Catatan Popular

Selasa, 4 Ogos 2020

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 46 : TAFWIDH



TEMPAT-TEMPAT PERSINGGAHAN IYYAKA NABUDU WA IYYAKA NASTAIN

IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH

Di antara tempat persinggahan iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in adalah tafwidh (pasrah).
Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Tafwidh ini mengandungkan isyarat yang amat lembut dan maknanya lebih luas dari tawakkal. Sebab tawakkal setelah ada sebab, sedangkan tafwidh se-belum ada sebab dansesudahnya, yang juga disebut istislam (kepasrahan diri atau tunduk).
Tawakkal merupakan eabang dari kepasrahan diri ini."
Artinya, orang yang pasrah membebaskan diri dari daya dan kekuatan, menyerahkan urusan kepada yang dipasrahi, tidak menempatkan dirinya pada posisi wakil yang menangani kemaslahatannya. Hal ini ber-bedadengan tawakkal, karena orang yang mewakili menggantikan posisi orangyang diwakili.
Tafwidh artinya keluar dari daya dan kekuatan, menyerahkan semua urusan kepada yang berkuasa atas urusan itu. Maka bisa dikatakan, "Begitu pula tawakkal. Kesan negatif yang diberikan kepada tawakkal juga berlaku untuk pemasrahan. Bagaimana mungkin engkau memasrahkan sesuatu yang sebenarnya engkau tidak memilikinya sama sekali kepada
orang yang berhak memilikinya? Bisakah seorang rakyat biasa memasrahkan kekuasaan kepada raja atau penguasa pada masanya?
Jadi kekurangan dalam tafwidh justru lebih besardaripada kekurang-an dalam tawakkal. Bahkan sekiranya ada yang berkata, "Tawakkal lebih tinggi kedudukannya daripada tafwidh dan lebih agung", justru perkataan yang tepat. Karena itu Al-Qur'an banyak berisi perintah untuk tawakkal dan pengabaran tentang para wali Allah yang keadaannya selalu tawakkal.
Sementara tafwidh ini hanya disebutkan sekali di dalam Al-Qur'an, yaitu kisah orang Mukmin dari pengikut Fir'aun.
Maka kami menyimpulkanbahwa tawakkal lebih tinggi dan lebih luas maknanya daripada tafwidh.

Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, tafwidh ini ada tiga derajat:

1. Hamba harus mengetahui bahwa dia tidak memiliki kesanggupan sebelumberbuat, tidak merasa aman dari tipu daya, tidak boleh putus asadari pertolongan dan tidak mengandalkan niatnya.
Dia harus yakin bahwa kesanggupannya untuk berbuat ada di TanganAllah dan bukan di tangannya sendiri. Jika Allah tidak memberinyakesanggupan, maka dia adalah orang yang lemah. Dia tidak bergerak kecuali karena Allah dan bukan karena dirinya. Maka bagaimana mungkin dia merasa aman dari tipu daya, sementara dia orang yang digerakkan dan bukan yang menggerakkan? Jika Allah menghendaki, maka Dia bisa membuatnya lemah dan tak berkeinginan, seperti firman Allahtentang orang-orang yang tidak mendapatkan taufiq-Nya,
"Tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah mlemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka, Tinggallah kalian bersama orang-orang yang tinggal itu'." (At-Taubah: 46).
Tipu daya Allah terhadap hamba ialah memotong materi taufiq darinya, membiarkannya, tidak peduli terhadap apa pun yang dilakukannya,tidak menggerakkannya kepada hal-hal yang diridhai-Nya. Inibukan merupakan hak yang bisa dituntut dari Allah, sehingga Allahbisa disebut zhalim karena tidak memberikan taufiq ini. Mahasuci Allahdari hal itu. Tapi taufiq itu hanya sekedar karunia Allah, yangkarenanya Dia layak dipuji saat memberikannya kepada seseorang ataupun saat tidak memberikannya kepada seseorang.
Jika Allah merupakan penggerak bagi hamba, paling berkuasa, hanyaDialah yang menciptakan dan memberi rezki serta Dia paling penyayangdi antara para penyayang, maka bagaimana mungkin hamba ituberputus asa dari pertolongan-Nya?
Perkataan, "Tidak mengandalkan niatnya", artinya tidak terlalu yakinterhadap niatnya sendiri dan tidak bersandar kepadanya. Sebab niatdan hasratnya ada di Tangan Allah, bukan di tangannya sendiri. Niatitu kembali kepada Allah dan bukan kepada dirinya sendiri.

2. Merasakan kegundahan, sehingga seorang hamba tidak melihat satuamal pun yang menyelamatkan, dosa yang merusak dan sebab yangdiemban.
Artinya, seorang hamba harus melihat kefakiran dan kebutuhannyakepada Allah. Dia melihat bahwa dalam setiap atom zhahir dan batinnyatidak lepas dari kebutuhan terhadap Allah. Keselamatannya tergantung kepada Allah dan bukan karena amalnya. Tidak melihat dosa yang merusak artinya kebutuhannya terhadap Allah menghalanginya untuk mengerjakan dosa yang merusak. Tidak melihat sebab yang diemban artinya memberikan kesaksian bahwa yang mengemban sebab itu adalah Allah dan bukan dirinya.
3. Mempersaksikan kesendirian Allah yang menguasai gerak dan diam, yang menahan dan membentangkan, mengetahui perbuatan Allah terhadap hamba dan perbuatan Allah yang dinisbatkan kepada Diri-Nya sendiri.
Derajat ini berkaitan dengan kesaksian terhadap sifat-sifat Allah dan keadaan-Nya. Derajat pertama dan kedua berkaitan dengan kesaksianterhadap keadaan hamba dan sifat-sifatnya. Artinya mempersaksikan gerak dan diamnya alam, yang semuanya berasal dari Allah.

Tiada ulasan: