Bahasan
kita kali ini adalah merupakan kelanjutan dari bahasan sebelumnya yakni
berkenaan dengan “Asal-Usul Yahudi”, dan tema bahasan kali ini
adalah “Nabi Yusuf عليه السلام danBani Isro’iil”.
Kita perlu mengetahui tentang akar dari karakter dan watak Yahudi, sehingga
kita sebagai kaum Muslimin dapat menyadari berbagai pergolakan di dunia yang
terjadi bahkan hingga saat ini, serta menyikapinya dengan cermat dan benar.
Pada
zaman Nabi Ibrohim عليه السلام, dimana beliau عليه السلام disebut
sebagai Bapak Para Nabi; sebelum beliau عليه السلام diutus oleh
Allooh سبحانه وتعالى maka ketika itu ada 3 kelompok manusia, yaitu:
a)
Sekelompok manusia yang menyembah berhala (patung-patung yang terbuat dari batu
dan kayu),
b)
Sekelompok manusia lain yang menyembah matahari, bulan dan bintang,
c)
Sekelompok manusia lainnya yang menyembah raja dan penguasa.
Tiga
bentuk peribadatan kepada tuhan yang berbeda-beda itu ternyata masih berlanjut
pada masa Yahudi kedepannya.
Nabi
Yusuf adalah “Orang yang mulia, anak dari orang yang mulia, anak dari
orang yang mulia, anak dari orang yang mulia”.
Rosuulullooh
صلى الله عليه وسلم menamakannya “Al Kariim, Ibnul Kariim, Ibnul Kariim,
Ibnul Kariim”. Mereka adalah 4 (empat) generasi yang terpuji, mulia dan
dermawan.
Dalam
Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 3382 dari Shohabat
‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
bersabda:
الْكَرِيمُ ابْنُ الْكَرِيمِ ابْنِ
الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ ابْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ – عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ
Artinya:
“Al Kariim, Ibnul Kariim,
Ibnul Kariim, Ibnul Kariim, dialah Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrohim.”
Yang
dimaksud oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Yusuf bin Ya’qub bin
Ishaq bin Ibrohim عليهم السلام. Semuanya itu adalah Nabi, dan mereka
semuanya adalah orang-orang yang mulia.
Juga
didalam Hadits yang lain, diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 3353, dari
Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa ditanyakan kepada Rosuulullooh صلى الله
عليه وسلم tentang siapakah manusia yang paling mulia, maka beliau صلى الله عليه
وسلم menjawab:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ أَكْرَمُ النَّاسِ قَالَ أَتْقَاهُمْ
فَقَالُوا لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ قَالَ فَيُوسُفُ نَبِيُّ اللهِ ابْنُ
نَبِيِّ اللهِ ابْنِ نَبِيِّ اللهِ ابْنِ خَلِيلِ اللهِ قَالُوا لَيْسَ عَنْ هَذَا
نَسْأَلُكَ قَالَ فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونَ خِيَارُهُمْ فِي
الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوا
Artinya:
“Manusia yang paling mulia dari
kalian adalah manusia yang paling bertaqwa kepada Alloohسبحانه وتعالى.”
Para
Shohabat berkata, “Bukan itu yang kami maksudkan, ya Rosuulullooh.”
Maka
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Dia adalah Yusuf Nabiyullooh,
Ibni Nabiyyillah, Ibni Nabiyyillah, Ibni Kholiilillah.”
( —
Yang dimaksudkan dalam Hadits diatas adalah Yusuf Nabiyyulloh, putra
Nabiyyullooh (Ya’qub), cucu Nabiyyullooh (Ishaq), cicit Kholiilillah (Ibrohim)
– pent.)
Para
Shohabat bertanya lagi, “Bukan itu yang kami maksudkan, ya Rosuulullooh.”
Rosuulullooh
صلى الله عليه وسلم pun menjawab, “Tentang sesuatu yang berharga di kalangan
bangsa A’rob adalah terbaik dari mereka dimasa Jahiliyyah, tetapi terbaik dari
mereka dimasa Islam, jika mereka paham.”
( —
Yang dimaksudkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits diatas
adalah ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه – pent.)
Dari
Hadits diatas, dapatlah diambil pelajaran bahwa Nabi Yusuf عليه السلام ternyata
disebut oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagai manusia yang paling mulia.
Oleh karena itu, berikut ini kita akan membahas tentang Nabi Yusuf عليه السلام.
Dan bahasan kita adalah berdasarkan kepada berita yang datang dari Al Qur’an,
karena apabila berbicara tentang sejarah haruslah berlandaskan kepada Wahyu,
yakni Al Qur’an Surat Yusuf.
Sebagaimana
diberitakan dalam Hadits Riwayat Imaam Al Hakim no: 8196, dan Imaam Al Hakim
berkata Hadits ini Shohiih sesuai dengan syarat Al Imaam Muslim hanya
saja beliau tidak mengeluarkannya; dari Shohabat Jabir bin ‘Abdillah رضي
Jabir bin ‘Abdillahرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا berkata,
“Telah datang seorang Yahudi bernama Syaibaan (– “Syaibaan”,
artinya adalah “Orang yang sudah sepuh/ tua” – pent.) kepada Nabi
صلى الله عليه وسلم, lalu berkata:
“Ya
Muhammad, tahukah engkau tentang bintang yang dilihat oleh Yusuf bersujud kepadanya?”
Kemudian
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم terdiam sejenak. Lalu datanglah Malaikat Jibril
untuk memberitakan tentang apa yang ditanyakan oleh Yahudi tadi.
Setelah
itu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menemui Yahudi tadi dan bersabda, “Wahai
Yahudi, demi Allooh, kalau aku beritahukan padamu tentang pertanyaanmu, apakah
engkau akan menjadi Muslim?”
Syaibaan
pun menjawab, “Ya.”
Maka
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Yang dimaksud dengan bintang
yang bersujud kepada Yusuf adalah Hadatsaan, Thooriq, Dzabbaal, Qobbis,
‘Uudaan, Faliiq, Nush-hu, Qoruuh, Dzuul Kanafaan, Dzuul Faro’i dan Watsaab.
Itulah yang dilihat oleh Yusuf mengelilingi langit bersujud padanya, yang
kemudian dikisahkannya kepada bapaknya.
Lalu berkatalah bapaknya padanya, “Ini adalah perkara besar, maka
sembunyikanlah dan Allooh akan mengumpulkannya setelahnya jika Allooh kehendaki.”
Hal
ini pun adalah sebagaimana difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam Al
Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 4:
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبتِ
إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَباً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ
لِي سَاجِدِينَ
Artinya:
“(Ingatlah), ketika Yusuf
berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat
sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”
Sebelas
bintang itulah yang ditanyakan oleh Yahudi tadi kepada Rosuulullooh صلى الله عليه
وسلم untuk menguji beliau صلى الله عليه وسلم. Adapun Hadatsaan, Thooriq,
Dzabbaal, Qobbis, ‘Uudaan, Faliiq, Nush-hu, Qoruuh, Dzuul Kanafaan, Dzuul
Faro’i dan Watsaab adalah nama bintang-bintang yang
melambangkan saudara-saudara Nabi Yusuf عليه السلام yang sebelas orang,
anak-anak dari Nabi Ya’qub عليه السلام.
Didalam
sejarah, Nabi Ishaq عليه السلام (putra Nabi Ibrohim عليه السلام), memiliki
seorang istri bernama Rifqo. Rifqo memiliki saudara laki-laki
bernama Laabaan. Dari Rifqo, terlahir dua orang anak bernama ‘Iesh
dan Ya’qub. Kelak Nabi Ya’qub عليه السلام lah yang
dikenal dengan nama Isro’iil.
Nabi
Ishaq عليه السلام yang telah tua dan buta pada suatu hari menginginkan makan
daging buruan. Maka disuruhlah putranya yang bernama ‘Iesh (– ‘Iesh adalah
putra kesayangan bapaknya, sementara Ya’qub adalah putra kesayangan ibunya –)
untuk berburu.
Mendengar
akan hal ini, maka Rifqo (istri Nabi Ishaq عليه السلام) kemudian menyuruh
Ya’qub عليه السلام, putra kesayangannya, untuk segera menyembelih kambing. Lalu
dikuliti lah kambing tersebut, dan kulitnya dipakaikan sebagai baju oleh Ya’qub
عليه السلام. Kemudian daging kambingnya pun disuguhkan kepada bapaknya (Nabi
Ishaq عليه السلام) yang telah buta; dengan maksud agar Ya’qub عليه السلام pun
disayang oleh bapaknya sebagaimana kasih sayang Nabi Ishaq عليه السلام terhadap
‘Iesh. Hal ini dilakukan oleh karena didalam riwayat diberitakan bahwa ‘Iesh
badannya adalah berbulu.
Dengan
Ya’qub عليه السلام memakai baju kulit kambing tersebut, ibunya berharap apabila
Nabi Ishaq عليه السلام merabanya, maka ia akan mengira bahwa itulah ‘Iesh yang
datang membawa daging buruan. Dengan demikian diharapkan Ya’qub عليه السلام
akan semakin disayangi pula oleh Nabi Ishaq عليه السلام.
Ketika
Ya’qub عليه السلام menghadap kepada bapaknya dengan menghidangkan daging
kambing tersebut, maka Nabi Ishaq عليه السلام bertanya sambil mencium Ya’qub عليه
السلام, “Siapakah ini?”
Ya’qub
عليه السلام menjawab, “Anakmu !”
Bapaknya
(Nabi Ishaq عليه السلام) berkata, “Baumu seperti Ya’qub, tetapi badanmu
mirip ‘Iesh.”
Kemudian
Nabi Ishaq عليه السلام pun mendo’akan Ya’qub عليه السلام (– yang dikiranya
sebagai ‘Iesh –), dan diperintahkan putaranya tersebut pergi ke tempat
pamannya, saudara dari ibunya, yang bernama Laabaan. Laabaan memiliki dua orang
putri.
Putri
yang pertama
bernama Liyaa, sedangkan putri yang kedua bernama Rokhiil.
Maksud
kedatangan Ya’qub عليه السلام ke tempat Laabaan tersebut, adalah untuk meminang
putri Laabaan. Laabaan membolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Ya’qub عليه السلام
dengan syarat Ya’qub عليه السلام menggembalakan kambing Laabaan selama 7
(tujuh) tahun. Laabaan memang memiliki kambing yang cukup banyak. Syarat itupun
kemudian diterima oleh Ya’qub عليه السلام.
Setelah
7 (tujuh) tahun berlalu, maka Ya’qub عليه السلام pun dinikahkan dengan putri
Laabaan yang bernama Liyaa. Pada malam pertama pernikahannya,
barulah Ya’qub عليه السلام sadar bahwa yang dinikahinya adalah Liyaa. Bukan Rokhiil.
Padahal putri Laabaan yang ingin dinikahi oleh Ya’qub عليه السلام adalah
Rokhiil. Didalam riwayat, diberitakan bahwa Liyaa memang berwajah tidak cantik,
sementara adiknya Rokhiil lah yang berwajah cantik. Alangkah kecewanya Ya’qub عليه
السلام, tetapi akad nikah telah terjadi.
Maka
Ya’qub عليه السلام pun kembali menanyakan perihal tersebut kepada Laabaan.
Laabaan
pun memberikan penjelasan, bahwa dalam adat yang ada dikalangan mereka dikala
itu, putri tertua lah yang harus dinikahkan terlebih dahulu. Oleh karena itu
Laabaan memberikan Liyaa kepada Ya’qub عليه السلام, dan bukannya Rokhiil.
Ya’qub
عليه السلام kembali mengajukan keinginannya untuk menikahi Rokhiil kepada
Laabaan. Maka mertuanya, Laabaan, pun menjawab, “Kalau engkau ingin menikahi
adiknya (Rokhiil) maka engkau harus menggembalakan kambingku lagi selama 7
tahun.”
Maka
disanggupinya lah hal itu oleh Ya’qub عليه السلام, dan beliau عليه السلام
kembali menggembala kambing di tempat mertuanya Laabaan selama 7 tahun lagi.
Setelah
7 tahun berlalu, maka Ya’qub عليه السلام pun dinikahkan dengan Rokhiil. Jadi,
Ya’qub عليه السلام memiliki 2 orang istri, yaitu kakak-beradik Liyaa
dan Rokhiil.
Menurut
syari’at yang ada di zaman tersebut, memang diperbolehkan untuk menikahi
sekaligus dua orang perempuan kakak beradik. Namun di masa Nabi Muhammad صلى الله
عليه وسلم, maka syari’at ini telah dihapus dan telah dinyatakan terlarang
untuk menikahi dua orang perempuan kakak beradik bagi ummat Muhammad صلى الله
عليه وسلم sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى firmankan dalam QS. An Nisaa’ (4)
ayat 22-23 berikut ini:
وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ
النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتاً وَسَاء
سَبِيلاً ﴿٢٢﴾ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن
نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم
بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ
أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ
إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُوراً رَّحِيماً ﴿٢٣﴾
Artinya:
(22) Dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah
lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allooh dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
(23) Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu
yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri
anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya
Allooh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
Dari
istri bernama Liyaa, terlahir empat orang anak bernama Ruubiil,
Syam’uun, Laawi danYahuudzaa.
Sementara
dari istri yang bernama Rokhiil belumlah dikaruniai putra.
Laabaan
pun memberikan kepada masing-masing putrinya seorang budak. Budak perempuan
bagi Liyaa adalah bernama Balhaa. Sementara budak perempuan bagi
Rokhiil, adalah bernamaZulfaa.
Karena
adanya kecemburuan diantara Liyaa dan Rokhill, maka
didalam riwayat diberitakanRokhiil “menghadiahkan”
budaknya Zulfaa untuk dinikahi oleh Ya’qub عليه السلام, sehingga
kemudian terlahirlah dari Zulfaa dua orang anak bernama Jaad
dan Asyiir.
Liyaa
pun tidak mau kalah, dan selanjutnya ia “menghadiahkan” budaknya yang
bernama Balhaa kepada suaminya Ya’qub عليه السلام, agar budak tersebut dinikahi
pula oleh Ya’qub عليه السلام. Maka terlahirlah dari Balhaa dua
orang anak lagi yang bernama Daani dan Niftalii.
Selanjutnya
dari Liyaa, Ya’qub عليه السلام memiliki anak-anak lagi bernama Iisakhir,
seorang putra bernama Zaabiluun dan seorang putri bernama Dun-ya.
Jadi
anak Ya’qub عليه السلام pun menjadi 11 orang. Tujuh orang anak dari Liyaa,
yaitu: Ruubiil,Syam’uun, Laawi, Yahuudzaa,
Iisakhir, Zaabiluun dan Dun-ya.
Serta
dua orang anak lagi dari budak perempuannya (Zulfaa), yakni: Jaad
dan Asyiir.
Ditambah
dua orang anak dari budak perempuannya (Balhaa), yakni: Daani
dan Niftalii.
Maka
jumlah keseluruhannya adalah 11 (sebelas) orang. Inilah yang dimaksud sebagai
11 orang saudara Yusuf عليه السلام, sebagaimana difirmankan Allooh سبحانه وتعالى
dalam QS. Yusuf (12) ayat 4diatas.
Pada
suatu ketika Nabi Ya’qub عليه السلام mengajak istri-istri dan anak-anaknya
untuk pulang ke negeri asalnya yaitu daerah Kana’an; yang
merupakan negeri asal Nabi Ishaq عليه السلام.
Dalam
perjalanan, ditengah malam yang gelap gulita, diberitakan bahwa Ya’qub عليه السلام
bertemu dengan seseorang (– yang sebenarnya ia adalah merupakan Malaikat –).
Nabi
Ya’qub عليه السلام menyangka Malaikat itu adalah seorang perampok dan
dikarenakan kekhawatirannya atas keselamatan keluarganya, maka terjadilah perkelahian
(pergulatan) antara Nabi Ya’qub عليه السلام dengan orang tak dikenal (Malaikat)
tadi. Perkelahian tersebut berlangsung sampai terbit matahari, dan ketika hari
mulai siang perkelahian pun berhenti.
Akibat
perkelahian tersebut, Nabi Ya’qub عليه السلام menjadi terluka dan pincang. Akan
tetapi lawannya, yang sebenarnya merupakan Malaikat tadi, adalah kalah didalam
pertarungan tersebut. Ketika matahari terbit dan suasana telah menjadi terang,
maka mereka pun saling melihat satu sama lainnya.
Maka
berkatalah Malaikat itu, “Siapakah engkau?”
Maka
Nabi Ya’qub عليه السلام pun menjawab, “Aku adalah Ya’qub.”
Berkatalah
Malaikat itu kembali, “Kamu bukan Ya’qub. Sejak hari ini engkau bernama
Isroo’iil.”
(–
Didalam bahasa Ibrani, “Isroo’iil” artinya adalah “Hamba
Allooh”, yang pada hakekatnya adalah sama dengan ‘Abdullooh –)\
Nabi
Ya’qub عليه السلام memang merupakan seorang yang diberkahi; memiliki banyak
anak dan menjadi orang kaya. Dan ternyata istrinya yang kedua (Rokhiil)
pada akhirnya pun hamil dan melahirkan seorang putra yang sangat tampan bernama
Yusuf عليه السلام. Nabi Yusuf عليه السلام terkenal dengan ketampanan wajahnya,
karena ia terlahir dari ibunya Rokhiil yang juga berwajah cantik.
Demikianlah,
Nabi Ya’qub عليه السلام yang terlah beranak-pinak didaerah Haaroon (–
daerah tempat mertuanya, Laabaan, berada –) yang berjarak sekitar 500 Km dari
Kana’an; pada akhirnya membawa seluruh istri-istri dan anak-anaknya kembali ke
negeri asalnya yakniKana’an. Setibanya di Kana’an, Nabi Ya’qub عليه
السلام beserta keluarga besarnya pun disambut oleh kakak laki-lakinya, yaitu ‘Iesh.
Pada
suatu waktu, Nabi Yusuf عليه السلام yang ketika itu berusia sekitar 11 tahun,
kemudian bermimpi bahwa sebelas bintang bersujud kepadanya, sebagaimana dalam QS.
Yusuf (12) ayat 4 diatas. Ketika mimpinya itu diberitakannya kepada
bapaknya (Nabi Ya’qub عليه السلام), dan terdengarlah pula hal ini oleh ibu
tirinya (Liyaa). Maka Nabi Ya’qub عليه السلام melarang Nabi Yusuf
عليه السلام serta istrinya Liyaa (ibu tiri Nabi Yusuf عليه السلام)
agar mereka tidak memberitakan mimpi tersebut kepada kakak-kakak Nabi Yusuf عليه
السلام.
Namun
terjadi ketidak –jujuran dimana Liyaa membocorkan berita tersebut
kepada kakak-kakak Nabi Yusuf عليه السلام yang berjumlah 11 orang tersebut.
Akibat berita tersebut, maka muncullah rasa iri di hati kakak-kakak Nabi Yusuf عليه
السلام, terutama anak tertua yang bernama Ruubiil.
Didalam
riwayat, memang Nabi Ya’qub عليه السلام lebih menyayangi Nabi Yusuf عليه السلام
dibandingkan kakak-kakaknya. Hal ini dikarenakan ibu Nabi Yusuf عليه السلام (Rokhiil)
yang kemudian meninggal setelah melahirkan anak terakhir yakni Bunyamin.
Karena
Nabi Yusuf عليه السلام serta adiknya Bunyamin, tidak memiliki ibu lagi sedari
kecil, maka wajarlah apabila kasih sayang Nabi Ya’qub عليه السلام adalah lebih
besar tercurahkan kepada Nabi Yusuf عليه السلام dan Bunyamin daripada terhadap
kakak-kakaknya yang sudah dewasa. Hal ini tidaklah dimaklumi oleh
saudara-saudara dari Nabi Yusuf عليه السلام dan Bunyamin. Bahkan mereka
menyebutkan bahwa bapak mereka berada dalam kesesatan. Tampaknya, bibit sifat
iri inilah yang menjadi bibit watak Bani Isro’iil.
(Kisah
ini disarikan antara lain dari Kitab “Al Kaamil” karya Al
Imaam Ibnul ‘Atsiir رحمه الله)
Kisah
Nabi Yusuf عليه السلام yang didalam mimpinya melihat sebelas bintang bersujud
kepadanya itulah yang didalam Hadits ditanyakan oleh seorang Yahudi bernama
Syaibaan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagaimana telah
diuraikan diatas. Sehingga Allooh سبحانه وتعالى pun menurunkan firman-Nya
sebagaimana dalam QS. Yusuf (12) ayat 4. Sedangkan Hadits diatas adalah
menjadi Asbaabun Nuzuul dari sebab diturunkannya firman Allooh سبحانه
وتعالى tersebut.
Kemudian
Allooh سبحانه وتعالى berfirman didalam QS Yusuf (12) ayat 5-7 sebagai
berikut:
قَالَ يَا بُنَيَّ لاَ تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ
عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُواْ لَكَ كَيْداً إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإِنسَانِ
عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٥﴾ وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِن تَأْوِيلِ
الأَحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا
أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِن قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٦﴾ لَّقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ
لِّلسَّائِلِينَ ﴿٧﴾
Artinya:
(5) Ayahnya berkata: “Hai
anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka
mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaithoon itu adalah
musuh yang nyata bagi manusia.”
(6) Dan
demikianlah Robb-mu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya
kepadamu sebahagian dari ta`bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya ni`mat-Nya
kepadamu dan kepada keluarga Ya`qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan
ni`mat-Nya kepada dua orang bapakmu*] sebelum itu, (yaitu) Ibrohim dan Ishaq.
Sesungguhnya Robb-mu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(7) Sesungguhnya
ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allooh pada (kisah) Yusuf dan
saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.
*]
Yang dimaksudkan dengan “dua orang bapak” adalah kakek (Ishaq عليه السلام) dan
bapak dari kakek (Ibrohim عليه السلام)
Dari QS.
Yusuf (12) ayat 7, yang dimaksud dengan “bagi orang-orang yang
bertanya” adalah sebagaimana diberitakan dalam Hadits diatas yakni Syaibaan,
seorang Yahudi yang bertanya kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan Surat
Yusuf menjadi jawaban bagi pertanyaan orang Yahudi tersebut.
Adapun
kakak-kakak Nabi Yusuf عليه السلام yang merasa iri terhadapnya ketika mereka
mendengar berita tentang mimpi tersebut dan kemudian mereka mulai merencanakan
makar terhadap Nabi Yusuf عليه السلام dikala Nabi Yusuf عليه السلام berusia 17
tahun, maka hal ini adalah sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al
Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 8-10 berikut ini:
إِذْ قَالُواْ لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ
إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ
﴿٨﴾ اقْتُلُواْ يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضاً يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ
وَتَكُونُواْ مِن بَعْدِهِ قَوْماً صَالِحِينَ ﴿٩﴾ قَالَ قَآئِلٌ مَّنْهُمْ لاَ
تَقْتُلُواْ يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ
السَّيَّارَةِ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ ﴿١٠﴾
Artinya:
(8) (Yaitu) ketika mereka
berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai
oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan
(yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.
(9) Bunuhlah
Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian
ayah tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi
orang-orang yang baik.”
(10) Seseorang
di antara mereka berkata: “Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia
ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu
hendak berbuat.”
Yang
mengusulkan agar Nabi Yusuf عليه السلام dibunuh adalah kakak tertua yang
bernama Ruubiil. Adapun yang menyatakan agar Nabi Yusuf عليه السلام
jangan dibunuh melainkan dimasukkan kedalam sumur saja adalah kakak
laki-lakinya yang bernama Yahuudzaa.
Dengan
demikian kakak-kakak Nabi Yusuf عليه السلام pun berdusta terhadap bapak mereka,
yakni Nabi Ya’qub عليه السلام, dengan menyembelih seekor domba yang darahnya
kemudian ditorehkan kepada baju Nabi Yusuf عليه السلام. Kemudian di malam
harinya, mereka datang menghadap bapak mereka (Nabi Ya’qub عليه السلام) dengan
membawa baju Nabi Yusuf عليه السلام yang telah diberi darah domba tersebut.
Ditunjukkanlah baju tersebut kepada bapaknya sambil mengatakan bahwa Nabi Yusuf
عليه السلام telah mati diterkam dan dimakan oleh serigala. Sesungguhnya Nabi
Ya’qub عليه السلام meragukan cerita anak-anaknya itu, karena mereka mengatakan
bahwa Nabi Yusuf عليه السلام diterkam serigala namun mengapakah bajunya masih
tampak utuh, tidaklah robek.
Beberapa
hari setelahnya Yahuudzaa melihat kedalam sumur dimana Nabi Yusuf
عليه السلام dibuang, ternyata Nabi Yusuf عليه السلام sudah tidak ada lagi
didalam sumur tersebut, karena ia telah diangkat oleh seorang musafir yang
kemudian dibeli oleh orang Mesir seharga 40 dirham.
Perhatikanlah
firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Yusuf (12) ayat 11-21 berikut ini:
قَالُواْ يَا أَبَانَا مَا لَكَ لاَ
تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ ﴿١١﴾ أَرْسِلْهُ مَعَنَا
غَداً يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿١٢﴾ قَالَ إِنِّي
لَيَحْزُنُنِي أَن تَذْهَبُواْ بِهِ وَأَخَافُ أَن يَأْكُلَهُ الذِّئْبُ وَأَنتُمْ
عَنْهُ غَافِلُونَ ﴿١٣﴾ قَالُواْ لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ
إِنَّا إِذاً لَّخَاسِرُونَ ﴿١٤﴾ فَلَمَّا ذَهَبُواْ بِهِ وَأَجْمَعُواْ أَن
يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُم
بِأَمْرِهِمْ هَـذَا وَهُمْ لاَ يَشْعُرُونَ ﴿١٥﴾ وَجَاؤُواْ أَبَاهُمْ عِشَاء
يَبْكُونَ ﴿١٦﴾ قَالُواْ يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا
يُوسُفَ عِندَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنتَ بِمُؤْمِنٍ لِّنَا
وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ ﴿١٧﴾ وَجَآؤُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ
بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْراً فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللّهُ
الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ ﴿١٨﴾ وَجَاءتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُواْ
وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَـذَا غُلاَمٌ وَأَسَرُّوهُ
بِضَاعَةً وَاللّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ ﴿١٩﴾ وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ
دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُواْ فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ ﴿٢٠﴾ وَقَالَ الَّذِي
اشْتَرَاهُ مِن مِّصْرَ لاِمْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَن يَنفَعَنَا
أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَداً وَكَذَلِكَ مَكَّنِّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ
وَلِنُعَلِّمَهُ مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ وَاللّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ
وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿٢١﴾
Artinya:
(11) Mereka berkata: “Wahai
ayah kami, apa sebabnya engkau tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menginginkan kebaikan baginya.
(12) Biarkanlah
dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan
(dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya.”
(13) Berkata
Ya`qub; “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku
khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah daripadanya.”
(14) Mereka
berkata: “Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang
kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi.”
(15) Maka
tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka
masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf:
“Sesungguhnya engkau kelak akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka
ini, sedang mereka tiada ingat lagi.”
(16) Kemudian
mereka datang kepada ayah mereka di petang harinya sambil menangis.
(17) Mereka
berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami
tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala, dan
engkau sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah
orang-orang yang benar.”
(18) Mereka
datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya`qub
berkata: “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang
buruk) itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allooh
sajalah (aku) memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”
(19) Kemudian
datanglah sekelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang
pengambil air, maka dia menurunkan timbanya. Dia berkata: “Oh, kabar gembira,
ini seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang
dagangan. Dan Allooh Maha Mengetahui terhadap apa yang mereka kerjakan.
(20) Dan
mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, sebab
mereka tidak tertarik padanya.
(21) Dan
orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: “Berikanlah kepadanya
tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita
pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang
baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta`bir
mimpi. Dan Allooh berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahuinya.
Nabi
Yusuf عليه السلام kemudian dipelihara oleh seorang Raja Mesir, yang konon istri
raja itu sangatlah cantik dan ia tertarik dengan ketampanan Nabi Yusuf عليه السلام.
Akhirnya istri raja itu pun membujuk kepada Nabi Yusuf عليه السلام, mengajaknya
untuk berbuat yang tidak baik, namun dengan pertolongan Allooh سبحانه وتعالى,
Nabi Yusuf عليه السلام pun dapat terhindar dari perbuatan buruk tersebut dan
beliau عليه السلام lebih memilih untuk dipenjara daripada terjatuh kepada ke-ma’shiyatan.
Allooh
سبحانه وتعالى memberitakan tentang keteguhan dan sifat mulia Nabi Yusuf عليه السلام
ini di dalam firman-Nya dalam Surat Yusuf (12) ayat 23-34 berikut ini :
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا
عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ
اللّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
﴿٢٣﴾ وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَن رَّأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا
الْمُخْلَصِينَ ﴿٢٤﴾ وَاسُتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِن دُبُرٍ
وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاء مَنْ أَرَادَ
بِأَهْلِكَ سُوَءاً إِلاَّ أَن يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٢٥﴾ قَالَ هِيَ
رَاوَدَتْنِي عَن نَّفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّنْ أَهْلِهَا إِن كَانَ قَمِيصُهُ
قُدَّ مِن قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الكَاذِبِينَ ﴿٢٦﴾ وَإِنْ كَانَ
قَمِيصُهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِن الصَّادِقِينَ ﴿٢٧﴾ فَلَمَّا
رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِن كَيْدِكُنَّ إِنَّ
كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ ﴿٢٨﴾ يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَـذَا وَاسْتَغْفِرِي لِذَنبِكِ
إِنَّكِ كُنتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ ﴿٢٩﴾ وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ
امْرَأَةُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَن نَّفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبّاً
إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ ﴿٣٠﴾ فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ
أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ
مِّنْهُنَّ سِكِّيناً وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ
أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلّهِ مَا هَـذَا بَشَراً
إِنْ هَـذَا إِلاَّ مَلَكٌ كَرِيمٌ ﴿٣١﴾ قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي
فِيهِ وَلَقَدْ رَاوَدتُّهُ عَن نَّفْسِهِ فَاسَتَعْصَمَ وَلَئِن لَّمْ يَفْعَلْ
مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُوناً مِّنَ الصَّاغِرِينَ ﴿٣٢﴾ قَالَ رَبِّ
السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي
كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ ﴿٣٣﴾ فَاسْتَجَابَ
لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
﴿٣٤﴾
Artinya:
(23) Dan wanita yang Yusuf
tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya). Dan
dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf
berkata: “Aku berlindung kepada Allooh, sungguh tuanku telah memperlakukan aku
dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang dzolim tiada akan beruntung.
(24) Dan
sungguh, wanita iu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun
berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Robb-nya.
Demikianlah, Kami palingkan daripadanya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf
itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
(25) Dan
keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf
dari belakang hingga koyak dan keduanya mendapati suami wanita itu di depan
pintu. Wanita itu pun berkata: “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud
buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang
pedih?”
(26) Yusuf
berkata: “Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”. Seorang saksi
dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: “Jika baju gamisnya koyak di
muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta.
(27) Dan
jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta, dan Yusuf
termasuk orang-orang yang benar.”
(28) Maka
tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang, berkatalah
dia: “Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu dayamu, sesungguhnya
tipu dayamu adalah benar-benar hebat.”
(29) (Hai)
Yusuf: “Lupakanlah ini dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu,
karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.”
(30) Dan
wanita-wanita di kota berkata: “Isteri Al-‘Aziz menggoda pelayannya untuk
menundukkan dirinya (kepadanya), dan sesungguhnya cintanya kepada pelayannya
itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang
nyata.”
(31) Maka
tatkala wanita itu mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu
dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada
masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata
(kepada Yusuf): “Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka.” Maka tatkala
wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)-nya dan
mereka (tanpa sadar) melukai (jari) tangannya sendiri seraya berkata: “Maha
sempurna Allooh, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah
malaikat yang mulia.”
(32) Wanita
itu (istri Al-‘Aziz) berkata: “Itulah dia orang yang kamu cela aku karena
(tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan
dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak
mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan
dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.”
(33) Yusuf
berkata: “Wahai Robb-ku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan
mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan diriku dari tipu daya mereka,
tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku
termasuk orang-orang yang bodoh.”
(34)
Maka Robb-nya memperkenankan do`a Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu
daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Demikianlah,
Nabi Yusuf عليه السلام dengan keteguhan imannya, lebih memilih untuk dipenjara
daripada terjatuh kepada kema’shiyatan.
Berdasarkan
riwayat, Raja Mesir yang memenjarakan Nabi Yusuf عليه السلام itu bernama Ar
Royyaan bin Al Waliid bin Al Harowaan bin Ar Roosyih bin Faaroon bin ‘Amr bin
‘Amlaaq bin Laawidz bin Saam bin Nuuh (keturunan dari Nabi Nuh عليه السلام)
yang memang merupakan seorang yang lemah syahwatnya terhadap wanita. Sehingga
ketika peristiwa itu terjadi, Nabi Yusuf عليه السلام adalah berusia sekitar 35
tahun, usia dimana seorang pemuda sedang dalam puncak kegagahan fisiknya.
Adapun wanita istri Raja Mesir tersebut, yang bernamaRoo’iil,
usianya adalah sebanding dengan Nabi Yusuf عليه السلام, maka wajarlah bila
istri Raja Mesir (istri Al-‘Aziz) tersebut kemudian tertarik kepada Nabi Yusuf عليه
السلام. Hal ini dikarenakan suaminya sendiri (Raja Mesir yang bernama Ar
Royyaan) tersebut adalah seorang yang lemah syahwatnya. Didalam
riwayat, setelah Nabi Yusuf عليه السلام keluar dari penjara dan pada akhirnya
diangkat menjadi Menteri Keuangan (Bendaharawan) negeri Mesir, maka Raja Mesir
itupun didakwahinya sehingga akhirnya Raja Mesir itu masuk kedalam Islam, dan
tidak lama setelahnya ia pun meninggal dunia. Setelah Raja Mesir (Ar
Royyaan) tersebut meninggal dunia, maka pada akhirnya bekas istri Raja
Mesir, yakni Roo’iil (– yang menggoda Nabi Yusuf عليه السلام –)
tersebut pun menikah dengan Nabi Yusuf عليه السلام. Dan ketika ia menikah
dengan Nabi Yusuf عليه السلام adalah masih dalam keadaan perawan, karena selama
menjadi istri Al’Aziz tersebut, ia belum lah “disentuh” oleh suaminya.
Sepeninggal
Raja Mesir yang bernama Ar Royyaan tersebut, maka penggantinya
yakni Raja Mesir berikutnya bernama Qoobuus bin Mush’ab bin Mu’aawiyah
bin Numair bin As Salwaas bin Faaroon bin ‘Amr bin ‘Amlaaq, yang masih
merupakan saudara dari Ar Royyaan; maka ia pun juga didakwahi
oleh Nabi Yusuf عليه السلام tetapi ia tetap tidak mau masuk kedalam Islam.
Perhatikanlah
firman Allooh سبحانه وتعالى yang memberitakan tentang kemuliaan Nabi Yusuf عليه
السلام di dalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 35-57 berikut ini:
ثُمَّ بَدَا لَهُم مِّن بَعْدِ مَا رَأَوُاْ
الآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ ﴿٣٥﴾ وَدَخَلَ مَعَهُ السِّجْنَ فَتَيَانَ
قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْراً وَقَالَ الآخَرُ إِنِّي
أَرَانِي أَحْمِلُ فَوْقَ رَأْسِي خُبْزاً تَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْهُ نَبِّئْنَا
بِتَأْوِيلِهِ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٣٦﴾ قَالَ لاَ يَأْتِيكُمَا
طَعَامٌ تُرْزَقَانِهِ إِلاَّ نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِ قَبْلَ أَن
يَأْتِيكُمَا ذَلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِي رَبِّي إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ
لاَّ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَهُم بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ ﴿٣٧﴾ وَاتَّبَعْتُ
مِلَّةَ آبَآئِـي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَن
نُّشْرِكَ بِاللّهِ مِن شَيْءٍ ذَلِكَ مِن فَضْلِ اللّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى
النَّاسِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَشْكُرُونَ ﴿٣٨﴾ يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ
أَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ ﴿٣٩﴾ مَا
تَعْبُدُونَ مِن دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاء سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَآؤُكُم
مَّا أَنزَلَ اللّهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ
أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿٤٠﴾ يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا
أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْراً وَأَمَّا الآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ
الطَّيْرُ مِن رَّأْسِهِ قُضِيَ الأَمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ ﴿٤١﴾
وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُ نَاجٍ مِّنْهُمَا اذْكُرْنِي عِندَ رَبِّكَ
فَأَنسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ
﴿٤٢﴾ وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ
سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنبُلاَتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ يَا أَيُّهَا
الْمَلأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِن كُنتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ ﴿٤٣﴾
قَالُواْ أَضْغَاثُ أَحْلاَمٍ وَمَا نَحْنُ بِتَأْوِيلِ الأَحْلاَمِ بِعَالِمِينَ
﴿٤٤﴾ وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَاْ
أُنَبِّئُكُم بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ ﴿٤٥﴾ يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ
أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ
سُنبُلاَتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَّعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَعْلَمُونَ ﴿٤٦﴾ قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَباً فَمَا حَصَدتُّمْ
فَذَرُوهُ فِي سُنبُلِهِ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّا تَأْكُلُونَ ﴿٤٧﴾ ثُمَّ يَأْتِي
مِن بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلاَّ
قَلِيلاً مِّمَّا تُحْصِنُونَ ﴿٤٨﴾ ثُمَّ يَأْتِي مِن بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ
يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ ﴿٤٩﴾ وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ
فَلَمَّا جَاءهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ
النِّسْوَةِ اللاَّتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ إِنَّ رَبِّي بِكَيْدِهِنَّ
عَلِيمٌ ﴿٥٠﴾ قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدتُّنَّ يُوسُفَ عَن نَّفْسِهِ
قُلْنَ حَاشَ لِلّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِن سُوءٍ قَالَتِ امْرَأَةُ
الْعَزِيزِ الآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَاْ رَاوَدتُّهُ عَن نَّفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ
الصَّادِقِينَ ﴿٥١﴾ ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأَنَّ
اللّهَ لاَ يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ ﴿٥٢﴾ وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ
النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ
رَّحِيمٌ ﴿٥٣﴾ وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي
فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مِكِينٌ أَمِينٌ ﴿٥٤﴾ قَالَ
اجْعَلْنِي عَلَى خَزَآئِنِ الأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ ﴿٥٥﴾ وَكَذَلِكَ
مَكَّنِّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ
بِرَحْمَتِنَا مَن نَّشَاء وَلاَ نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٥٦﴾ وَلَأَجْرُ
الآخِرَةِ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ ﴿٥٧﴾
Artinya:
(35) Kemudian timbul pikiran pada
mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus
memenjarakannya sampai sesuatu waktu.
(36) Dan
bersama dengan dia masuk pula kedalam penjara dua orang pemuda. Berkatalah
salah seorang di antara keduanya: “Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras
anggur.” Dan yang lainnya berkata: “Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku
membawa roti di atas kepalaku, sebahagiannya dimakan burung.” Berikanlah kepada
kami ta`birnya; sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang-orang yang pandai
(mena`birkan mimpi).”
(37) Yusuf
berkata: “Tidaklah disampaikan kepada kamu berdua makanan apa yang akan
diberikan kepadamu, melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu,
sebelum makanan itu sampai kepadamu. Yang demikian itu adalah sebagian dari apa
yang diajarkan kepadaku oleh Robb-ku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama
orang-orang yang tidak beriman kepada Allooh, sedang mereka ingkar kepada hari
kemudian.
(38) Dan
aku mengikuti agama bapak-bapakku yaitu Ibrohim, Ishaq dan Ya`qub. Tiadalah
patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allooh. Yang
demikian itu adalah dari karunia Allooh kepada kami dan kepada manusia
(seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri-(Nya).
(39) Hai
kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu
ataukah Allooh Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?
(40) Apa
yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik
olehmu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allooh tidak menurunkan suatu
keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allooh.
Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(41) Hai
kedua penghuni penjara, “Adapun salah seorang di antara kamu berdua, akan
memberi minum tuannya dengan khamr; adapun yang seorang lagi maka ia akan
disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. Telah diputuskan perkara
yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku).”
(42) Dan
Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka
berdua: “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.” Maka syaithoon menjadikan dia
lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu tetaplah dia
(Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.
(43) Raja
berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi
melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi
betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir
lainnya yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku
tentang ta`bir mimpiku itu jika kamu dapat mena`birkan mimpi.”
(44) Mereka
menjawab: “(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu
menta`birkan mimpi itu.”
(45) Dan
berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada
Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: “Aku akan memberitakan kepadamu tentang
(orang yang pandai) menta`birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya).”
(46) (Setelah
pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat
dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh
bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali
kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.”
(47) Yusuf
berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka
apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu
makan.
(48) Kemudian
sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit
gandum) yang kamu simpan.
(49) Kemudian
setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup)
dan di masa itu mereka memeras anggur.”
(50) Raja
berkata: “Bawalah dia kepadaku.” Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf,
berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana
halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Robb-ku Maha
Mengetahui tipu daya mereka.”
(51) Raja
berkata (kepada wanita-wanita itu): “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda
Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka berkata: Maha Sempurna
Allooh, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan daripadanya. Berkata isteri
Al-‘Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk
menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang
benar.”
(52) (Yusuf
berkata): “Yang demikian itu agar dia (Al-‘Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya
aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allooh tidak
meridhoi tipu daya orang-orang yang berkhianat.
(53) Dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Robb-ku. Sesungguhnya Robb-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(54) Dan
Raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang
dekat kepadaku”. Maka tatkala Raja telah bercakap-cakap dengannya, maka dia
(Raja) pun berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang
berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami”.
(55) Berkata
Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.”
(56) Dan
demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa
penuh) pergi menuju ke mana saja yang ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami
melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
(57) Dan
sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman
dan selalu bertaqwa.
Selanjutnya
Allooh سبحانه وتعالى memberitakan tentang pertemuan kembali Nabi Yusuf عليه السلام
dengan saudara-saudaranya yang dikala itu berada di Palestina, yang datang
kepadanya (ke Mesir) berjumlah 10 orang, untuk meminta bantuan pangan,
sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 58-68
berikut ini:
وَجَاء إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُواْ
عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنكِرُونَ ﴿٥٨﴾ وَلَمَّا جَهَّزَهُم
بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُونِي بِأَخٍ لَّكُم مِّنْ أَبِيكُمْ أَلاَ تَرَوْنَ
أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَاْ خَيْرُ الْمُنزِلِينَ ﴿٥٩﴾ فَإِن لَّمْ
تَأْتُونِي بِهِ فَلاَ كَيْلَ لَكُمْ عِندِي وَلاَ تَقْرَبُونِ ﴿٦٠﴾ قَالُواْ
سَنُرَاوِدُ عَنْهُ أَبَاهُ وَإِنَّا لَفَاعِلُونَ ﴿٦١﴾ وَقَالَ لِفِتْيَانِهِ
اجْعَلُواْ بِضَاعَتَهُمْ فِي رِحَالِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَعْرِفُونَهَا إِذَا
انقَلَبُواْ إِلَى أَهْلِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٦٢﴾ فَلَمَّا رَجِعُوا
إِلَى أَبِيهِمْ قَالُواْ يَا أَبَانَا مُنِعَ مِنَّا الْكَيْلُ فَأَرْسِلْ
مَعَنَا أَخَانَا نَكْتَلْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿٦٣﴾ قَالَ هَلْ آمَنُكُمْ
عَلَيْهِ إِلاَّ كَمَا أَمِنتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِن قَبْلُ فَاللّهُ خَيْرٌ حَافِظاً
وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ﴿٦٤﴾ وَلَمَّا فَتَحُواْ مَتَاعَهُمْ وَجَدُواْ
بِضَاعَتَهُمْ رُدَّتْ إِلَيْهِمْ قَالُواْ يَا أَبَانَا مَا نَبْغِي هَـذِهِ
بِضَاعَتُنَا رُدَّتْ إِلَيْنَا وَنَمِيرُ أَهْلَنَا وَنَحْفَظُ أَخَانَا
وَنَزْدَادُ كَيْلَ بَعِيرٍ ذَلِكَ كَيْلٌ يَسِيرٌ ﴿٦٥﴾ قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ
مَعَكُمْ حَتَّى تُؤْتُونِ مَوْثِقاً مِّنَ اللّهِ لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلاَّ أَن
يُحَاطَ بِكُمْ فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ اللّهُ عَلَى مَا نَقُولُ
وَكِيلٌ ﴿٦٦﴾ وَقَالَ يَا بَنِيَّ لاَ تَدْخُلُواْ مِن بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُواْ
مِنْ أَبْوَابٍ مُّتَفَرِّقَةٍ وَمَا أُغْنِي عَنكُم مِّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِنِ
الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ
الْمُتَوَكِّلُونَ ﴿٦٧﴾ وَلَمَّا دَخَلُواْ مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُم مَّا
كَانَ يُغْنِي عَنْهُم مِّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِلاَّ حَاجَةً فِي نَفْسِ
يَعْقُوبَ قَضَاهَا وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِّمَا عَلَّمْنَاهُ وَلَـكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿٦٨﴾ وَلَمَّا دَخَلُواْ عَلَى يُوسُفَ آوَى
إِلَيْهِ أَخَاهُ قَالَ إِنِّي أَنَاْ أَخُوكَ فَلاَ تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُواْ
يَعْمَلُونَ ﴿٦٩﴾ فَلَمَّا جَهَّزَهُم بِجَهَازِهِمْ جَعَلَ السِّقَايَةَ فِي
رَحْلِ أَخِيهِ ثُمَّ أَذَّنَ مُؤَذِّنٌ أَيَّتُهَا الْعِيرُ إِنَّكُمْ
لَسَارِقُونَ ﴿٧٠﴾ قَالُواْ وَأَقْبَلُواْ عَلَيْهِم مَّاذَا تَفْقِدُونَ ﴿٧١﴾
قَالُواْ نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَن جَاء بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَاْ
بِهِ زَعِيمٌ ﴿٧٢﴾ قَالُواْ تَاللّهِ لَقَدْ عَلِمْتُم مَّا جِئْنَا لِنُفْسِدَ
فِي الأَرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ ﴿٧٣﴾ قَالُواْ فَمَا جَزَآؤُهُ إِن كُنتُمْ
كَاذِبِينَ ﴿٧٤﴾ قَالُواْ جَزَآؤُهُ مَن وُجِدَ فِي رَحْلِهِ فَهُوَ جَزَاؤُهُ
كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ ﴿٧٥﴾ فَبَدَأَ بِأَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاء
أَخِيهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِن وِعَاء أَخِيهِ كَذَلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ مَا
كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ إِلاَّ أَن يَشَاءَ اللّهُ نَرْفَعُ
دَرَجَاتٍ مِّن نَّشَاء وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ ﴿٧٦﴾ قَالُواْ إِن
يَسْرِقْ فَقَدْ سَرَقَ أَخٌ لَّهُ مِن قَبْلُ فَأَسَرَّهَا يُوسُفُ فِي نَفْسِهِ
وَلَمْ يُبْدِهَا لَهُمْ قَالَ أَنتُمْ شَرٌّ مَّكَاناً وَاللّهُ أَعْلَمْ بِمَا
تَصِفُونَ ﴿٧٧﴾ قَالُواْ يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ إِنَّ لَهُ أَباً شَيْخاً
كَبِيراً فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٧٨﴾
قَالَ مَعَاذَ اللّهِ أَن نَّأْخُذَ إِلاَّ مَن وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِندَهُ
إِنَّـا إِذاً لَّظَالِمُونَ ﴿٧٩﴾ فَلَمَّا اسْتَيْأَسُواْ مِنْهُ خَلَصُواْ
نَجِيّاً قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُواْ أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ
عَلَيْكُم مَّوْثِقاً مِّنَ اللّهِ وَمِن قَبْلُ مَا فَرَّطتُمْ فِي يُوسُفَ
فَلَنْ أَبْرَحَ الأَرْضَ حَتَّىَ يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللّهُ لِي
وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ ﴿٨٠﴾ ارْجِعُواْ إِلَى أَبِيكُمْ فَقُولُواْ يَا
أَبَانَا إِنَّ ابْنَكَ سَرَقَ وَمَا شَهِدْنَا إِلاَّ بِمَا عَلِمْنَا وَمَا
كُنَّا لِلْغَيْبِ حَافِظِينَ ﴿٨١﴾ وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا
وَالْعِيْرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا وَإِنَّا لَصَادِقُونَ ﴿٨٢﴾ قَالَ بَلْ
سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْراً فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللّهُ أَن
يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ ﴿٨٣﴾ وَتَوَلَّى
عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ
الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ ﴿٨٤﴾ قَالُواْ تَالله تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّى
تَكُونَ حَرَضاً أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ ﴿٨٥﴾ قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو
بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿٨٦﴾
يَا بَنِيَّ اذْهَبُواْ فَتَحَسَّسُواْ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلاَ تَيْأَسُواْ
مِن رَّوْحِ اللّهِ إِنَّهُ لاَ يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ
الْكَافِرُونَ ﴿٨٧﴾ فَلَمَّا دَخَلُواْ عَلَيْهِ قَالُواْ يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ
مَسَّنَا وَأَهْلَنَا الضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُّزْجَاةٍ فَأَوْفِ لَنَا
الْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَا إِنَّ اللّهَ يَجْزِي الْمُتَصَدِّقِينَ ﴿٨٨﴾
قَالَ هَلْ عَلِمْتُم مَّا فَعَلْتُم بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذْ أَنتُمْ جَاهِلُونَ
﴿٨٩﴾ قَالُواْ أَإِنَّكَ لَأَنتَ يُوسُفُ قَالَ أَنَاْ يُوسُفُ وَهَـذَا أَخِي
قَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَيْنَا إِنَّهُ مَن يَتَّقِ وَيِصْبِرْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ
يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٩٠﴾ قَالُواْ تَاللّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللّهُ
عَلَيْنَا وَإِن كُنَّا لَخَاطِئِينَ ﴿٩١﴾ قَالَ لاَ تَثْرَيبَ عَلَيْكُمُ
الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ﴿٩٢﴾ اذْهَبُواْ
بِقَمِيصِي هَـذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيراً وَأْتُونِي
بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٩٣﴾ وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ قَالَ أَبُوهُمْ إِنِّي
لَأَجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلاَ أَن تُفَنِّدُونِ ﴿٩٤﴾ قَالُواْ تَاللّهِ إِنَّكَ
لَفِي ضَلاَلِكَ الْقَدِيمِ ﴿٩٥﴾ فَلَمَّا أَن جَاء الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَى
وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيراً قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ
اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿٩٦﴾ قَالُواْ يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا
ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ ﴿٩٧﴾ قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ
رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٩٨﴾ فَلَمَّا دَخَلُواْ عَلَى
يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُواْ مِصْرَ إِن شَاء اللّهُ
آمِنِينَ ﴿٩٩﴾ وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّواْ لَهُ سُجَّداً
وَقَالَ يَا أَبَتِ هَـذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِن قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي
حَقّاً وَقَدْ أَحْسَنَ بَي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاء بِكُم مِّنَ
الْبَدْوِ مِن بَعْدِ أَن نَّزغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ
رَبِّي لَطِيفٌ لِّمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ ﴿١٠٠﴾ رَبِّ
قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ
فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ أَنتَ وَلِيِّي فِي الدُّنُيَا وَالآخِرَةِ
تَوَفَّنِي مُسْلِماً وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ ﴿١٠١﴾
Artinya:
(58) Dan saudara-saudara Yusuf
datang (ke Mesir) lalu mereka masuk ke (tempat)-nya. Maka Yusuf mengenal
mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya.
(59) Dan
tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia berkata: “Bawalah
kepadaku saudaramu yang sebapak denganmu (Bunyamin), tidakkah kamu
melihat bahwa aku menyempurnakan takaran dan aku adalah sebaik-baik penerima
tamu?
(60) Jika
kamu tidak membawanya kepadaku, maka kamu tidak akan mendapatkan jatah (gandum)
lagi daripadaku dan janganlah kamu mendekatiku”.
(61) Mereka
berkata: “Kami akan membujuk bapaknya untuk membawanya (ke sini) dan
sesungguhnya kami benar-benar akan melaksanakannya”.
(62) Yusuf
berkata kepada pelayan-pelayannya: “Masukkanlah barang-barang (penukar
kepunyaan mereka) ke dalam karung-karung mereka, supaya mereka mengetahuinya
apabila mereka telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali
lagi”.
(63) Maka
tatkala mereka telah kembali kepada bapak mereka (Ya`qub) mereka berkata:
“Wahai bapak kami, kami tidak akan mendapat jatah (gandum) lagi, (jika tidak
membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara kami pergi bersama-sama
kami supaya kami mendapatkan jatah, dan sesungguhnya kami benar-benar akan
menjaganya”.
(64) Berkatalah
Ya`qub: “Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali
seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?”. Maka
Allooh adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang.
(65) Tatkala
mereka membuka barang-barangnya, mereka menemukan kembali barang-barang
(penukaran) mereka, dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata: “Wahai bapak
kami, apa lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita, dikembalikan kepada
kita, dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat
memelihara saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan jatah (gandum) seberat
beban seekor unta. Itu adalah hal yang mudah (bagi Raja Mesir)”.
(66) Ya`qub
berkata: “Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu,
sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allooh, bahwa kamu
pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh”.
Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Ya`qub berkata: “Allooh adalah
saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)”.
(67) Dan
Ya`qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu
pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda; namun
demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun daripada (takdir)
Allooh. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allooh;
kepada-Nya-lah aku bertawakkul dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang
bertawakkul berserah diri”.
(68) Dan
tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan bapak mereka, maka (cara yang
mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allooh,
akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya`qub yang telah ditetapkannya.
Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan
kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Kemudian
Allooh سبحانه وتعالى memberitakan tentang pertemuan Nabi Yusuf عليه السلام
dengan adiknya Bunyamin dan pada akhirnya dengan bapaknya yakni Nabi Ya’qub عليه
السلام.
Nabi
Yusuf عليه السلام membuat siasat agar adiknya Bunyamin tetap tinggal bersamanya
di Mesir. Oleh karena itu ketika kesebelas orang saudara-saudaranya dan adiknya
Bunyamin hendak pulang kembali kenegeri Kana’an setelah mereka mendapatkan
jatah gandumnya; maka diam-diam (secara rahasia) dimasukkanlah piala Kerajaan
(mangkuk untuk minum) kedalam karung makanan Bunyamin. Ketika
saudara-saudaranya dan Bunyamin hendak berangkat pulang, maka diumumkanlah
bahwa ada piala kerajaan Mesir yang hilang, maka diperiksalah karung-karung
makanan mereka. Dan ditemukannya lah piala tersebut di karung Bunyamin. Maka diumumkanlah
bahwa Bunyamin harus ditahan di Mesir dengan dalih telah mencuri barang.
Pulanglah
saudara-saudara Nabi Yusuf عليه السلام ke Kana’an kepada bapak mereka, tanpa
membawa Bunyamin. Nabi Ya’qub عليه السلام pun kemudian diminta untuk datang ke
Mesir.
Sebelum
datang ke Mesir, maka Nabi Ya’qub عليه السلام menulis sebuah surat kepada
Penguasa Mesir, meminta agar janganlah keluarga Ya’qub عليه السلام dipersulit
karena mereka memang sedang membutuhkan pertolongan.
Diawal
suratnya, Nabi Ya’qub عليه السلام memberitakan perihal dirinya, dengan
pernyataannya sebagai berikut:
“Dari
Ya’qub, Isro’iil (‘Abdullooh) bin Ishaq, kepada Penguasa
Mesir.
Kami
banyak bala’, banyak kekurangan pangan, kelaparan…..” dan seterusnya.
Dalam
surat tersebut Nabi Ya’qub عليه السلام menyebut dirinya dengan sebutan “Isro’iil
bin Ishaq”.
Peristiwa
diatas diberitakan oleh Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana firman-Nya dalam Al
Qur’anSurat Yusuf (12) ayat 69-101 berikut ini:
(69) Dan
tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf, Yusuf membawa saudaranya (Bunyamin) ke
tempatnya, Yusuf berkata: “Sesungguhnya aku (ini) adalah saudaramu, maka
janganlah kamu berdukacita terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.
(70) Maka
tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukkan
piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah
seseorang yang menyerukan: “Hai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang
yang mencuri”.
(71) Mereka
menjawab, sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu: “Barang apakah yang
hilang darimu?”
(72) Penyeru-penyeru
itu berkata: “Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya
akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya”.
(73) Saudara-saudara
Yusuf menjawab: “Demi Allooh sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang
bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para pencuri”.
(74) Mereka
berkata: “Tetapi apa balasannya jikalau kamu betul-betul pendusta?”.
(75) Mereka
menjawab: “Balasannya, ialah pada siapa diketemukan (barang yang hilang)
dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya). Demikianlah kami
memberi hukuman kepada orang-orang yang dzolim.”
(76) Maka
mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka, sebelum (memeriksa) karung
saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala Raja itu dari karung
saudaranya. Demikianlah Kami mengatur rencana untuk (mencapai maksud) Yusuf.
Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja, kecuali
Allooh menghendakinya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki: dan
diatas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.
(77) Mereka
berkata: “Jika ia mencuri, maka sesungguhnya telah pernah mencuri pula
saudaranya sebelum itu”. Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya
dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): “Kamu
lebih buruk kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allooh Maha Mengetahui apa yang
kamu terangkan itu”.
(78) Mereka
berkata: “Wahai Al-‘Aziz, sesungguhnya ia mempunyai bapak yang sudah lanjut
usianya, lantaran itu ambillah salah seorang diantara kami sebagai gantinya,
sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik”.
(79) Berkata
Yusuf: “Aku mohon perlindungan kepada Allooh daripada menahan seorang, kecuali
orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami berbuat demikian,
maka benar-benarlah kami orang-orang yang dzolim”.
(80) Maka
tatkala mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil
berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua di antara mereka:
“Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya bapakmu telah mengambil janji dari
kamu dengan nama Allooh dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab
itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai bapakku mengizinkan
kepadaku (untuk kembali), atau Allooh memberi keputusan terhadapku. Dan Dia
adalah Hakim yang sebaik-baiknya”.
(81) Kembalilah
kepada bapakmu dan katakanlah: “Wahai bapak kami! Sesungguhnya anakmu telah
mencuri; dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui, dan sekali-kali kami
tidak dapat menjaga (mengetahui) barang yang ghoib.
(82) Dan
tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami
datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar”.
(83) Ya`qub
berkata: “Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk)
itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allooh
mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
(84) Dan
Ya`qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai dukacitaku
terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia
adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).
(85) Mereka
berkata: “Demi Allooh, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu
mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa”.
(86) Ya`qub
menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allooh aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allooh apa yang kamu tiada mengetahuinya.”
(87) Hai
anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allooh. Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allooh, melainkan kaum yang kafir”.
(88) Maka
ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: “Hai Al-‘Aziz, kami dan
keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang
yang tak berharga, maka sempurnakanlah jatah untuk kami, dan bershodaqohlah
kepada kami, sesungguhnya Allooh memberi balasan kepada orang-orang yang
bershodaqoh.”
(89) Yusuf
berkata: “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan
terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu
itu?”.
(90) Mereka
berkata: “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab: “Akulah Yusuf dan
ini saudaraku. Sesungguhnya Allooh telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”.
Sesungguhnya barangsiapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allooh
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.
(91) Mereka
berkata: “Demi Allooh, sesungguhnya Allooh telah melebihkan kamu atas kami, dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”.
(92) Dia
(Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadapmu, mudah-mudahan
Allooh mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang.”
(93) Pergilah
kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah bapakku,
nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku”.
(94) Tatkala
kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir) berkatalah bapak mereka:
“Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal
(tentu kamu membenarkan aku)”.
(95) Keluarganya
berkata: “Demi Allooh, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu”.
(96) Tatkala
telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke
wajah Ya`qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya`qub: “Tidakkah aku
katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allooh apa yang kamu tidak
mengetahuinya”.
(97) Mereka
berkata: “Wahai bapak kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa
kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”.
(98) Ya`qub
berkata: “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Robb-ku. Sesungguhnya Dia-lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(99) Maka
tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapaknya dan dia
berkata: “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allooh dalam keadaan aman”.
(100)
Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka
(semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkatalah Yusuf:
“Wahai bapakku inilah ta`bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Robb-ku
telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Robb-ku telah berbuat
baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika
membawamu dari dusun padang pasir, setelah syaithoon merusakkan (hubungan)
antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Robb-ku Maha Lembut terhadap apa
yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
(101)
Ya Robb-ku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian
kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta`bir mimpi. (Ya Robb),
Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat,
wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang
yang shoolih.”
Demikianlah
berita dari Wahyu (Al Qur’an) yang berkaitan dengan Nabi Yusuf عليه السلام.
Didalam riwayat diberitakan bahwa Nabi Yusuf عليه السلام memiliki dua orang
putra. Yang pertama bernamaAfro’iim, dan yang kedua bernama Mansyaa.
Afro’iim memiliki anak bernama Nuun, sedangkan Mansyaa
memiliki anak bernamaMuusaa (Sebagian ‘Ulama mengatakan bahwa Muusaa
ini adalah Muusaa bin ‘Imron, dan sebagian ‘Ulama lain
mengatakan bahwa ia adalah Musa Al Khidr).
Adapun
Nuun memiliki anak bernama Yuusya’, dan Muusaa
memiliki anak bernamaRohmah yang menjadi istri Nabi Ayyub
عليه السلام.
Dengan
demikian dapatlah kita mengambil pelajaran bahwa tercatat lima watak buruk dari
Bani (keturunan) Isro’iil, yang hendaknya kita kaum Muslimin berlindung kepada
Allooh سبحانه وتعالى dari watak ini, yaitu:
1.
Su’udzon. Hal ini terjadi ketika Liyaa (istri
Nabi Ya’qub عليه السلام) dilarang oleh Nabi Ya’qub عليه السلام untuk
menceritakan mimpi Yusuf عليه السلام, tetapi hal tersebut dilanggarnya sehingga
berita tentang mimpi Nabi Yusuf عليه السلام tersebut menimbulkan su’udzon
(buruk sangka) bahwa Nabi Ya’qub عليه السلام tidak sayang kepada
anak-anaknya yang lain yakni saudara-saudara Yusuf عليه السلام .
2.
Hasad, artinya: sifat iri.
3.
Dengki, sifat ini muncul akibat adanya Hasad
(iri hati).
4.
Makar, yaitu rencana pembunuhan yang dilakukan
oleh saudara-saudara Nabi Yusuf عليه السلام terhadap Nabi Yusuf عليه السلام,
yang berakhir dengan dimasukkannya ia kedalam sumur.
5.
Dusta, yaitu mereka melaporkan berita dusta
terhadap bapak mereka yakni Nabi Ya’qub عليه السلام dengan menyatakan bahwa
Nabi Yusuf عليه السلام telah meninggal dimakan serigala.
Lima
watak buruk yang merupakan “penyakit” hati ini, akan muncul dalam
berbagai kiprah Yahudi bahkan hingga zaman kita sekarang ini. Sifat dengki dan
iri hati ini pula yang menyebabkan Yahudi enggan menerima keputusan Allooh سبحانه
وتعالى bahwa Nabi Penutup yakni Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah datang
dari keturunan Nabi Ismail عليه السلام, dan bukan muncul dari keturunan Nabi
Ishaq عليه السلام. Sifat dengki dan iri hati ini pula lah yang menyebabkan
Yahudi berani men-tahriif (mengubah-ubah) ayat dalam Taurat
dengan menyatakan bahwa yang dikurbankan adalah Nabi Ishaq عليه السلام, dan
bukannya Nabi Ismail عليه السلام, sebagaimana telah kita bahas dalam kajian
kita yang lalu.
Dan
dalam kajian mendatang, kita akan membahas tentang Nabi Musa عليه السلام, Nabi
Daud عليه السلام dan Nabi Sulaiman عليه السلام sehingga diharapkan kita akan
semakin memahami tentang akar Yahudi di awalnya; sebelum kita insya Allooh
akan membahas antara lain tentang Zionisme,Freemasonry serta
berbagai kerusakan lain yang ada hingga zaman kita ini.
Hendaknya
kita kaum Muslimin berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى agar tidak
terjangkiti penyakit su’udzon, hasad (iri), dengki,
dusta dan makar yang merupakan watak buruk yang
berkembang dikalangan Yahudi Bani Isro’iil; dan hendaknya kita memperhatikan
pesan Nabiyyullooh Ya’qub عليه السلام yang diabadikan oleh Allooh سبحانه وتعالى
didalam Al Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 5, “Sesungguhnya syaithoon
itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
TANYA
JAWAB
Pertanyaan:
Mohon
penjelasan kelanjutan Hadits yang disampaikan diatas. Apakah Syaibaan
(seorang Yahudi) yang bertanya kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم itu pada
akhirnya masuk Islam ataukah tidak?
Jawaban:
Dalam
keterangan Hadits, Yahudi yang bertanya kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
tersebut tidak dijelaskan apakah ia pada akhirnya masuk Islam ataukah tidak.
Hadits tersebut merupakanAsbaabun Nuzuul (sebab dari turunnya)
Surat Yusuf dalam Al Qur’an. Maksud Yahudi tadi bertanya sebenarnya adalah
untuk menguji Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم tentang Nabi-Nabi dari keturunan
Nabi Ibrohim عليه السلام.
Pertanyaan:
1.
Sifat
orang Bani Isro’iil yang iri dan dengki itu bukankah juga sudah ditunjukkan
oleh putra Nabi Adam عليه السلام yang bernama Qobil yang membunuh saudaranya?
2.
Apakah
Nabi Yusuf عليه السلام yang menjadi penguasa Mesir akhirnya menurunkan
keturunan Bani Isro’iil di Mesir termasuk Nabi Musa عليه السلام?
3.
Apakah
nama “Yahudi” diambil dari nama salah seorang putra Nabi Ya’qub عليه
السلام yang bernama Yahudza?
Jawaban:
1.
Sifat
dengki dan iri yang ada pada orang Yahudi memang sudah ada pada sifat-sifat
manusia sebelumnya, dan ini memang benar. Namun pada hakekatnya, kita sedang
membahas tentang akar Yahudi di awal dan di akhir, agar kaum Muslimin memahami
dengan benar apakah yang menjadi penyebab segala kebencian kaum Yahudi terhadap
Muslimin bahkan hingga saat ini. Dan dari bahasan kita kali ini, kita dapat
mempelajari dari manakah asal muasal munculnya nama Isro’iil.
2.
Benar,
memang awalnya Nabi Ya’qub عليه السلام dan putra-putranya termasuk Nabi Yusuf عليه
السلام berasal dari daerah Kana’an. Kemudian saudara-saudara Nabi Yusuf عليه السلام
dibawa oleh Nabi Yusuf عليه السلام ke Mesir, beranak-pinak di Mesir dan pada
akhirnya mereka mengalami penindasan oleh Fir’aun. Kata “Fir’aun”
pada zaman Mesir Kuno sebenarnya berarti “Raja”. Dan didalam
perjalanan sejarah selanjutnya, Raja-Raja (Fir’aun) Mesir itu ada yang masuk
kedalam Islam seperti Raja Mesir pada masa Nabi Yusuf عليه السلام yang bernama Ar
Royyaan. Namun sesudahnya, yang menjadi Raja-Raja Mesir bukanlah Islam
lagi, dan berkelanjutan hingga zaman Nabi Musa عليه السلام.
3.
Tentang
nama “Yahudi”, ada 4 kemungkinan asal-usul katanya. Ada yang
menyatakan bahwa sebenarnya kata “Yahudi” berasal dari kata “At
Tahawwud” atau “Al-Hawada”. Dan ada pula yang menyatakan
berasal dari kata “Yahuudzaa”, salah seorang putra Nabi Ya’qub عليه
السلام. Lebih lengkapnya insya Allooh akan kita bahas pada kajian
mendatang.
Pertanyaan:
1.
Ada
Hadits yang menyatakan bahwa dunia ini tidak akan Kiamat sebelum Yahudi lenyap
dari muka bumi. Benarkah hal ini?
2.
Ada
keterangan yang menyatakan bahwa Nabi Yusuf عليه السلام menikah dengan istri
Raja yang bernama Zulaikha. Tetapi ada pula keterangan lain yang
menyatakan bahwa istri Nabi Yusuf عليه السلام bukanlah bernama Zulaikha,
sehingga apabila ada orang membaca do’a dalam pernikahan dengan
menyebut-nyebut: “Semoga pengantin ini adalah seperti pasangan Yusuf عليه
السلام dan Zulaikha”, maka bukankah do’a yang demikian itu tidak benar?
Mohon penjelasannya.
Jawaban:
1.
Memang
benar, sebagaimana dalam Hadits dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,
diberitakan bahwa Yahudi akan lenyap dari muka bumi, akan kalah dan itulah
akhir dari bahasan kita tentang Yahudi. Insya Allooh kajian-kajian kita
akan sampai pula pada akhirnya membahas tentang hal ini.
Bahkan
dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 2292 dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه,
beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ
الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ
الْيَهُودِىُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ
الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِىٌّ خَلْفِى فَتَعَالَ
فَاقْتُلْهُ. إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
Artinya:
“Tidak akan terjadi Hari
Kiamat sehingga Muslimin memerangi Yahudi, sehingga Muslimin
membunuh mereka dan ketika Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, maka
pohon dan batu pun berkata, “Wahai Muslim, wahai hamba Allooh, ini Yahudi
di belakangku. Kemarilah dan bunuhlah dia.”, kecuali pohon Ghorqod,
sesungguhnya dia adalah pohon Yahudi.”
Oleh
karena itu, bahkan di media massa (antara lain di internet,
silakan buka Jewish National Fund: www.jnf.org yang merupakan website kaum
Yahudi atau silakan klikhttp://www.youtube.com/watch?v=anjsDjPvsN8
yang merupakan rekaman video Yahudi berjudul “Ancient Trees Throughout
Israel”), dimana diberitakan bahwa orang-orang Yahudi saat ini telah
menanam sebanyak 240 juta pohon Ghorqod (Lycium
ferocissimum atau Boxthorn) di tanah Palestina, yakni
satu-satunya jenis pohon yang dikala Yahudi nanti akan kalah dan ditumpas
habis, maka pohon Ghorqod lah yang tidak mau melaporkan keberadaan kaum Yahudi
kepada Muslimin.
1.
Benar,
sebagaimana dalam bahasan kita diatas, telah dijelaskan bahwa bekas istri Raja
MesirAr Royyaan, yang kemudian dinikahi oleh Nabi Yusuf عليه السلام
adalah bernama Roo’iil. Bukan bernama Zulaikha.
Sehingga apabila ada yang berdo’a dengan do’a demikian tentulah tidak tepat.
Pertanyaan:
Apa
maknanya sampai Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diingkari sebagai bukan dari
keturunan Nabi Ismail عليه السلام oleh orang Yahudi?
Jawaban:
Sebenarnya
bagi kita kaum Muslimin adalah meyakini bahwa itu adalah Hak Mutlak Alloohسبحانه
وتعالى untuk memilih siapa yang akan diangkat menjadi Nabi atau Rosuul.
Dari kalangan mana saja adalah terserah pada kehendak Allooh سبحانه وتعالى.
Dari Nabi-Nabi kalangan Bani Isro’iil silakan, atau dari mana saja adalah tidak
ada masalah. Kita kaum Muslimin menerimanya dengan ikhlas. Tetapi tidak
demikian dengan Bani Isro’ill, mereka hanya mau menerima Nabi dan Rosuul dari
kalangan mereka saja.
Hal
ini adalah sebagaimana yang Allooh سبحانه وتعالى firmankan dalam QS. Ash
Shoffaat (37) ayat 113 bahwa diantara anak cucu Nabi Ishaq عليه السلام ada
yang berbuat dzolim terhadap dirinya dengan kedzoliman yang nyata:
وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ
وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ مُبِينٌ
Artinya:
“Kami limpahkan keberkahan
atasnya (Ibrohim) dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat
baik dan ada (pula) yang dzolim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.”
Hal
ini disebabkan karena mereka telah berbuat melampaui batas, dimana Allooh سبحانه
وتعالى telah mendatangkan sekian banyak Nabi dan Rosuul dari kalangan Bani
Isro’iil, tetapi banyak diantara para Nabi tersebut yang mereka bunuh.
Sebagaimana hal ini difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al
Baqoroh (2) ayat 61:
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَن نَّصْبِرَ
عَلَىَ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنبِتُ
الأَرْضُ مِن بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُواْ مِصْراً
فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ
وَبَآؤُوْاْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ
بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا
عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika kamu
berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan
saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Robb-mu, agar Dia mengeluarkan
bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah
kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah
kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu
ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan
dari Allooh. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat
Allooh dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu
(terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”
Juga
dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 87 berikut ini:
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ
وَقَفَّيْنَا مِن بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ
الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءكُمْ رَسُولٌ
بِمَا لاَ تَهْوَى أَنفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقاً كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقاً
تَقْتُلُونَ
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah
mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya
(berturut-turut) sesudah itu dengan rosuul-rosuul, dan telah Kami berikan
bukti-bukti kebenaran (mu`jizat) kepada `Isa putera Maryam dan Kami
memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang
rosuul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu
kamu bersikap angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan
beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?”
Dan
juga dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 90-91 berikut ini:
بِئْسَمَا اشْتَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ أَن
يَكْفُرُواْ بِمَا أنَزَلَ اللّهُ بَغْياً أَن يُنَزِّلُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ
عَلَى مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَآؤُواْ بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُّهِينٌ ﴿٩٠﴾ وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُواْ بِمَا
أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ نُؤْمِنُ بِمَا أُنزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرونَ بِمَا
وَرَاءهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ
أَنبِيَاءَ اللّهِ مِن قَبْلُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿٩١﴾
Artinya:
(90) Alangkah buruknya
(perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa
yang telah diturunkan Allooh, karena dengki bahwa Allooh menurunkan karunia-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena
itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang
kafir siksaan yang menghinakan.
(91) Dan
apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Qur’an yang diturunkan
Allooh”, mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada
kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al
Qur’an itu adalah (Kitab) yang haq; yang membenarkan apa yang ada pada mereka.
Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allooh jika benar kamu
orang-orang yang beriman?“
Bagi
kita kaum Muslimin, tidak menjadi masalah bila Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
berasal dari keturunan Nabi Ismail عليه السلام sebagaimana yang Allooh سبحانه وتعالى
kehendaki, ataukah berasal dari keturunan Nabi lainnya. Kita kaum Muslimin
menerima apa pun yang menjadi keputusan Allooh سبحانه وتعالى. Yang bermasalah
adalah justru kaum Yahudi, karena mereka hanya mau menerima apabila Nabi dan
Rosuul itu diangkat dan dipilih dari kalangan mereka (Bani Isro’iil). Namun,
bila bukan dari kalangan mereka, maka mereka tidak mau menerimanya.
Justru
masalah menjadi muncul ketika Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم terlahir bukan
dari keturunan Nabi Ishaq عليه السلام. Padahal didalam Taurat (Kitab
orang-orang Yahudi), sebenarnya telah diberitakan bahwa mereka (Yahudi) itu
mengetahui tentang akan munculnya Rosuulullooh Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai
Nabi akhir zaman, sebagaimana pengetahuan seorang bapak terhadap anaknya.
Perhatikanlah
firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 146 berikut
ini:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ
يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُمْ وَإِنَّ فَرِيقاً مِّنْهُمْ
لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya:
“Orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di
antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.”
Jadi
mereka paham dan tahu betul atas kenabian Muhammad صلى الله عليه وسلم. Tetapi
karena Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم tidak berasal dari keturunan Nabi Ishaq
عليه السلام, maka muncullahhasad (iri) dan dengki yang menyebabkan
mereka tidak mau menerima dan mengingkari kedatangan Nabi Muhammad صلى الله عليه
وسلم. Itulah yang Allooh سبحانه وتعالى beritakan di dalam QS. Al Baqoroh (2)
ayat 90 diatas.
Bagi
kita, kalau garis Wahyu-nya benar, maka kita akan beriman, dan kita
tidak membenci Nabi dari kalangan Bani Isro’iil atau siapa pun. Karena semua
itu adalah sesuai dengan firman Allooh سبحانه وتعالى. Yang menjadi masalah
adalah, kita beriman kepada Nabi-Nabi dari Bani Isro’iil; tetapi orang Bani Isro’iil
(Yahudi) tidak percaya dan tidak mau menerima Nabi dari kalangan Bani Ismail.
Padahal semua itu adalah hendaknya kita kembalikan kepada Wahyu, firman Allooh سبحانه
وتعالى dan kehendak Allooh سبحانه وتعالى semata-mata.
Kita
kaum Muslimin adalah sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al
Baqoroh (2) ayat 136:
قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ
إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ
وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ
مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya:
“Katakanlah (hai orang-orang
mu’min): “Kami beriman kepada Allooh dan apa yang diturunkan kepada kami,
dan apa yang diturunkan kepada Ibrohim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya,
dan apa yang diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada
nabi-nabi dari Robb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara
mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (Muslimun)“.
Kita
kaum Muslimin beriman kepada Nabi-Nabi, Kitab-Kitab Wahyu Allooh سبحانه وتعالى
sebelum Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan kita pun meyakini bahwa Nabi
Muhammad adalah khotamul ‘anbiya wal mursaliin (Penutup
seluruh Nabi dan Rosuul).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan