Catatan Popular

Selasa, 25 Ogos 2020

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 53 : ITSAR (UTAMAKAN KEPENTINGAN ORANG LAIN)

TEMPAT-TEMPAT PERSINGGAHAN IYYAKA NABUDU WA IYYAKA NASTAIN

IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH

Itsar (mengutamakan kepentingan orang lain) termasuk salah satu tempat persinggahan iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. Allah telah befirman tentang hal ini,

"Dan, mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri merekasendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).Dan, siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (Al-Hasyr: 9).

Jadi itsar kebalikan dari kikir. Orang yang mengutamakan orang lain berarti meninggalkan apa yang sebenarnya dia perlukan. Sedangkan orang kikir adalah orang yang menginginkan apa yang tidak ada di tangan-nya. Jikasudah mendapatkan apa yang diinginkannya, maka dia tidak mau mengeluarkannya atau bakhil. Jadi bakhil merupakan hasil dari kikir. Kikirmenyuruh kepada bakhil, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi waSallam,

"Jauhilah oleh kalian kikir, karena kikir itu membinasakan orang-orang sebelum kalian. la menyuruh mereka kepada kebakhilan hingga merekapun bakhil, dan menyuruh mereka kepada pemutusan hubungan persaudaraan, hingga mereka pun memutuskan hubungan persaudaraan."

Orang yang bakhil ialah yang memenuhi ajakan kikir, sedangkan mu'tsir (orang yang mengutamakan kepentingan orang lain) memenuhi ajakan kemurahan hati dan kedermawanan. Kebalikan itsar adalah atsa-rah,artinya tidak peduli keperluan saudaranya karena dia juga memerlukannya atau lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri. Inilah yang disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada orang-orang An-shar, "Sepeninggalku kalian akan menemui orang-orang yang suka mengutamakan kepentingan diri sendiri. Maka bersabarlah kalian hingga kalian bersua akudi alam kubur."

Orang-orang Anshar adalah mereka yang disifati Allah sebagai itsar, seperti firman-Nya di dalam ayat di atas. Mereka disifati dengan tingkatan kedemawanan yang paling tinggi.

 

Sebab dermawan itu ada tiga macam:

- Miliknya tidak merasa terkurangi dan tidak keberatan untuk mengeluarkannya, atau disebut sakha'.

- Memberikan lebih banyak dari miliknya dan menyisakan sedikit atau menyisakan jumlah yang sama dengan yang dikeluarkan, yang disebutjud.

- Memberikan semua miliknya kepada orang lain sekalipun dia memerlukannya,yang disebut itsar.

Qais bin Sa'd bin Ubadah adalah orang yang paling dermawan diantara orang-orang yang dikenal dermawan. Suatu hari dia jatuh sakit, sementara saudara-saudaranya tidak segera menjenguknya. Maka dia menanyakan kemana mereka itu? Ada yang menjawab, bahwa mereka sedang mengurus hutang yang dia salurkan kepada orang-orang. Maka dia

berkata, "Semoga Allah menghinakan harta yang telah menghalangi parasa udara untuk menjenguk orang yang sakit." Kemudian dia menyuruhs eseorang untuk menyerukan pernyataan, "Siapa yang mempunyai hutangkepada Qais, maka hutangnya dianggap lunas." Pada sore harinya daun pintu rumah Qais jebol, karena banyaknya orang yang hendak menjenguknya.

Suatu hari orang-orang bertanya kepada Qais, "Apakah engkau tahu orang yang lebih dermawan daripada engkau?"

Qais menjawab, "Ya, ada. Suatu kali kami berada di sebuah perkampungan dan kami singgah di rumah seorang wanita. Ketika suaminya tiba, wanita itu berkata, "Ada beberapa orang tamu yang singgah di rumah-mu."

Maka orang itu langsung menghela seekor onta dan menyembelihnya. Dia berkata, "Kalian diam saja di tempat."

Besoknya dia menghela onta lain dan menyembelihnya. Kami pun berkata, "Onta yang engkau sembelih semalam pun hanya sedikit yangkami makan."

Orang itu berkata, "Aku tidak memberi makan tamu-tamuku yanghanya bermalam saja."

Kami berada di rumahnya dua atau tiga hari, dan selama itu hujan turun terus menerus. Ketika kami hendak melanjutkan perjalanan, kamitinggalkan wang seratus dinar di rumahnya, dan kami katakan kepada wanita itu, "Sampaikan pamit kami kepada suamimu." Lalu kami langsungmeninggalkan rumahnya, karena orang itu sedang keluar rumah. Padatengah hari kami mendengar teriakan dari arah belakang, "Berhentilah kalian hai para pengembara yang terlaknat. Apakah kalian mem-bayar jamuanku? " Setelah kami saling berhadapan, dia berkata, "Ambil lagi wang kalian ini, atau lebih baik aku menghunjamkan tombakku ini kepada kalian."

Maka kami pun mengambil lagi uang kami, dan setelah itu orang tersebut balik lagi.

Kedermawanan itu ada sepuluh macam, yaitu:

1. Kedermawanan dengan pengorbanan jiwa. Ini merupakan tingkatan yang paling tinggi, seperti yang dikatakan dalam syair, "Kedermawanan dengan jiwa yang dihindari orang bakhil pengorbanan jiwa adalah puncak tertinggi kedermawanan."

 

2. Kedermawanan dengan kekuasaan. Kedermawanan orang yang memiliki kekuasaan membuatnya tidak mempedulikan kekuasaannya dan dialebih mengutamakan keperluan orang lain yang perlu dibantu.

 

3. Kedermawanan dengan kesenangan, ketenangan dan istirahatnya. Dia mengabaikan waktu istirahatnya untuk berpayah-payah demi kemaslahatan orang lain, sampai-sampai dia tidak sempat tidur.

 

4. Kedermawanan dengan ilmu. Ini juga termasuk tingkatan yang paling tinggi, karena mendermakan ilmu lebih baik daripada mendermakan harta, karena ilmu lebih mulia daripada harta.

 

5. Kedermawanan dengan memanfaatkan kedudukan, seperti meminta tolong kepada seseorang untuk menemui seorang pemimpin.

 

6. Kedermawanan dengan memanfaatkan badan dengan berbagai jenis-nya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,"Pada setiap persendian salah seorang seorang di antara kalian ada shadaqahnya. Setiap hari yang padanya matahari terbit, lalu dia bertindak secara adil di antara dua orang adalah shadaqah. Membantu orang berkaitan dengan hewan tunggangannya, lalu dia menaikkannya ke atas punggungnya atau dia mengangkatkan barang dagangannya ke atasnya adalah shadaqah. Kata-kata yang baik adalah shadaqah. Setiap langkahkaki waktu seseorang berjalan menuju shalat adalah shadaqah. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah shadaqah." (MuttafaqAlaihi).

 

7. Kedermawanan dengan kehormatan diri, seperti yang dilakukan Abu Dhamdham, seorang sahabat. Setiap pagi dia berkata, "Ya Allah, aku tidak mempunyai harta yang bisa ku shadaqahkan kepada manusia.Maka aku bershadaqah kepada mereka dengan kehormatan diriku. Siapa yang mencaciku atau menuduhku, maka sudah terbebas dari pembayaran tebusan kepadaku."

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang mendengarnya bersabda, "Siapakah di antara kalian yang bisa berbuat seperti Abu Dhamdham?"

Kedermawanan seperti ini bisa membersihkan dada, menenangkan hatidan membuat seseorang tidak ingin bermusuhan dengan orang lain.

 

8. Kedermawanan dengan kesabaran dan menahan diri. Ini merupakan tingkatan yang mulia dan lebih bermanfaat bagi pelakunya daripada mendermakan harta. Tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orangyang memiliki jiwa besar. Siapa yang tidak bisa menjadi dermawan

dengan hartanya, maka dia bisa bederma dengan kesabarannya. Allah menetapkan hukum qishash. Namun siapa yang melepaskan hak tebusan, maka itu merupakan tebusan bagi dosanya. Dengan kedermawanan ini seseorang bisa merasakan pahalanya di dunia dan di akhirat.

 

9. Kedermawanan dengan akhlak, perilaku dan budi pekerti yang baik. Inidi atas tingkatan kedermawanan dengan sabar, menguasai diri dan maaf.

Tingkatan ini dapat mengangkat pelakunya ke derajat orang yang puasa pada siang harinya dan shalat tahajjud pada malam harinya, serta dapat memberatkan timbangan. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,"janganlah sekali-kali engkau menghina sedikit pun dari hal yangma'ruf, sekalipun engkau menemui saudaramu dengan wajah yang berseri."

 

10. Kedermawanan dengan membiarkan apa yang ada di tangan manusia dan tidak menengok kepadanya serta tidak mengusiknya dengan apa pun.

 

Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, ada tiga derajat itsar, yaitu:

1. Engkau lebih mengutamakan manusia daripada dirimu sendiri, dalam perkara yang tidak mengusik agamamu, tidak memotong jalanmu dan tidak merusak waktumu.

Dengan kata lain, engkau mendahulukan kemaslahatan mereka daripada kemaslahatanmu, seperti membuat mereka kenyang sekalipun engkauharus lapar, memberikan pakaian kepada mereka sekalipun pakaianmu compang-camping, memberikan minuman kepada mereka sekalipun engkau dahaga, selagi hal itu tidak berpengruh terhadap munculnyapenyimpangan yang tidak diperkenankan agama, seperti engkau memberikan seluruh hartamu kepada mereka, lalu engkau duduk duduk saja dan menjadi beban bagi orang lain atau meminta-minta kepada orang lain. Mengutamakan kemaslahatan orang lain namun justru merusak agama orang yang diutamakan, juga dicela di sisi Allahdan di tengah manusia.

Mengutamakan kemaslahatan manusia ini juga tidak boleh memutuskan perjalananmu kepada Allah, seperti mementingkan pergaulan dengan teman lalu engkau melupakan dzikir kepada Allah atau engkausibuk mengurusi kelompokmu dan lalai ibadah kepada Allah. Perumpamaandirimu seperti seorang musafir yang bertemu seseorang ditengah perjalanan, lalu orang itu menghentikannya dan mengajak-nya mengobrol ke sana ke mari, hingga musafir itu ketinggalan dari rombongannya. Itsar ini dapat dilakukan dengan tiga cara:

- Mengagungkan hak. Siapa yang melihat besarnya hak yang harus dipenuhi, tentu dia akan melaksanakannya, memperhatikan hak tersebut dan tidak akan menyia-nyiakannya. Dia juga akan tahu bahwa jika dia tidak memenuhi hak itu sebagaimana mestinya, berartidia belum mencapai derajat itsar.

- Membenci sifat kikir. Sebab jika dia membenci kikir tentu bisa mengutamakan kemaslahatan orang lain.

- Mencintai akhlak yang mulia. Sejauh mana dia mencintai akhlakyang mulia, maka sejauh itu pula dia mengutamakan kemaslahatan orang lain.

 

2. Mengutamakan ridha Allah daripada ridha selain-Nya, sekalipun berat cobaannya, berat kesulitannya, dan lemah usaha dan badannya.

Artinya, seorang hamba harus berkehendak dan melakukan sesuatu yang dimaksudkan untuk mendapatkan ridha-Nya sekalipun membuat manusia marah. Ini merupakan derajat para nabi. Di atasnya lagi para rasul dan di atasnya lagi Ulul-Azmi dan di atasnya lagi adalah Nabikita Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, karena beliau menegakkan kehidupan untuk seluruh alam, harus memurnikan dakwah

kepada Allah, menghadapi permusuhan orang-orang yang dekat dan jauh karena agama Allah. Beliau lebih mengutamakan ridha Allah daripada ridha manusia dalam segala segi, dan dalam hal ini beliau tidak peduli terhadap celaan orang-orang yang suka mencela. Semua hasrat, kehendak dan niat semata tertuju pada ridha Allah, menyampaikan risalah-Nya, meninggikan kalimat-Nya dan memerangi musuh-musuh-Nya, sampai akhirnya agama Allah dapat mengalahkan semuaagama, hujjah-Nya tegak di seluruh alam dan nikmat-Nya menjadi sempurna atas orang-orang Mukmin.

Cobaan memang besar pada awal mulanya. Tapi jika tetap sabar, teguh dan maju terus, tentu cobaan itu akan berubah menjadi karunia dan rintangan berubah menjadi pertolongan. Yang demikian ini seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Selagi seseorang lebih mengutakan ridha Allah daripada ridha manusia, mampu menahan diri dalam menghadapi cobaan dan sabar, niscaya Allah akan merubah cobaan dan rintangan itu menjadi kenikmatan, kegembiraan dan pertolongan,tergantung dari kadar ridhanya, merubah ketakutan menjadi rasa aman, keletihan menjadi ketenangan, ujian menjadi nikmat, kebencian menjadi cinta.

Ini merupakan sunnatullah yang tidak bisa dirubah-rubah, bahwa sia-payang lebih mengutamakan ridha manusia daripada ridha Allah, maka

Allah akan murka kepadanya dan menghinakannya serta menyerahkan cobaan ke tangannya sendiri, sehingga hanya penyesalan yang akan dia dapatkan.

Sedangkan orang mengutamakan ridha Allah dengan terpaksa dan hati yang mengganjal, maka dia tidak akan meraih tujuan yang dikehendakinya dari manusia dan tidak mendapatkan ridha Allah.

Pasalnya, ridha manusia tidak terukur, tidak diperintahkan dan tidak bisa diprioritikan. Berarti ini adalah sesuatu yang mustahil. Kalau perlu engkau harus lebih banyak marah kepada mereka. Jika merekamembencimu dan marah kepadamu, tapi engkau mendapatkan ridha Allah, maka itu lebih baik bagimu daripada mereka suka kepadamu tapi Allah tidak ridha kepadamu. Jika engkau dihadapkan pada dua pilihankemarahan, maka pilihlah kemarahan mereka asalkan engkau mendapatkan ridha Allah, karena boleh jadi mereka akan ridha kepada musetelah itu.

Asy-Syafi'y pernah berkata, "Ridha manusia itu merupakan sasaran yang tidak bisa diukur. Maka ikutilah ridha yang mendatangkan kemaslahatan bagi dirimu." Sementara itu, tak ada kemaslahatan yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba kecuali dengan mementingkan ridha Allah daripada ridha selain-Nya.

 

3. Menisbatkan itsar kepada Allah dan bukan kepada dirimu. Sebab orang yang terjun dalam itsar mengaku memiliki kekuasaan. Kemudian dia harus meninggalkan kesaksian itsar itu, kemudian tidak merasa memiliki hak untuk meninggalkan atau mengerjakan. Artinya, Allahlah yang membuatmu bisa mengutamakan ridha Allah. Jadi, seakan-akan engkau telah menyerahkan masalah ini kepada-Nya. Jika selainmu yang engkau utamakan, berarti dialah yang lebih ber-hak, dan bukan dirimu.

Apabila seorang hamba mengaku bisa mengutamakan selainnya, berarti dia mengaku memiliki kekuasaan. Padahal kekuasaan yang hakiki adalah milik Allah dan Allahlah yang berkuasa atas segala sesuatu. Jika hamba keluar dari pengakuan ini, berarti dia benar dalam itsar-nya.

 

Tiada ulasan: