar." (Al-Maidah: 119).

Allah juga befirman di dalam surat Al-Mujadilah,

"Dan, dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawah-nya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung." (Al-Mujadilah: 22).

Firman Allah lainnya,
"Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya.Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya."(Al-Bayyinah: 8).

Ayat-ayat ini mengandung balasan yang mereka terima, karena kebenaran, iman, amal-amal shalih dan jihad mereka memerangi musuh musuh Allah. Allah ridha terhadap mereka dan Dia membuat mereka ridha terhadap-Nya. Yang demikian ini diperoleh setelah mereka ridha kepadaAllah sebagai Rabb, ridha kepada Islam sebagai agama dan ridha kepada Muhammad sebagai rasul.

Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, ridha ini dapat menjadi be-nar dengan tiga syarat: Menyelaraskan berbagai keadaan pada diri ham-ba, tidak membuat permusuhan dengan manusia dan tidak meminta-minta dengan merengek-rengek kepada makhluk.
Ridha terhadap Allah tidak akan terwujud kecuali dengan tiga syarat ini. Orang yang ridha harus menyelaraskan dan menyeimbangkan berbagai keadaan dirinya. Nikmat atau cobaan harus diterima denganridha, bahwa itu merupakan pilihan terbaik dari Allah bagi dirinya.
Yang dimaksudkan menyelaraskan berbagai keadaan di sini bukan tunduk dan pasrah begitu saja. Karena yang demikian ini bertentangan dengan tabiat manusia dan bahkan bertentangan dengan tabiat hewan.

Juga bukan berarti menyeimbangkan ketaatan dan kedurhakaan, karena yang demikian ini menajikan ubudiyah dari segala sisi. Tapi maksudnya adalah menyeimbangkan antara nikmat dan cobaan dalam keridhaan,yang bisa dilihat dari beberapa sisi, yaitu:

1. Hamba adalah pihak yang memasrahkan. Pihak yang memasrahkan harus ridha terhadap pilihan pihak yang dipasrahi, apalagi jika dia tahu kesempurnaan hikmah, rahmat, kasih sayang, kelembutan dan kebagusan pilihannya.

2. Hamba bisa memastikan bahwa tidak ada perubahan terhadap kalimat Allah dan tidak ada bantahan terhadap hikmah-Nya, dan apa pun yang dikehendaki Allah pasti akan terjadi dan apa pun yang tidak dike-hendaki-Nya tidak akan terjadi. Dia juga tahu bahwa masing-masing di antara nikmat atau cobaan sudah ditetapkan dalam qadha' Allah dan qadar-Nya semenjak semula.

3. Dia adalah hamba semata. Yang disebut hamba itu tidak boleh marah terhadap keputusan Tuannya. Semua harus diterima dengan ridha.

4. Hamba adalah pihak yang mencintai. Orang yang mencintai secaratulus dan benar adalah yang ridha terhadap apa pun yang dilakukan kekasihnya.

5. Hamba tidak tahu apa kesudahan dari segala urusan. Yang lebih tahu tentang kemaslahatan dan yang bermanfaat baginya adalah Tuannya.

6. Hamba adalah bodoh dan zhalim, sedangkan Allah menghendaki kemaslahatan baginya dan menyediakan sebab-sebabnya. Di antara sebab-sebab yang paling nyata ialah apa yang tidak disukai hamba.
Kemaslahatannya karena hal-hal yang tidak disukainya justru lebihnyata daripada kemaslahatannya karena hal-hal disukai.  
Firman Allah, "Diwajibkan atas kalian berperang padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian bend. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal iaamat baik bagi kalian, dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui sedang kalian tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216).

7. Dia adalah orang Muslim, dan orang Muslim adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah, tidak menentang ketetapan hukum-Nyadan tidak marah karenanya.

8. Dia adalah orang yang mengetahui Rabb-nya, berbaik sangka kepada-Nya dan tidak bersikap curiga terhadap qadha' dan qadar-Nya. Persangkaannya
yang baik terhadap Allah mengharuskannya untuk menyeimbangkan berbagai keadaan dirinya dan ridha terhadap pilih-an-Nya.

9. Bagian yang diterimanya tergantung dari ridha dan amarahnya. Jika diaridha terhadap pilihan Allah, maka dia juga akan mendapatkan ridha-Nya, dan jika dia marah terhadap pilihan Allah, maka dia juga akan menerima murka-Nya.

10. Dia tahu bahwa sekiranya dia ridha, maka ridhanya itu bisa berubah menjadi nikmat dan karunia, beban yang diembannya juga semakin ringan dan ada kegembiraan yang dirasakannya. Namun jika dia marah, maka beban yang diembannya akan terasa semakin berat dan tidak menambah kecuali kesulitan. Inti masalah ini, bahwa imannya kepada qadha' Allah merupakan kebaikan baginya, seperti yang di-sabdakanNabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
"Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, tidaklah Allah menetapkanqadha' bagi orang Mukmin melainkan itu merupakan kebaikan baginya. Jika dia ditimpa kesenangan, lalu dia bersyukur, maka itu menjadikebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan, lalu dia bersabar, makaitu menjadi kebaikan baginya, dan yangdemikian itu hanya bagi orang Mukmin saja."

11. Dia tahu bahwa kesempurnaan ubudiyahnya justru tampak ketika ada ketetapan hukum yang dibencinya. Sekiranya yang terjadi pada dirinya hal-hal yang disukainya, tentu dia akan jauh dari ubdudiyah kepada Allah. Ubudiyahnya tidak akan menjadi sempurna, sekalipun disertai kesabaran, tawakkal, ridha, tunduk, pasrah dan lain-lainnya,kecuali jika ada qadar yang dibencinya. Yang menjadi pertimbangan bukan terletak pada keridhaan terhadap qadha' yang sesuai dengantabiat, tetapi terletak pada qadha' yang menyakitkan dan dihindari tabiat.

12. Dia tahu bahwa ridhanya terhadap Allah dalam berbagai keadaan akan membuahkan keridhaan Allah terhadapnya. Jika dia ridha terhadap rezki yang sedikit, maka Allah ridha terhadap amalnya yang sedikit.
Jika dia ridha terhadap Allah dalam semua keadaan dan menyeimbangkannya ,maka dia akan mendapatkan Allah lebih cepat ridha kepadanya.

13. Dia tahu bahwa kegembiraan dan kenikmatannya yang paling besarialah ridha terhadap Allah, karena ridha merupakan pintu Allah yangpaling besar dan tempat peristirahatan orang-orang yang memiliki ma'rifat serta surga dunia.

14. Amarah merupakan pintu keresahan, kekhawatiran, kesedihan, kehancuranhati, persangkaan yang buruk terhadap Allah. Ridha membebaskannyadari semua itu dan membukakan pintu surga dunia sebelumsurga akhirat.

15. Ridha mendatangkan thuma'ninah, hati yang dingin, kedamaian dan keteguhannya. Sedangkan amarah mendatangkan kegundahan, kegelisahan dan keguncangan hati.

16. Ridha menurunkan ketenangan, dan tidak ada yang lebih bermanfaat selain dari ketenangan ini. Selagi ketenangan turun ke dalam hati, maka iamenjadi teguh dan keadaannya menjadi baik. Sedangkan amarah menjauhkan hati itu dari ketenangan.

17. Ridha membukakan pintu keselamatan, sehingga hatinya menjadi selamat dan bersih dari dusta, dengki dan khianat. Tidak ada yangselamat dari adzab Allah kecuali yang datang kepada Allah dengan hatiyang selamat. Tidak mungkin hati dikatakan selamat jika di dalam-nya juga ada amarah dan tidak ridha. Selagi hamba lebih ridha, maka hatinya lebih selamat. Dengki, dusta dan khianat merupakan pasang-an amarah.
Keselamatan hati, kelapangan dan kebajikannya merupakan pasangan ridha.

18. Amarah akan mendatangkan ketidakteguhan hamba di hadapan Allah. Dia tidak ridha kecuali terhadap sesuatu yang sesuai dengan tuntutan tabiat dan nafsunya. Padahal di sana ada ketetapan yang sesuai dengan tabiatnya dan ada pula yang tidak sesuai. Jika ada ketetapan yang tidak sesuai, maka dia menjadi marah, sehingga dia tidak teguh dalam ubudiyah, dan jika ada ketetapan yang sesuai dengan tabiatnya, makadia menjadi teguh dalam ubudiyah. Tidak ada yang menghilangkan ketimpangan ini dari hamba selain dari ridha.

19.Amarah membuka pintu keragu-raguan terhadap Allah, qadha' dan qadar-Nya, hikmah dan ilmu-Nya. Jarang sekali orang yang marah terlepas dari keragu-raguan yang menyusup ke dalam hatinya, sekali-punmungkin dia tidak menyadarinya. Amarah dan keragu-raguan merupakan pasangan. Inilah makna yang terkandung dalam hadits riwayat At-Tirmidzy dan lain-lainnya, dari Nabi Shallallahu Alaihi waSallam, beliau bersabda,
"Sekiranya engkau sanggup berbuat dengan ridha disertai keyakinan,maka lakukanlah. Jika engkau tidak sanggup, maka sabar dalammenghadapi sesuatu yang dibenci jiwa terdapat kebaikan yang banyak."

20. Ridha kepada apa yang ditakdirkan termasuk kebahagian anak Adam, dan marah kepada takdir merupakan penderitaannya, sebagaimanayang disebutkan di dalam Al-Musnad dan riwayat At-Tirmidzy, dari
hadits Sa'd bin Abi Waqqash Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Di antara kebahagiaan anak Adam ialah memohon pilihan yang terbaik kepada Allah Azza wajalla, dan di antara kebahagiaan anak Adam ialah ridhanya kepada apa yang ditetapkan Allah. Di antara penderi-taan anak Adam ialah amarahnya kepada apa yang ditetapkan Allah, dan di antara penderitaan anak Adam ialah tidak mau memohon pilihan yang terbaik kepada Allah."

21. Ridha membuatnya tidak putus asa karena sesuatu yang tidak bisa didapatkannya dan tidak gembira karena apa yang didapatkannya. Ini termasuk tanda kebaikan iman.

22. Siapa yang hatinya dipenuhi keridhaan kepada takdir, maka Allah memenuhi dadanya dengan kekayaan, rasa aman dan kepuasan, mengosongkan hatinya agar hanya mencintai-Nya dan tawakkal kepa-da-Nya.

23. Ridha membuahkan rasa syukur, yang termasuk kedudukan iman yang paling tinggi, bahkan itu merupakan hakikat iman, sedangkan ama-rahakan membuahkan kebalikannya, yaitu mengkufuri nikmat, dan bisa bisa mengkufuri Pemberi nikmat. Jika hamba ridha kepada Rabb-nya dalam setiap keadaan, niscaya akan membuatnya syukur kepada-Nya,sehingga dia termasuk orang-orang yang ridha lagi syukur. Jika tidak ridha, maka dia termasuk orang-orang yang marah dan ini merupakan jalan orang-orang kafir.

24. Ridha menjauhkan hasrat dan kerakusan terhadap dunia, yang merupakanpangkal segala kesalahan dan dasar semua bencana. Ridha kepada Allah dalam setiap keadaan bisa menghapus materi bencana ini.

25. Biasanya syetan lebih berhasil memperdayai manusia saat dia marahdan saat menuruti syahwat, karena di sana terdapat umpannya. Terlebih lagi jika amarahnya sudah memuncak, maka dia akan mengatakansesuatu yang tidak diridhai Allah, melakukan sesuatu yang tidak diridhai Allah dan meniatkan sesuatu yang tidak diridhai Allah. Karena itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda saat kematian putranya,Ibrahim, "Hati boleh bersedih dan mata boleh berlinang airmata, tapi kami tidak mengatakan kecuali yang diridhai Rabb." Sebabkematian anak biasanya merupakan peletup bagi hamba untuk marah kepada takdir. Dalam keadaan seperti itu beliau tidak mengucapkan kata-kata yang membuat kebanyakan orang merasa marah, lalumereka pun mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Allah. Maka dariitu Al-Fudhail bin Iyadh justru terlihat tersenyum saat anaknya raeninggal.
Sehingga ada yang bertanya kepadanya, "Mengapa engkau justru tertawa saat anakmu meninggal?" Dia menjawab, "SesungguhnyaAllah telah menetapkan takdir-Nya. Maka aku ridha terhadap takdir-Nya itu."
Sebagian orang ada yang menentang sikap Al-Fudhail ini, seraya berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menangis saat putra beliau meninggal dan mengabarkan bahwa hati boleh bersedih danmata boleh menitikkan air mata." Padahal beliau berada di puncakkeridhaan. Maka bagaimana mungkin tindakan Al-Fudhail itu diang-gap sebagai keutamaannya?"
Yang pasti, hati Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah hati yang lapang, menyempurnakan semua tingkatan, seperti ridha terhadap Allah dan menangis karena kasih sayang kepada anak kecil. Beliau mempunyai kedudukan ridha dan kasih sayang serta kelembutan hati.
Sedangkan hati Al-Fudhail tidak lapang untuk diisi ridha dan kasihsayang. Di dalam hatinya tidak terhimpun dua perkara ini.

26. Ridha adalah pilihan Allah bagi hamba-Nya, dan amarah merupakan kebencian yang tidak dipilih Allah bagi hamba-Nya, dan ini termasuk jenis penentangan, yang tidak bisa dibebaskan kecuali dengan ridhaterhadap Allah dalam segala keadaan.

27.Ridha mengeluarkan hawa nafsu dari hati. Hawa nafsu orang yang ridha mengikuti kehendak Rabb-nya, yaitu kehendak yang dicintai dan diridhai-Nya. Ridha dan keinginan mengikuti hawa nafsu tidak akanmenyatu di dalam hati untuk selama-lamanya.

28. Ridha terhadap Allah dalam segala keadaan membuahkan ridha Allah bagi hamba. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pahala itu termasukjenis amal. Dalam atsar Isra'iliyat disebutkan, bahwa Musa Alaihis-Salam bertanya kepada Rabb-nya, "Apakah yang bisa mendekatkan dirikudengan ridha-Mu?" Maka Allah menjawab, "Sesungguhnya Ridha-Kuada dalam ridhamu kepada qadha'-Ku."

29. Ridha terhadap qadha' adalah sesuatu yang paling berat bagi jiwa, karena ridha ini bertentangan dengan nafsu, tabiat dan keinginan-nya.
Jiwa tidak akan tenang hingga ia ridha terhadap qadha'. Pada saat itulah ia berhak mendapat seruan dari Allah, "Hai jiwa yang tenang...."

30. Orang yang ridha menerima perintah-perintah Rabb-nya, baik yang berupa perintah agama maupun takdir, dengan lapang, tunduk danpatuh. Sedangkan yang marah menerima perintah-Nya dengan kebalikannya,kecuali jika perintah itu sesuai dengan tabiat dan kehendak-nya.
Tapi ridha ini tidak mendatangkan pahala baginya, karena dia tidakridha kepada Allah yang telah menetapkan qadha' baginya dan memerintahnya.

31. Semua penentangan pada dasarnya adalah tidak ridha, dan semua ketaatan pada dasarnya adalah ridha. Hal ini dapat diketahui seseorang yang benar-benar mengetahui sifat-sifat dirinya, dan mengetahuiketaatan atau kedurhakaan yang muncul dari sifat-sifat tersebut.

32. Tidak ridha membukakan pintu bid'ah dan ridha menutup pintu bid'ah.
Jika engkau memperhatikan bid'ah golongan Rafidhah, Kha-warij dan lain-lainnya, tentu engkau akan mengetahui bahwa semua itu bermula dari tidak adanya ridha terhadap hukum alam atau hu-kum agama,atau kedua-duanya.

33. Ridha merupakan pembatas aturan agama, zhahir maupun batin. Semua urusan tidak lepas dari lima hai, yaitu: hal-hal yang diperintahkan, yang dilarang, yang mubah, nikmatyang menyenangkan, danc obaan yang menyengsarakan. Jika hamba mempergunakan ridha dalam semua perkara ini, berarti dia telah mengambil bagian yang banyak dari Islam dan mendapat keberuntungan.

34. Ridha membebaskan hamba dari penentangan terhadap Rabb, berkaitan dengan hukum dan ketetapan-ketetapan-Nya. Sedangkan amarah merupakan penentangan terhadap Rabb, karena hamba tidak ridha kepada-Nya. Dasar penentangan Iblis terhadap Rabb-nya ialah tidak ridha terhadap hukum-hukum-Nya, agama maupun alam.

35. Semua yang ada di alam ini tunduk kepada kehendak Allah, hikmah dan kekuasaan-Nya. Hal ini sesuai dengan asma' dan sifat-sifat-Nya.
Siapa yang tidak ridha terhadap apa yang diridhai Allah, berarti diatidak ridha terhadap asma' dan sifat-sifat-Nya, yang berarti tidak ridha kepada-Nya sebagai Rabb.

36. Setiap takdir yang dibenci hamba dan tidak sesuai dengan kehendaknya ,tidak lepas dari dua perkara:
- Itu merupakan hukuman atas dosanya, namun hai ini diibaratkan obat dari suatu penyakit, yang andaikan Allah tidak memberinya obat, tentu dia akan terjerumus ke dalam kebinasaan.
- Itu bisa menjadi sebab untuk mendapatkan suatu nikmat, yang tidak bisa didapatkan kecuali lewat sesuatu yang dibenci itu. Sebab sesuatu yang dibenci pasti akan berakhir dan tidak berlalu selama lamanya.
Sementara nikmat yang muncul setelah itu tidak terpu-tus.

37. Hukum Allah pasti berlaku pada diri hamba-Nya dan qadha'-Nya adil padanya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, "Hukum-Muberlaku pada diriku, qadha'-Mu adil pada diriku." Siapa yang tidak ridha terhadap keadilan Allah, maka dia termasuk orang yang zhalim dan jahat.

38. Hamba tidak ridha, entah karena tidak mendapatkan apa yang disukainya, entah karena mendapatkan apa yang dibencinya. Jika dia yakin bahwa apa yang tidak dia dapatkan bukan untuk menimpakan musibah kepadanya, dan musibah yang menimpanya bukan untuk membuatnya tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya, maka tidak adagunanya dia marah setelah itu jika dia tidak mendapatkan apa yang dianggapnya bermanfaat dan mendapatkan apa yang di-anggapnyabermudharat.

39. Ridha termasuk amal-amal hati seperti halnya jihad yang termasuk amal-amal anggota tubuh. Masing-masing di antara keduanya merupakan puncak gundukan iman.

40. Kedurhakaan yang pertama kali terhadap Allah di dalam ini adalah semata-mata muncul dari tidak ridha. Iblis tidak ridha terhadap keputusan Allah, berupa hukum alam yang memuliakan Adam, tidak pula ridha terhadap hukum agama, yang memerintahkannya sujud kepa-da Adam, dan Iblis tidak ridha karena Adam berada di surga. Maka dia membujuknya untuk memakan dari pohon yang dilarang. Setelah itu kedurhakaan terus menjalar, berupa tidak sabar dan tidak ridha.

41. Hamba yang ridha beserta pilihan Allah dan menerima pilihan Allah bagi dirinya. Hal ini muncul dari kekuatan ma'rifatnya tentang Allah dan pengetahuan tentang dirinya.

42. Harus disadari bahwa penahanan Allah bagi hamba-Nya yang mencintai pada hakikatnya adalah pemberian, dan musibah yang ditimpakan kepadanya pada hakikatnya adalah afiat. Sebab Allah tidak menahan karena bakhil atau tidak ada yang diberikan, tapi karena  mempertimbangkan kebaikan bagi hamba-Nya yang Mukmin. Jadi penahanan-Nya merupakan pilihan yang terbaik baginya. Orang yang berakal dan ridha ialah yang menganggap cobaan sebagai afiat, menganggap penahanan sebagai nikmat, dan menganggap kefakiran sebagai    kekayaan. Allah telah mewahyukan kepada sebagian nabi-Nya, "Jikaengkau melihat kedatangan orang fakir, maka katakanlah, 'Selamat datang wagai syiar orang-orang shalih'. Dan jika engkau melihat kedatangan orang kaya, maka katakanlah, 'Ini adalah dosa yang dipercepat hukumannya'."
Orang yang ridha ialah yang menganggap nikmat Allah yang diberikan kepadanya, berupa hal-hal yang dibencinya, lebih banyak daripada nikmat Allah yang diberikan kepadanya,
berupa hal-hal yang disukainya, seperti yang dikatakan sebagian orangarif, "Wahai anak Adam, nikmat Allah yang diberikan kepadamu berupa hal-hal yang engkau benci, lebih banyak dan lebih besar daripada nikmat Allah yang diberikan kepadamu, berupa hal-hal yang engkausukai."

43. Hamba harus tahu bahwa Allah adalah Yang Awal sebelum segala sesuatu dan Yang Akhir sesudah segala sesuatu, Yang Menundukkan segala sesuatu, Yang Berkuasa atas segala sesuatu. Dialah yang menciptakan menurut kehendak dan pilihan-Nya. Hamba tidak bisa menentukan pilihan bagi Allah dan siapa pun yang tidak bisa memilih beserta Allah atau pun bersekutu dalam hukum-Nya. Hamba bukan sesuatu yang layak untuk diingat. Allahlah yang memilih keberadaannyadan memilih baginya menurut qadha' dan qadar-Nya, berupa afiat atau cobaan, kaya atau miskin, mulia atau hina, pandai atau bodoh.
Sebagaimana Allah yang sendirian dalam mencipta, maka Dia juga sendirian dalam memilih dan mengatur bagi hamba. Semua urusan milik Allah. Allah telah befirman kepada Nabi-Nya, "Tidak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu." (Ali Imran: 128).
Jika hamba sudah yakin bahwa semua urusan ada di Tangan Allah dan dia tidak berhak atas satu urusan pun, sedikit atau banyak, maka tidak adapilihan lain baginya kecuali ridha terhadap apa pun yang terjadi.

44. Ridha Allah terhadap hamba-Nya lebih besar daripada surga dan seisinya. Sebab ridha merupakan sifat Allah, sedangkan surga merupakanciptaan-Nya. Allah befirman,
"Allah menjanjikan kepada orang-orang yang Mukmin, lelaki dan perempuan (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungaisungai, mereka kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan, keridhaan Allah adalah lebih besar." (At-Taubah: 72).
Ridha Allah ini merupakan balasan atas ridha mereka di dunia terhadapAllah. Karena ini merupakan pahala yang paling mulia, maka sebabnya pun merupakan amal yang paling mulia.

45. Jika hamba ridha kepada Allah dan terhadap Allah atas semua keadaan, maka dia tidak akan memilih ini dan itu. Ridhanya terhadap apa punyang diberikan kepadanya sudah cukup baginya. Dia mengingat Allah sebagai pengganti dari permohonan kepada-Nya. Bahkan permohonannya kepada Allah dijadikan sebagai pertolongan untuk dapat mengingat-Nya dan mencapai ridha-Nya. Hamba yang meminta semacamini akan mendapat pemberian yang paling baik, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits qudsy,
"Siapa yang sibuk mengingat-Ku hingga lalai memohon kepada-Ku, maka Aku memberinya yang paling baik dari apa yang Kuberikan kepada orang-orang yang meminta." (Diriwayatkan At-Tirmidzy dan Ad-Darimy).
Orang-orang yang meminta tentu saja memohon kepada-Nya. Allah memberikan yang baik seperti yang mereka pinta. Sedangkan orang orangyang ridha senantiasa ridha terhadap Allah, lalu Allah memberikan
ridha-Nya terhadap mereka.

46. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menganjurkan agar hamba mencapai kedudukan yang paling tinggi. Jika tidak sanggup, maka cukup pertengahan kedudukan, sebagaimana sabda beliau, "Beribadahlah kepada Allah, seakan-akan engkau melihat-Nya." Ini mencakup selu-ruhkedudukan, Islam, iman dan ihsan. Kemudian beliau melanjut-kan,
"Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." Jika tidak bisa mencapai kedudukan yang pertama, maka dianjurkan untuk mencapai kedudukan kedua, yaitu tahu bahwa Allah mengetahui dan melihatnya, di mana pun dia berada.

47. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memuji orang-orang yang ridha terhadap hukum, pengetahuan dan pemahaman qadha', dan menganggap mereka mendekati derajat nubuwah, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits tentang sekumpulan utusan yang datang kepada beliau, lalu beliau bertanya kepada mereka, "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang beriman." Beliau bertanyalagi, "Apa tanda iman kalian?"
Mereka menjawab, "Sabar saat ditimpa musibah, syukur saat menda-patke senangan, ridha terhadap qadha', lurus dan benar di tempat pertempuran dan tidak mencaci maki musuh." Beliau bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang bijak dan berilmu. Karena pemahaman ini hampir-hampir mereka menjadi nabi."

48. Ridha memegang kendali semua kedudukan agama, ruh dan kehidupannya. Ridha adalah ruh tawakkal dan hakikatnya, ruh keyakinan, ruhcinta, bukti ketulusan cinta, ruh syukur dan buktinya. Ar-Rabi' binAnas berkata, "Tanda cinta kepada Allah adalah banyak mengingat-Nya, sebagaimana jika engkau mencintai sesuatu, tentu engkau akan banyak mengingatnya. Tanda agama adalah ikhlas karena Allah di saatsendirian atau saat ramai. Tanda syukur adalah ridha terhadap qadarAllah dan pasrah kepada qadha'-Nya."

49. Ridha menggantikan kedudukan berbagai ibadah yang sulit dilakukan badan. Ridhanya akan memberikan kemudahan dan meninggi-kanderajatnya. Telah disebutkan dalam atsar Isra'ilyat, bahwa ada seorang ahli ibadah yang senantiasa beribadah kepada Allah. Suatu hari dia bermimpi bahwa Fulanah, seorang wanita tetangganya yang menjadi penggembala, kelak akan masuk surga. Ahli ibadah itu bertanya tentang tetangga yang dimaksudkan itu, lalu dia meminta agar diperkenankan menginap di rumahnya selama tiga hari saja, agar dia bisa melihat apasaja yang dilakukan wanita itu. Selama tiga hari itu ahli ibadah senantiasa shalat malam, sementara wanita tersebut tidur.
Padasiangharinya dia berpuasa, sedangkan wanita itu tidakpuasa. Ahlii badah penasaran, lalu dia bertanya, " Apakah engkau tidak mempunyai amal selain yang kulihat saat ini?"
Wanita itu menjawab, "Demi Allah, memang hanya inilah yang kulakukan."
Ahli ibadah terus bertanya, sampai akhirnya dia berkata, "Cobalah ingat-ingat, mungkin masih ada yang lain."
Akhirnya wanita itu berkata, "Benar, ada satu perkara yang sangat remeh bagiku, bahwa jika aku ditimpa kesempitan, maka aku tidak mengharap kelapangan. Jika aku sakit, maka aku tidak mengharap kesehatan. Jika aku dibakar terik matahari, maka aku tidak mengharap keteduhan."
Ahli ibadah itu meletakkan tangannya di atas kepala, lalu berkata, "Ini perkara yang remeh? Demi Allah, ini adalah perkara yang besar dan para ahli ibadah pun banyak yang tidak sanggup mengerjakan-nya."
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Siapa yang ridha terhadap apa yang diturunkan dari langit ke bumi, maka dosadosanya telah diampuni."
Dalam sebuah hadits marfu' disebutkan, "Hal terbaik yang diberikan kepada hamba ialah ridha terhadap pembagian yang diberikan Allah kepadanya."
Dalam atsar lain disebutkan, "Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia mengujinya. Jika hamba itu sabar, maka Dia memilihnya, danjika hamba itu ridha, maka Dia mensucikannya." Dalam wasiat Luqman kepada anaknya disebutkan, "Kuwasiatkan kepadamu beberapa perkarayang dapat mendekatkan dirimu kepada Allah dan menjauhkanmu dari kemurkaan-Nya, yaitu hendaklah engkau menyembah Allah dantidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya, hendaklah engkau ridha terhadap qadar Allah, dalam perkara yang engkau sukai maupun yangengkau benci." Di antara orang arif ada yang berkata, "Siapa yang tawakkal kepada Allah dan ridha terhadap qadar-Nya, maka dia telah menegakkan iman, tangan dan kakinya hanya untuk mencari kebaikanserta menegakkan akhlak yang baik, yang mendatangkan kemaslahatan bagi uru-annya."

50. Ridha membuka akhlak yang baik dalam bermu'amalah dengan Allah dan bermu'amalah dengan manusia, karena akhlak yang baik itu termasuk ridha, dan akhlak yang buruk itu termasuk amarah. Akhlakyang baik mengangkat pelakunya ke derajat orang yang ber-puasa pada siang harinya dan mendirikan shalat pada malam hari-nya. Sedangkanakhlak yang buruk menghapus kebaikan, sebagaimana api yang menghanguskan kayu bakar.

51. Ridha membuahkan kesenangan hati terhadap apa pun yang ditakdirkan, ketenangan dan kedamaian jiwa dalam menghadapi keadaan macam apa pun dari urusan dunia, kepuasan dan kepasrahan terhadap Rabb-nya dan tidak membuat dirinya mengeluh dan mengadu kepa-daselain-Nya. Maka sebagian orang arif ada yang menyebut ridha dengan akhlak yang baik beserta Allah, sehingga dalam dirinya tidak ada penentangan terhadap kekuasaan Allah dan komentar yang macam-macam, sehingga dapat menodai akhlaknya. Dia tidak akan berkata, "Manusia sangat membutuhkan hujan. Ini adalah hari yang sangat panas. Kemiskinan adalah musibah." Dia tidak menyebut sesuatupun yang ditetapkan Allah dengan sebutan yang tercela, kalau memang Allah tidak mencelanya, karena semua itu bisa menajikan ridha.
Ibnu Mas'udberkata, "Kemiskinan dan kekayaan merupakan dua tunggangan, dan aku tidak peduli mana yang kujadikan tunggangan. Jika miskin, maka di dalamnya ada kesabaran, dan jika kaya, di dalamnyaada pengeluaran."
Ibnu Abil-Hawary berkata, "Ada seseorang berkata, 'Aku ingin malamini lebih panjang dari semestinya'. Maka kukatakan, "Ada baiknya dan ada pula buruknya. Baiknya, dia berharap dapat lebih banyakberibadah dan bermunajat.
Buruknya, dia berharap yang tidak dikehendaki Allah dan menyukai apa yang tidak disukai Allah." Umar bin Al-Khaththab berkata, "Aku tidak peduli apa yang terjadi pada dirikupada pagi dan sore hari, apakah aku susah atau senang." Suatu hariUmar bin Al-Khaththab dibuat marah oleh istrinya, Ati-kah. Maka Umar berkata kepada istrinya, "Demi Allah, aku benar-benar akan membuatmu celaka."
Atikah menyahut, "Apakah engkau bisa mengeluarkan aku dari Islam setelah Allah memberikan petunjuk kepadaku?" "Tidak," jawab Umar.
Atikah berkata, "Lalu kecelakaan macam apa lagi yang hendak engkau timpakan kepadaku setelah itu?"
Dengan kata lain, Atikah ridha terhadap keadaan apa pun dan tidak ada yang membuatnya celaka selain dari membuatnya keluar dari Islam. Sementara tak seorang pun bisa melakukannya.
52. Keadaan yang paling baik ialah menginginkan Allah, yang hanya bisa dilakukan dengan keyakinan dan ridha terhadap Allah. Karena itu Sahl berkata, "Bagian makhluk dalam keyakinan tergantung padabagian mereka dalam ridha, dan bagian mereka dalam ridha tergantungdari kehendak mereka terhadap Allah."
53.Ridha membebaskan hamba dari cela selagi Allah tidak mencelanya, membebaskan dari kecaman selagi Allah tidak mengecamnya. Jika hamba tidak ridha terhadap sesuatu, maka Allah mencelanya dengan berbagai macam celaan dan kecaman, karena yang demikian itu mencerminkan rasa malunya yang sedikit terhadap Allah. Andaikan seseorang membuat makanan bagimu lalu dia menghidang-kannya kepadamu, namun engkau mencela makanan itu, berarti engkau telah memancing kemarahannya dan membuat dia tidak sudi lagi menyuguhimu.
54. Nabi Sliallallalni Alaihi wa Sallam memohon ridha terhadap qadha',seperti yang disebutkan di dalam Al-Musnad,"Ya Allah, dengan ilmu-Mu tentang yang gaib dan kekuasaan-Mu atas akhluk, hidnpkanlali aku sekiranya hidup itn lebih baikbagiku, dan matikanlah aku sekiranya niati itu lebih baik bagiku.
Aku memohon ketakutan kepada-Mu saat sembunyi-sembunyi dan saat terang-terangan. Aku memohon kepada-Mu kalimat yang benar saat marah dan saat ridha. Aku memohon kepada-Mu kesederhanaan saat fakir dan saat kaya. Aku memohon kepada-Mu kenikmatan yang tidak habis. Aku memohon kepada-Mu kesenangan yang tidak terputus. Aku memohon kepada-Mu ridha setelah qadha'. Aku memohon kepada-Mu hidup yang dingin setelah kematian. Aku memohon kepada-Mu kelezatan memandangWajah-Mu Yang Mulia. Aku memohon kepada-Mu kerinduan bersua dengan-Mu, tanpa ada kesulitan dan yang mudharat sertatidak ada cobaan yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan iman, dan jadikanlah kami pemimpin orang-orangyang mendapat petunjuk."
Saya mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Beliau memohon ridha kepada-Nya setelah qadha'. Sebab pada saat itulah akan terlihat hakikat ridha. Sedangkan ridha sebelum ada qadha',hanya sebatas hasrat untuk ridha menerimanya. Ridha ini akan tampak setelah ada qadha'."

55. Ridha terhadap qadar Allah tidak membuat hamba untuk meridhai manusia dengan kemurkaan Allah dan mencela mereka dengan sesuatu yang tidak diperkenankan Allah, serta memuji mereka dengankarunia Allah. Pada mulanya dia zhalim, karena meridhai dan mencela mereka, berikutnya dia musyrik karena memuji mereka. Namun jika hamba ridha terhadap qadha', maka dia tidak akan mencela ataumemuji mereka.

56. Ridha bisa mengosongkan hati hamba, mengurangi kegelisahan dankegundahannya, lalu dia tekun beribadah kepada Rabb-nya denganhati yang ringan, tanpa diberati beban dunia dan segala keresahannya, seperti yang disebutkan Ibnu Abid-Dunya dari Bisyr bin Al-Mujasyi'y, dia berkata, "Aku pernah berkata kepada seorang ahli ibadah,
"Berilah aku nasihat."
Maka ahli ibadah itu berkata, "Tempatkanlah dirimu bersama qada rseperti yang dikehendakinya, karena yang demikian ini bisa mengosongkan hatimu dan mengurangi kegelisahanmu. Dan, jangan-lahengkau marah kepadanya, sehingga di dalam dirimu tertanamkemarahan, sementara engkau tidak menyadarinya, sehingga ia melemparkandirimu bersama orang-orang yang dimurkai Allah."

57.Jika hamba tidak ridha terhadap satu qadar, maka dia akan mentelaah berbagai macam qadar, entah dengan tubuhnya, hatinya atau keadaannya.
Jika sudah begitu, maka dia akan mencela pembuat qadar danjuga manusia. Akhirnya Allah dan semua manusia mencelanya. Karena mereka saling cela-mencela, maka kemudian menajikan ubudiyah. Anasbin Malik Radhiyallahu Anhu berkata, "Aku menjadi pelayan Ra-sulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selama dua puluh tahun. Sela-ma itu pula beliau tidak pernah bertanya kepadaku, "Mengapa kamu berbuatbegitu?" Beliau juga tidak berkata kepadaku jika aku tidak melakukan sesuatu, "Mengapa kamu tidak berbuat begitu?" Dan beliau tidakpernah berkata kepadaku karena sesuatu yang sudah terja-di,"Sekiranya tidak terjadi." Dan, beliau juga tidak berkata kepadakukarena sesuatu yang tidak terjadi, "Sekiranya terjadi." Jika sebagian keluarga beliau ada yang mencelaku, maka beliau bersabda, "Biarkandia. Kalau memang ada sesuatu yang ditakdirkan, tentu ia akan terjadi."
58. Jika ada keseimbangan antara dua perkara kaitannya dengan ridha Allah, yang ini diridhai-Nya bagi hamba lalu menakdirkannya, danyang ini tidak diridhai-Nya bagi hamba lalu tidak menakdirkannya, maka antara keduanya harus ada keseimbangan yang dikaitkan dengan
hamba, sehingga dia bisa meridhai apa yang diridhai Allah dalam dua keadaan ini.

59. Allah melarang hamba mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam hukum agama dan syariat. Berarti di sana ada ubudiyah sesuai dengan perintah syariat agama. Sedangkan ubudiyah perintah-Nya yang berkaitandengan qadar ialah tidak mendahului Allah kecuali jika ada kemaslahatan yang pasti. Berarti masalah mendahului harus sesuai dengan perintah qadar dan agama. Jika yang diwajibkan adalah sabaratau ridha, lalu dia mengabaikannya, berarti dia mendahului syariat dan qadar-Nya.

60. Cinta, ikhlas dan pasrah kepada Allah tidak akan terwujud kecuali lewat ridha. Orang yang mencintai tentu ridha terhadap kekasihnya dalam keadaan bagaimana pun.Imran bin Hushain terserang sakit perut dan terus-menerus buang airbesar. Dia diam telentang cukup lama, tidak bisa duduk apalagi berdiri.
Tempat tidurnya dilubangi untuk buang air besar. Suatu hari Mutharrif bin Abdullah Asy-Syikhir masuk ke dalam rumah Hushain, dan langsung menangis saat melihat keadaannya. "Mengapa engkau menangis?" tanya Hushain. "Karena aku melihat keadaanmu yang
mengenaskan ini," jawab Mu-tharrif.
"Tak perlu engkau menangis, karena apa yang paling kusukai tentu juga paling disukai Allah." Setelah diam beberapa saat, dia berkata lagi, "Aku ingin memberitahukan sesuatu kepadamu, semoga Allah memberikan manfaat kepadamu, dan rahasiakanlah hal ini hingga aku meninggal dunia, bahwa para malaikat mengunjungiku. maka aku menyambut kedatangan mereka, dan mereka mengucapkan salam kepadaku, hingga aku dapat mendengar salam mereka." Ketika Sa'dbin Abi Waqqash datang di Makkah, sementara dia buta, maka banyak orang yang datang kepadanya dan meminta" agar dia berdoa bagi mereka. Maka dia memenuhi permintaan mereka dan berdoa bagimereka. Abdullah bin As-Sa'ib berkata, "Ketika itu aku masih kecil.
Aku menemuinya dan memperkenalkan diri kepadanya. Rupanya dia sudah mengenalku. Aku berkata, "Wahai paman, engkau berdoa bagi mereka, hingga mereka pun sembuh dari penyakitnya. Lalu mengapaengkau tidak berdoa bagi dirimu sendiri agar Allah mengembalikan penglihatanmu?"
Sa'd tersenyum lalu berkata, "Wahai anakku, qadha' Allah ini lebih kucintai daripada penglihatanku."
61. Amal-amal anggota tubuh dilipatgandakan hingga bilangan terten-tu. Sedangkan amal hati tidak ada batasan penggandaannya. Sebab amal anggota tubuh memang ada batasan penghabisan dan pemberhentiannya,
sehingga pahalanya tergantung dari batasannya. Sedangkanamal hati terus-menerus berkait, sekalipun kesaksian hamba terhadap amal ini surut.
Contohnya, cinta dan ridha merupakan keadaan orang yang mencin-taidan ridha. Perasaan ini tidak akan berpisah sama sekali darinya, senantiasa berhubungan selagi keadaannya tetap seperti itu. Bahkan perasaan itu terus bertambah sekalipun anggota tubuhnya melemah.
Bahkan dalam keadaan lemah dan diam ini perasaan tersebut semakin bertambah dan lebih banyak dari orang yang banyak mendirikan shalat-shalat nafilah. Tambahan perasaan itu bertambah banyak padasaat dia tidur, lebih banyak daripada orang yang mendirikan shalat. Jika engkau masih belum bisa menerima hal ini, perhatikanlah keadaan orang yang tidur dan hatinya bersama Allah dengan orang yangmendirikan shalat, sementara hatinya melalaikan Allah. Allah melihathati, hasrat dan niat, tidak melihat rupa amal. Nilai seorang hamba tergantung pada hasrat dan kehendaknya. Siapa yang tidak bisa dibuat ridha karena sesuatu selain Allah, sekalipun dia diberi dunia dan
seisinya, maka dialah orang yang berkedudukan. Siapa yang dibuat ridha karena sesuatu yang sedikit, maka dia juga termasuk orang yang berkedudukan, sekalipun amalnya sama.

62. Keadaan orang yang ridha dan pasrah, menjadi teratur, saat senangmau pun saat susah, karena dia sudah menyerahkan kehendaknya kepada kehendak Allah. Setiap orang yang mencintai tentu merindukanperjumpaan dengan kekasihnya dan mementingkan keridhaannya.
Kembali ke pembahasan semula tentang syarat-syarat ridha, bahwa syarat kedua ialah tidak membuat permusuhan dengan manusia.
Dengan kata lain, ridha dianggap sah dan benar jika seorang hamba menggugurkan permusuhan dengan makhluk, karena permusuhan ini bisa menajikan keadaan ridha dan menajikan pengaitan segala sesuatu ketangan yang menetapkan qadha' dan qadar. Permusuhan ini menimbulkan beberapa dampak:
- Kecenderungan kepada kebalikan ridha.
- Mengurangi tauhid, jika dikaitkan dengan permusuhan yang dilancarkan hamba kepada selain Pencipta segala sesuatu.
- Melalaikan sebab yang menimbulkan permusuhan itu. Sekiranya hamba kembali kepada sebab, maka kesibukannya untuk melenyapkan permusuhan ini lebih tepat dan lebih bermanfaat baginya.
Jika dalam pandangan seorang hamba sudah terhimpun kesaksian terhadap qadar, tauhid, hikmah dan keadilan, tentu dia lebih suka menutup pintu permusuhan dengan makhluk, kecuali dalam perkara yangsesuai dengan hak Allah dan Rasul-Nya. Orang yang ridha tentu tidakakan memusuhi dan tidak mencela kecuali terhadap sesuatu yang berkaitan dengan hak Allah. Begitulah keadaan Nabi Shallallahu Alaihi waSallam. Beliau tidak pernah memusuhi dan tidak mencela seseorang kecuali dalam perkara yang berkaitan dengan hak Allah. Beliau juga tidakmarah kepada diri sendiri. Tapi jika ada kehormatan Allah yang dilanggar, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi kemarahan beliau sampai akhirnya beliau membalasnya karena Allah. Permusuhan dapat memadamkan cahaya ridha, mengganti kemanisan dengan kepahitannya, kejernihan dengan kekeruhannya.
Syarat ridha yang ketiga ialah tidak meminta-minta dan merengek rengek kepada makhluk, karena meminta-minta ini mencerminkan penentangan, permusuhan dan menghindar dari Dzat yang menguasai manfaat dan mudharat, lalu beralih kepada orang yang terhadap dirinyapun dia tidak bisa mengendalikan manfaat dan mudharat. Sedangkan meminta dengan merengek-rengek dan mendesak, menajikan keadaan ridha dan sifatnya. Allah memuji orang-orang yang tidak meminta kepada manusia secara merengek-rengek, "Dan, orang yang tidak menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak."(Al-Baqarah: 273).
Segolongan ulama berpendapat, maksudnya mereka meminta kepada orang lain sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, tetapimereka tidak meminta secara mendesak dan merengek-rengek. Jadi Allahmenajikan dari mereka meminta secara mendesak, dan tidak menajikanmeminta-minta secara mutlak. Menurut Ibnu Abbas, jika mereka mempunyai makan pagi, maka mereka tidak meminta untuk makan malam, dan jika mereka mempunyai makan malam, mereka tidak meminta untukmakan pagi.
Golongan lain berpendapat, bahwa mereka sama sekali tidak meminta-minta, sebab mereka disifati sebagai orang-orang yang menjaga kehormatan dirinya dan sifat-sifat mereka pun sudah diketahui. Sebab seandainya mereka menghinakan diri dengan meminta-minta, tentunya orang yang tidak mengetahui siapa diri mereka yang sebenarnya, akan menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang kaya.
Meminta-minta ini pada dasarnya adalah haram, lalu diperbolehkankarena ada kebutuhan yang mendesak dan keadaan yang memaksa,karena meminta-minta ini merupakan jenis kezhaliman terhadap hakRububiyah, kezhaliman terhadap hak orang yang diminta dan sekaligushak orang yang meminta.
Dikatakan kezhaliman terhadap hak Rububiyah Allah, karena hal ini menyatakan permintaan, kebutuhan dan kehinaan kepada selain Allah,yang demikian ini termasuk ubudiyah. Hal ini juga sama denganmeletakkan permintaan bukan pada tempatnya, meminta kepada yang tidak layak untuk dimintai, kezhaliman terhadap pengesaan Allah dan keikhlasan kepada-Nya, menodai kebutuhan, tawakkal dan keridhaanterhadap pembagian-Nya, lebih suka meminta kepada manusia daripadakepada Allah. Semua ini bisa mengurangi hak tauhid, memadamkan cahayanya dan melemahkan kekuatannya.
Dikatakan kezhaliman terhadap hak orang yang dimintai, karenadia meminta kepadanya apa yang sebenarnya bukan merupakan miliknya, sehingga dia meminta hak yang bukan haknya, membebani orangyang dimintai dengan keberatan pengeluaran atau celaan jika dia tidak memberinya. Kalau pun memberi, maka dia akan memberinya denganberat hati, dan kalau pun tidak memberi, maka dia harus menanggungrasa malu dan tekanan batin. Tapi jika yang diminta merupakan hakorang yang meminta, maka tidak termasuk dalam hal ini.
Dikatakan kezhaliman terhadap orang yang meminta, karena meminta-minta itu sama dengan meneteskan air mukanya dan menghinakan dirinya kepada selain Khaliqnya, menempatkan dirinya pada kedudukanyang sangat rendah, ridha terhadap runtuhnya kemuliaan dan kehormatannya,menjual kesabaran, ridha, tawakkal, kepuasan pada pembagiannya dan merasa lebih membutuhkan manusia. Jadi jelas hal ini merupakan kezhaliman terhadap diri sendiri. Telah disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,"Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, salah seorang di antara kalianmengambil seutas talinya lalu dia memanggul kayu bakar di atas punggungnyadan menjualnya kepada manusia, lebih baik baginya daripada dia menemui seseorang lalu meminta-minta kepadanya, diberi atau tidakdiberi."
Di dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, diaberkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,"Salah seorang di antara kalian pergi pada pagi hari lalu memanggul kayu bakar di atas punggungnya, lalu dia menjualnya dan tidak meminta-minta kepada manusia, lebih baik baginya daripada dia memintaminta kepada seseorang, diberi atau tidak diberi. Yang demikian itu karena tangan yangdi atas lebih baik daripada tangan yang di bawah,dan mulailah dengan memberi orang yang ada dalam anggunganmu."
Al-lmam Ahmad menambahi, "Dia mengambil tanah lalu memasukkannya ke dalam mulutnya, lebih baik baginya daripada memasukkanapa yang diharamkan Allah ke dalam mulutnya."
Di dalam Shahih Al-Bukhary disebutkan dari Az-Zubair bin Al-Awwam Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliaubersabda,
"Salah seorang di antara kalian mengambil seutas talinya, lalu memanggul seikat kayu bakar di atas punggungnya lalu menjualnya, sehingga Allah menjaga mukanya, lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada manusia, mereka memberinya atau tidak memberinya."
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu Anhu, bahwa ada beberapa orang dari kalangan Anshar yang meminta kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu beliau memberi mereka. Kemudian mereka meminta lagi dan beliau memberimereka. Kemudian mereka meminta lagi dan beliau memberi mereka, hingga semua harta yang ada di tangan beliau habis. Lalu beliau bersabda kepada mereka, "Apa pun kebaikan yang ada di tanganku, maka seka-li-kaliaku tidak akan menyimpannya dan aku akan memberikannya kepadakalian. Namun siapa yang menjaga kehormatan dirinya dari meminta minta,maka Allah akan menjaga kehormatannya. Siapa yang meminta kecukupan, maka Allah akan mencukupkan baginya, dan siapa yang berusaha bersabar, maka Allah membuatnya bersabar. Tidaklah seseorang diberisuatu pemberian yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran."
Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Aku pernah meminta kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka beliau memberiku. Kemudian aku meminta lagi kepada beliau dan beliau memberiku. Kemudian beliau bersabda kepadaku, "Wahai Hakim, memangharta ini menarik dan manis. Siapa yang mengambilnya dengan kemurahan jiwa, maka dia akan diberkahi, dan siapa yang mengambilnyakarena dorongan nafsu, maka dia tidak akan diberkahi, dan dia se-pertiorang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas itu lebih baik daripada tangan di bawah."
Hakim berkata, "Aku berkata, "Wahai Rasulullah, demi yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mau menerima sesuatu pun dariseseorang sepeninggal engkau, hingga aku meninggal dunia."
Abu Bakar pernah mengundang Hakim dan akan memberikan bantuan kepadanya. Namun dia tidak mau menerimanya sedikit pun. Begitu pula yang dilakukan Umar, namun dia juga tidak mau menerimanya. Lalu
Umar berkata, "Wahai semua orang Muslim, aku bersaksi kepada kalian tentang diri Hakim, bahwa aku menawarkan kepadanya bagiannya dari harta tebusan ini, namun dia tidak mau mengambilnya, sebab dia tidakmau menerima pemberian dari seorang pun sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, hingga dia meninggal dunia."
Dari A'idz bin Amr Radhiyallahu Anhu, bahwa ada seorang laki-laki menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam serta meminta kepada beliau. Maka beliau memberinya. Ketika orang itu sudah menginjakkan
kakinya di luar ambang pintu, maka beliau bersabda, "Sekiranya merekamengetahui akibat dari meminta-minta, maka tak seorang pun mau berjalanmenemui seseorang lalu meminta sesuatu kepadanya." (Diriwayat-kanAn-Nasa'y).
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Khalid bin Ady Al-Juhanny Radhiyallahu Anhu, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "Barangsiapa menerima hal yang ma'ruf dari saudaranya, tanpamengharap dan memintanya, maka hendaklah dia menerimanya dan janganlah menolaknya, karena itu semata rezki yang digiring Allah kepadanya."
Masih banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan larangan untuk meminta-minta kepada manusia dan kehinaannya. Ini merupakan salah satu dari dua makna syarat ridha, yaitu tidak meminta-minta dengan cara merengek-rengek dan mendesak. Makna kedua ialah tidak meminta dengan mendesak dan merengek-rengek dalam doa, karena yangd emikian ini menodai ridhanya. Hal ini dianggap sah-sah saja di satu sisidan di-anggap tidak sah di sisi lain. Dianggap sah jika orang yang berdoamerengek-rengek dalam doanya untuk mendapatkan bagian dari kehidupan dunia. Jika dia merengek-rengek kepada Allah untuk mendapatkanridha-Nya dan untuk taqarrub kepadanya, maka hal ini tidak menodairidhanya. Di dalam sebuah ateardisebutkan, "Sesungguhnya Allah menyukai orang yang merengek-rengek dalam doa."
Di dalam Sunan At-Tirmidzy disebutkan dari hadits Abu Salih, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,"Barangsiapa tidak mau memohon kepada Allah, maka Allah murka kepadanya."
Karena permintaan dan permohonan kepada Allah membuat-Nyaridha, berarti merengek-rengek kepada-Nya saat meminta atau pun berdoatidak mengurangi ridha. Hakikat ridha adalah menyesuaikan diri dengan ridha Allah. Yang menajikan ridha ialah memaksa, menetapkan atau menentukan suatu pilihan kepada Allah, tanpa mengetahui apakah pilihan itu diridhai Allah atau tidak, seperti orang yang mendesak kepadaAllah untuk merebut kekuasaan orang lain, atau meminta kekayaan bagi dirinya. Yang seperti ini bisa menajikan ridha, karena dia tidak yakinAllah meridhainya.
Kembali ke pembahasan semula tentang derajat ridha, bahwa derajatketiga adalah ridha dengan ridha Allah. Seorang hamba tidak melihat hak untuk ridha atau marah, lalu mendorongnya untuk menyerahkan keputusan dan pilihan kepada Allah. Dia mau melakukannya sekalipun akan diceburkan ke kobaran api.
Derajat ini lebih tinggi daripada dua derajat sebelumnya, karena inimerupakan derajat orang yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah, mempersaksikan ridha karena Allah dan berasal dari Allah, melihat dirinya seakan tidak ada artinya apa-apa, fana dan akan binasa. Dia mencurigai dirinya, sifatnya, ridha dan amarahnya. Dia menganggapdirinya terlalu kecil dan hina, tak ubahnya cahaya pelita yang kecil dibawah terik matahari. Sehingga dia tidak berhak melihat bagi dirinya adaridha dan amarah.


Tiada ulasan: