TEMPAT-TEMPAT PERSINGGAHAN IYYAKA NABUDU WA IYYAKA NASTAIN
IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH
Allah befirman tentang tempat persinggahan ini,
" Dan, barangsiapa mengagungkan apa-apa yang dihormati di
sisi Allah,maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya." (Al-Hajj:
30).
Di antara para mufassir ada yang mengatakan bahwa hurumatullah
disini adalah hal-hal yang dimurkai dan dilarang Allah. Sedangkan
pengagungannyaialah dengan meninggalkannya. Menurut Al-Laits,hurumatullah
adalah apa yang tidak boleh dilanggar. Ada pula yangberpendapat, artinya
perintah dan larangan. Menurut Az-Zajjaj, hurumatartinya apa yang harus
dilaksanakan dan tidak boleh diabaikan. Ada pulasego-longan ulama yang
berpendapat, hurumat artinya manasik dantempat-tempat syi'ar haji, baik waktu
maupun tempat. Pengagungannyaialah dengan memenuhi haknya dan menjaga
kelestariannya.Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, mengagungkan
hurumatullahini ada tiga derajat:
1. Mengagungkan perintah dan larangan, bukan karena takut
kepadasiksaan sehingga menjadi perlawanan bagi nafsu, bukan karena untukmencari
pahala sehingga pandangan hanya tertuju kepada imbalan,dan bukan karena
menampakkan amal untuk riya', karena semua inimerupakan sifat penyembahan
nafsu.
Masalah ini merupakan topik yang paling banyak dibicarakan
manusia.Mereka mengagungkannya dan juga para pelakunya, dengan
disertaikeyakinan bahwa ini merupakan derajat ubudiyah yang paling tinggi,yaitu
tidak menyembah Allah, melaksanakan perintah dan larangan-Nya karena takut
siksaan-Nya dan mengharapkan pahala-Nya. Cintayang sejati tidak menghendaki
yang demikian ini, karena orang yangmencintai tidak menginginkan bagian dari
orang yang dicintainya.Jika perhatiannya hanya tertuju kepada bagian yang
diterimanya, makaitu merupakan cacat dalam cintanya. Jika dia hanya ingin
merasakannikmatnya pahala, berarti dia merasa berhak mendapat-kan pahala
dariAllah atas amal yang dikerjakannya. Dalam hal ini akanmendatangkan dua
ujian: Perhatiannya hanya tertuju kepada pahala,dan muncul persangkaan yang
baik terhadap amalnya sendiri.Tidak ada yang bisa melepaskan diri dari
perhatian semacam ini kecualimemurnikan pelaksanaan perintah dan larangan dan segala
aib.
Bahkan pelaksanaannya harus dilandasi pengagungan terhadap
yangmemerintah dan yang melarang, bahwa Dia memang layak untuk disembahdan
apa-apa yang dihormati di sisi-Nya harus diagungkan,sebagaimana yang disebutkan
di dalam pepatah Isra'iliyat, "Sekira-nyaAku tidak menciptakan surga dan
neraka, apakah Aku tidak layakdisembah?"
Jiwa yang tinggi dan suci ialah yang menyembah Allah, karena
memangDia layak untuk disembah, dimuliakan, dicintai dan diagungkan.Seorang
hamba tidak boleh seperti buruh yang jahat, jika upah sudahdiberikan dia baru
mau bekerja, dan jika tidak diberikan, maka diatidak mau bekerja. Amal orang
yang memiliki ma'rifat dimaksudkanuntuk mendapatkan kedudukan dan derajat,
sedangkan amal paraburuh ialah untuk mendapatkan upah dan bayaran. Tentu saja
perbedaandi antara keduanya sangat jauh.
Tapi ada golongan lain yang menganggap perkataan ini hanya
sekedarbualan dan isapan jempol semata. Mereka berhujjah dengankeadaan para
nabi, rasul dan shiddiqin. Mereka berdoa dan juga memohon.Mereka dipuji karena
takut kepada neraka dan mengharapkansurga, sebagaimana firman Allah tentang
hamba-hamba-Nya yangkhusus,
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa
kepadaKami dengan harap dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu'
kepada Kami." (Al-Anbiya': 90).
Artinya, mereka mengharap apa yang ada di sisi Kami, dan mereka
jugacemas karena adzab Kami. Orang-orang yang disebutkan dalam ayat iniadalah
para nabi yang disebutkan dalam surat Al-Anbiya' ini.
Allah telah menyebutkan hamba-hamba-Nya yang khusus,
orangorangyang memiliki ma'rifat dan orang-orang yang berpikir, bahwamereka
semua memohon surga dan berlindung dari neraka. Begitu pulaIbrahim Al-Khalil.
Firman Allah tentang sabda beliau,
"Dan, yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku
padahari kiamat. Ya Rabbi, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlahaku ke
dalarn golongan orang-orang yang shalih, dan jadikanlah akubuah tutur yang baik
bagi orang-orang (yang datang) kemudian, danjadikanlah aku termasuk orang-orang
yang mempusakai surga yangpenuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena
esungguhnya iaadalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan
janganlahEngkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hariharta
dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yangmenghadap Allah
dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara': 82-89).
Ibrahim memohon surga dan berlindung dari neraka atau
penghinaanpada hari berbangkit. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
jugamemerintahkan umatnya agar memohon kedudukan yang tinggi disurga kepada
Allah pada waktu yang tepat untuk pengabulan doa, yaitusetelah adzan, dan
mengabarkan bahwa siapa yang meminta hal itu, makadia akan mendapatkan syafaat
beliau.
Di dalam Ash-Shahih disebutkan hadits para malaikat yang
mencatatamal manusia, bahwa Allah bertanya kepada para malaikat itu
ten-tanghamba-hamba-Nya, dan Dia lebih tahu tentang keadaan mereka.
Paramalaikat menjawab, "Kami datang kepada-Mu dari sisi hamba-hamba-Mu
yang bertahlil, bertakbir, bertahmid dan memuliakan-Mu. Allahbertanya,
"Apakah mereka melihat-Ku?" Malaikat menjawab, "Tidakwahai
Rabbi. Mereka tidak melihat-Mu." Allah bertanya, "Bagaimanajika
mereka melihat-Ku?" Malaikat menjawab, "Jika mereka melihat-Mu,
nicaya mereka lebih memuliakan-Mu." Para malaikat berkata lagi,
"Wahai Rabbi, mereka memohon surga-Mu."
Allah bertanya, "Apakah mereka melihat surga itu?"
Malaikatmenjawab, "Tidak. Demi kemuliaan-Mu, mereka tidak
melihatnya."
Allah bertanya, "Bagaimana jika mereka melihatnya?'
Malaikatmenjawab, "Jika mereka melihatnya, niscaya mereka
lebihmengharapkannya." Para malaikat berkata, "Mereka berlindung
kepada-Mu dari neraka."
Allah bertanya, "Apakah mereka melihatnya?"
"Tidak. Demikemuliaan-Mu, mereka tidak melihatnya." Allah
bertanya,"Bagaimana jika mereka melihatnya?" Malaikat menjawab,
"Jikamereka melihatnya, niscaya mereka lebih keras melarikan
diridarinya."
Allah befirman, "Aku bersaksi kepada kalian bahwa Aku telah
mengampunidosa-dosa mereka, Kuberikan kepada mereka apa yang merekaminta dan
Kulindungi mereka dari apa yang mereka mintakanperlindungannya."
Al-Qur'an dan As-Sunnah dipenuhi pujian terhadap hamba-hamba
danwali-wali-Nya yang memohon dan mengharap surga, berlindung dantakut dari
neraka. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernahbersabda kepada para
shahabat,
"Berlindunglah kepada Allah dari neraka."
Beliau bersabda kepada seseorang yang memohon agar dapat menyertaibeliau
di surga,
"Bantulah aku untuk kepentingan dirimu dengan memperbanyak
sujud."
Jika kita meneliti apa yang disebutkan dalam As-Sunnah, tentu
kitabanyak mendapatkan sabda beliau, "Siapa yang mengerjakan beginidan
begitu, maka Allah akan memasukkannya ke surga." Hal ini
dimaksudkansebagai sugesti agar mengamalkannya. Maka bagaimanamungkin amal
untuk mendapatkan pahala dan takut dari siksa dikatakancela dan kurang? Padahal
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjaminsurga bagi orang yang melakukan ini dan
itu dari berbagai amal shalih.
Di samping itu, Allah juga mencintai hamba-hamba-Nya yangmemohon
surga dan berlindung dari neraka kepa-da-Nya. Allah sukauntuk dimintai dan
murka kepada orang yang tidak mau memohonkepada-Nya. Permohonan yang paling
agung adalah surga danperlindungan yang besar adalah neraka. Para nabi, rasul,
shiddiqin,syuhada' dan shalihin juga memohon surga dan lari dari neraka.Yang
mereka maksudkan, bahwa hamba beribadah kepada Rabb-nyasesuai dengan hak
ubudiyah. Tak berbeda dengan hamba (budak). Jikaseorang hamba meminta imbalan
dari tuannya atas pengabdiannya,maka dia adalah hamba yang paling bodoh dan
tidak beharga di matatuannya, sekiranya dia tidak mendapat hukumannya.
Penghambaannyaitu mengharuskannya untuk mengabdi. Jika pengabdiannyakepada
seseorang untuk mendapatkan imbalan, maka itu bukan pengabdiankepada orang yang
tidak tepat. Boleh jadi karena dia bukanhamba atau karena dia menjadi hamba
bagi orang lain. Kalau memangdia benar-benar sebagai hamba bagi tuannya,
berarti dia tidak mempunyaikemerdekaan dan tidak bisa menjadi hamba bagi
selainnya,sehingga jika dia menuntut imbalan, berarti dia keluar dari
kemur-nianpenghambaan. Manusia dalam hal ini ada empat macam:- Orang-orang yang
tidak menghendaki Allah dan tidak menghendakipahala-Nya. Mereka adalah
musuh-musuh yang sebenarnyadan yangmendapatkan adzab yang kekal. Mereka tidak
menghendaki pahala-Nya, boleh jadi karena memang mereka tidak mempercayai
Allah,atau karena mementingkan kemaslahatan dunia.- Orang-orang yang menghendaki
Allah dan menghendaki pahala-Nya.Mereka adalah orang-orang yang khusus di
antara makhluk-Nya.
- Allah berfirman,
"Dan, jika kamu sekalian menghendaki Allah dan Rasul-Nya
serta(kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allahmenyediakan bagi
siapa yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar." (Al-Ahzab:
29).
Ini merupakan firman Allah yang ditujukan kepada para
wanitapilihan di antara wanita-wanita di dunia, yaitu para istri
NabiShallallahu Alaihi wa Sallam.- Orang-orang yang menghendaki pahala dari
Allah dan tidak menghendakiAllah. Mereka adalah orang-orang yang tidak
mengetahuiAllah, yang hanya mendengar bahwa di sana ada surga dan
neraka.Sementara di dalam hatinya hanya ada kehendak mendapatkan
kenikmatansurga. Ini juga merupakan keadaan mayoritas teolog yangtidak
mempercayai kenikmatan memandang Allah di surga. Di antaramereka juga ada yang
berpendapat bahwa menghendaki Allah adalahsesuatu yang mustahil.
- Orang-orang yang menghendaki Allah dan tidak menghendaki
pahaladari-Nya. Tentu saja ini sesuatu yang mustahil. Ini merupakan
anggapanorang-orang yang disebutkan di atas dari kalangan orang-orang sufi,bahwa
Allah-lah yang menjadi kehendak mereka dan tidak menghendakisedikit pun pahala
dari-Nya, seperti yang dikisahkan dari Abu Yazid, diaberkata, "Aku pernah
ditanya seseorang, "Apa yang engkau kehendaki?"
Maka aku menjawab, "Aku menghendaki untuk tidak menghendaki."Tentu
saja ini sesuatu yang mustahil dari pertimbangan rasa dan rasio,fitrah dan
syariah. Sebab kehendak merupakan keharusan makhlukhidup. Kehendak ini tidak
ada selagi seseorang mabuk, pingsan atautidur. Memang kami tidak mengingkari pembebasan
diri dari kehendakterhadap selain Allah yang dicampur dengan kehendak terhadap
Allah.
Tapi bukankah seseorang juga menghendaki kedekatan dengan
Allahdan ridha-Nya? Lalu adakah kehendak yang lebih tinggi dari kehendakini?
Perkataan pengarang Manazilus-Sa'irin, "Bukan karena
menampakkanamal untuk riya'", ini merupakan rincian tersendiri.
Menampakkanamal ini ada dua macam: Menampakkan amal untuk membangkitkanamal itu
dan menguatkan pendorongnya, dan menampakkan amalyang tidak membangkitkan amal dan
tidak pula menguatkan pendorongnya,sehingga tidak ada bedanya antara adanya
amal itu atau tidakadanya. Boleh jadi engkau menampakkan amal di hadapan orang
yanghendak belajar darimu. Engkau melakukannya secara ikhlas dan diadapat
belajar darimu. Atau engkau menampakkan suatu amal agarditiru orang lain atau
diketahui orang yang belum mengetahui amalitu. Ini termasuk riya' yang terpuji.
Bahkan menampakkan amal itutidak bisa disebut riya'. Sebab Allah ada di dalam
niat hati dan tujuannya.Sedangkan riya' yang tercela ialah yang dimaksudkan
untukmendapatkan sanjungan dan pengagungan di hadapan orang lain,sehingga orang
lain itu memujinya dan enggan kepadanya. Contohlain dari riya' yang terpuji,
ada orang buta yang meminta keperluanhidupnya kepada segolongan orang.
Salah seorang di antara merekamenyadari, bahwa jika dia memberi
peminta-minta itu secara sembunyi-sembunyi tanpa dilihat seorang pun, maka
mereka tidak akanmenirunya dan tidak akan memberikan apa-apa kepada
peminta-mintaitu. Tapi jika dia memberinya secara terang-terangan, maka
merekaakan meniru tindakannya. Karena itu dia putuskan untuk memberinyasecara
terang-terangan. Pendorong baginya untuk memberi secaraterang-terangan ialah
kehendak agar peminta-minta itu untukmendapatkan yang lebih banyak lagi dari
orang-orang yang ada ditempat itu. Ini termasuk penampakan amal yang terpuji.
Tapipendorongnya tidak boleh karena ingin mendapat pujian dan sanjungan.
2. Menyampaikan pengabaran menurut zhahirnya, tidak membuat
ka-jianyang menyimpang dari zhahirnya, tidak memaksakan ta'wil, tidakmembuat
perumpamaan dan perkiraan.
Pengarang Manazilus-Sa'irin mengisyaratkan hal ini kepada
pemeliharaankehormatan nash asma' dan sifat-sifat Allah, dengan
menyampaikanpengabaran ini menurut zhahirnya dan menciptakan persepsipemahaman
yang sama di tengah umat.
Malik pernah ditanya tentang firman Allah, "Yang Maha
Pemurah, Yangbersemayam di atas 'Arsy". (Thaha: 5), "Bagaimana Dia
bersemayam disana?"
Cukup lama Malik hanya menundukkan kepala. Keringat dingin
sudahmembasahi tubuhnya. Akhirnya dia menjawab, "Bersemayamnya
Allah sudah jelas. Tentang bagaimana semayam-Nya, maka tidak
bisadicapai akal manusia. Iman kepada semayamnya Allah ini wajib, danmenanyakan
bagaimana semayamnya adalah bid'ah." Siapa yangmenanyakan firman Allah
(kepada Musa dan Harun), "SesungguhnyaAku berserta kamu berdua, aku
mendengar dan melihat", (Thaha: 46),
"Bagaimana cara Allah mendengar dan melihat?" Maka
dapat dijawabseperti jawaban Malik di atas. Begitu pula siapa yang menanyakan
sifatsifatAllah yang lain. Makna-maknanya sudah bisa dipahami.
Tentangbagaimananya, maka tidak bisa dicapai akal manusia. Yang paling
baikdalam masalah ini ialah mensifati Allah dengan sifat yang disifati
Allahkepada Diri-Nya dan seperti yang disifati Rasulullah Shallallahu Alaihiwa
Sallam, tanpa merubah dan menyim-pangkannya, tanpamenggambarkan caranya dan
tidak pula membuat perumpamaan.Sedangkan ta'wil yang dimaksudkan di sini adalah
ta'wil terminologis,yaitu mengalihkan lafazh dari zhahirnya, mengalihkan dari
maknayang lazim ke makna yang tidak lazim. Para ulama sudah menyepakatihal ini.
Tidak membuat perumpamaan artinya menyerupakan dengan
sifatsifatmakhluk.
3. Menjaga semangat agar tidak dikotori kelancangan, menjaga
kegembiraanagar tidak dimasuki rasa aman, dan menjaga kesaksian agartidak
ditentang sebab.
Derajat ini dikhususkan bagi orang-orang yang memiliki
kesaksian,yang biasanya mereka itu penuh semangat dan merasakan
kegembiraan.Semangat yang dikotori kelancangan ini bisa mengeluarkan
seoranghamba dari adab ubudiyah dan membawanya kepada bualan,seperti orang yang
berkata, "Subhani".4
4 Artinya: Mahasuci aku Yang berkata seperti itu adalah seorang
tokoh sufi. Abu YazidAl-Busthamy. Kami tidak tahu apa alasan yang mendasari
perkataan seperti ini.Menjaga kegembiraan agar tidak dimasuki rasa aman,
artinya orangyang bersemangat dan memiliki kesaksian biasanya merasakan
kegembiraanyang tidak terkira. Namun keadaannya ini tidak boleh
membuatnyamerasa aman dari tipu daya. Kegembiraan dan kesenangannyaharus tetap
dijaga dan dipelihara.Menjaga kesaksian agar tidak ditentang sebab artinya,
boleh jadi orangyang memiliki kesaksian merasa lemah dalam mempersaksikan
hakikattauhid, lalu dia menduga telah mendapatkan apa yang diinginkannyakarena
suatu ijtihad dan ibadah yang mukhlis. Ini menunjukkanadanya kekurangan dalam
tauhid dan ma'rifatnya. Sebab kesaksianini merupakan anugerah dan tidak muncul
karena suatu usaha.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan