Catatan Popular

Isnin, 7 November 2011

RISALAH AL QUSYAIRI BAB 22: REDHA

Balasan mereka di sisi Tuhannya ialah Syurga Adn (tempat tinggal yang tetap), yang mengalir di bawahnya beberapa sungai; kekallah mereka di dalamnya selama-lamanya; Allah reda akan mereka dan merekapun reda (serta bersyukur) akan nikmat pemberianNya. Balasan yang demikian itu untuk orang-orang yang takut (melanggar perintah) Tuhannya. (Al-Bayyina: 8)
Jabir mengabarkan bahawa Rasulullah saw menyatakan, “Para penghuni syurga akan berada di dalam sebuah kumpulan ketika suatu cahaya dari pintu gerbang syurga menyinari mereka. Mereka akan mengangkat kepala dan Allah SWT memandang mereka dan berfirman, “Wahai penghuni syurga, mintalah kepada-Ku apa yang kamu inginkan.” Mereka akan menjawab, “Kami memohon agar Engkau redha kepada kami.” Allah SWT menjawab, “Keredhaan-Ku telah membawa kamu ke rumah-Ku, dan Aku telah menghormati kamu. Ini adalah saat yang tepat, maka bermohonlah kepada-Ku.” Mereka akan menjawab, “Kami memohon tambahan selain ini.” Selanjutnya baginda berkata, “Kepada mereka akan dibawakan kuda-kuda kuat yang terbuat dari mutu manikam, kendalinya dari zamrud dan manikam. Mereka akan menaikinya, dan kuda-kuda itu akan melangkah lebih cepat dari penglihatan mata. Lalu Allah SWT akan memerintahkan buah-buahan yang lazat serta bidadari supaya dibawa kepada mereka, dan para bidadari itu akan berkata, ‘Kami adalah orang-orang yang muda dan lemah lembut, dan kami tidak akan menjadi layu. Kami abadi dan tidak akan mati – jodoh bagi kaum beriman yang mulia.’ Selanjutnya Allah akan memerintahkan agar didatangkan minyak misik putih yang harum, dan mereka akan berputar berkeliling dibawa angin yang disebut ‘Al-Mutsirah’ (Pembangkit) sampai akhirnya mereka dibawa ke Syurga Adn, yang adalah pusat syurga.
Para malaikat akan menyerukan, “ Wahai Tuhan kami, mereka telah datang.” Allah akan mengatakan, “Selamat datang orang-orang yang benar, selamat datang orang-orang yang patuh.” Lalu Rasulullah saw mengatakan, “Maka tabir pun akan disingkapkan bagi mereka. Mereka akan memandang kepada Allah, dan mereka menikmati Cahaya Yang Maha Pengasih hingga mereka tidak akan melihat satu sama lain. Kemudian Allah memerintahkan, “Kembalikanlah mereka ke tempat tinggal mereka dan mereka akan dapat lagi saling pandang.” Lalu Rasulullah saw menjelaskan, “Itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah;
(Pemberian-pemberian yang serba mewah itu) sebagai sambutan penghormatan dari Allah Yang Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani! (As-Fussilat:32)
Abdul Wahid bin Zaid menjelaskan, “Kerelaan adalah gerbang Allah yang terbesar dan syurganya dunia ini.” Ketahuilah bahawa si hamba tidak akan mendekati darjat kerelaan terhadap Allah sampai Allah redha terhadapnya, sebab Allah telah berfirman,
Allah reda akan mereka dan merekapun reda (serta bersyukur) akan nikmat pemberianNya (Al-Bayyina: 8)
Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq menuturkan, “Seorang murid bertanya kepada syeikhnya, “Apakah si hamba mengetahui apakah Allah redha kepadanya? Sang syeikh menjawab, “Tidak. Bagaimana dia dapat tahu hal itu sedangkan keredhaan-Nya adalah sesuatu yang tersembunyi?” Si murid membantah, “Tidak, dia dapat mengetahuinya!” Syeikhnya bertanya, “Bagaimana si hamba dapat tahu?” Si murid menjawab, “Jika saya mendapati hati saya rela kepada Allah SWT, maka saya tahu bahawa Dia redha kepada saya.” Maka sang syeikh lalu berkata, “Sungguh baik sekali ucapanmu itu, anak muda.”
Ketika bahawa Musa as berdoa, “Ya Allah, bimbinglah aku kepada amal yang akan mendatangkan keredhaan-Mu”. Allah SWT menjawab, “Engkau tidak akan mampu melakukannya.” Musa bersujud dan terus memohon. Maka Allah SWT lalu mewahyukan kepadanya, “Wahai putera Imran, keredhaan-Ku ada pada kerelaanmu menerima ketetapan-Ku.”
Abu Sulaiman Ad-Darani menyatakan, “Jika si hamba membebaskan dirinya dari ingatan terhadap hawa nafsu, maka dia akan mencapai kerelaan.” An-Nasrabandi menyatakan, “Barangsiapa yang ingin mencapai darjat kerelaan, maka hendaklah dia berpegang teguh pada apa-apa yang padanya Allah telah menempatkan keredhaan-Nya.”
Muhammad bin Khafif menjelaskan, “Ada dua macam kerelaan: kerelaan terhadap Allah SWT dan kerelaan terhadap apa yang datang dari-Nya. Kerelaan terhadap Allah SWT beerti bahawa si hamba rela terhadap-Nya sebagai Pengatur (urusan-urusannya) dan kerelaan terhadap apa yang datang dari-Nya berkaitan dengan apa yang telah ditetapkan-Nya.
Saya mendengar Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq menyatakan, “Jalan sang pengembara itu lebih panjang, dan itulah jalan latihan spiritual. Jalan kaum terpilih lebih singkat, tapi lebih sulit dan menuntut agar engkau bertindak-sesuai dengan kerelaan dan agar engkau rela dengan takdir.” Ruwaym menyatakan, “Kerelaan adalah jika Allah meletakkan neraka di tangan kananmu, maka engkau tidak akan meminta agar Dia memindahkannya ke tangan kirimu.” Abu Bakr bin Thahir berpendapat, “Kerelaan adalah menghilangkan keengganan dari hati hingga tidak sesuatu pun yang tinggal selain kebahagian dan kegembiraan.” Al-Wasiti mengajarkan, “Manfaatkanlah kerelaan sebesar-besarnya dan jangan biarkan ia memanfaatkan dirimu agar supaya kemanisan dan wawasannya tidak menabirimu dari kebenaran batin yang menyangkut perhatianmu.” Ketahuilah bahawa kata-kata ini sangatlah penting. Di dalamnya terdapat peringatan yang tersirat bagi ummat sebab kerelaan terhadap keadaan mereka itu sendiri merupakan tabir yang menabiri Si Pemberi keadaan. Jika seseorang menemukan kesenangan dalam kerelaannya dan mengalami nikmat kerelaan dalam hatinya, maka dia telah ditabiri oleh kerelaannya sendiri dari menyaksikan kebenaran batin.
Al-Wasiti mengingatkan, “Waspadalah terhadap perasaan nikmat kerana amal ibadah, sebab itu adalah racun yang membawa maut.” Ibnu Khafif menyatakan, “Kerelaan adalah tenangnya hati dengan ketetapan Allah dan keserasian hati dengan apa yang menjadikan Allah redha dan dengan apa yang dipilih-Nya untukmu.”
Ketika Rabiah Al-adawiyah ditanya, “Bilakah seorang hamba dipandang rela?” Dia menjawab, “Apabila baginya penderitaan sama menggembirakan dengan anugerah.” Diceritakan bahawa Asy-Syibli menegaskan di hadapan Junaid, “Tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah,” dan Al-Junaid mengatakan kepadanya, “Ucapanmu itu mencul dari kenestapaan, dan kenestapaan datang kerana orang meninggalkan kerelaan terhadap takdir.” Asy-Syibli terdiam.
Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Kerelaan adalah jika engkau tidak meminta syurga dari Allah SWT dan berlindung kepada-Nya dari neraka.” Dzun Nun menjelaskan, “Ada 3 tanda kerelaan, tidak punya pilihan sebelum diputuskannya ketetapan (Allah), tidak merasakan kepahitan setelah diputuskannya ketetapan, dan merasakan ghairah cinta di tengah-tengah cubaan.”
Dikatakan kepada Al-Husaain putera Ali bin Abi thalib ra, “Abu Dzar menyatakan, “Kemiskinan lebih kucintai daripada kekayaan, dan sakit lebih kucintai daripada kesihatan.” Al-Hussain menjawab, “Semoga Allah mengasihani Abu Dzar. Aku sendiri, kukatakan, ‘Orang yang menaruh kepercayaan kepada pilihan baik Allah baginya tidak akan berkeinginan selain apa yang telah dipilihkan Allah SWT baginya.”
Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan kepada Bisyr Al-Hafi, “Kerelaan adalah lebih baik daripada hidup bertapa (asceticism) di dunia ini, sebab orang yang rela tidak pernah berkeinginan akan sesuatu di luar keadaannya.” Ketika Abu Utsman ditanya tentang ucapan Nabi saw, “Aku memohon kepada-Mu rasa rela, setelah diputuskannya ketetapan (Mu),” dia menjelaskan, “Ini kerana kerelaan sebelum diputuskannya ketetapan Allah beerti adanya niat kuat untuk merasa rela, tetapi kerelaan setelah diputuskannya ketetapan adalah [sebenar-benar] kerelaan.”
Al-Junaid berpendapat, “Kerelaan adalah meniadakan pilihan.” Ruwaym mengatakan, “Kerelaan adalah tenangnya hati dalam menjalani ketetapan (Allah).”
Diriwayatkan oleh Al-Abbas bin Abdul Mutallib bahawa Rasulullah saw menjelaskan, “Barangsiapa yang rela akan Allah sebagai Tuhannya, ia akan merasakan nikmatnya iman.”
Diceritakan bahawa Umar bin Al-Khattab menulis surat kepada Abu Musa Al-Asyari, “Segala kebaikan terletak di dalam kerelaan. Maka jika engkau mampu, jadilah orang yang rela; jika tidak mampu, jadilah orang yang sabar.” Dalam sebuah cerita disebutkan bahawa Utbah Al-Ghulam biasa menghabiskan malam-malamnya dengan berucap, “Jika engkau menghukumku, aku akan menyintai-Mu, dan jika engkau mengasihani aku, aku pun tetap menyintai-Mu.”

Tiada ulasan: