Catatan Popular

Isnin, 26 Februari 2018

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 41 : MEANGAGUNGKANYA APA YANG DIHORMATI DI SISI ALLAH


TEMPAT-TEMPAT PERSINGGAHAN IYYAKA NABUDU WA IYYAKA NASTAIN

IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH

Allah befirman tentang tempat persinggahan ini,
" Dan, barangsiapa mengagungkan apa-apa yang dihormati di sisi Allah,maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya." (Al-Hajj: 30).

Di antara para mufassir ada yang mengatakan bahwa hurumatullah disini adalah hal-hal yang dimurkai dan dilarang Allah. Sedangkan pengagungannyaialah dengan meninggalkannya. Menurut Al-Laits,hurumatullah adalah apa yang tidak boleh dilanggar. Ada pula yangberpendapat, artinya perintah dan larangan. Menurut Az-Zajjaj, hurumatartinya apa yang harus dilaksanakan dan tidak boleh diabaikan. Ada pulasego-longan ulama yang berpendapat, hurumat artinya manasik dantempat-tempat syi'ar haji, baik waktu maupun tempat. Pengagungannyaialah dengan memenuhi haknya dan menjaga kelestariannya.Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, mengagungkan hurumatullahini ada tiga derajat:
1. Mengagungkan perintah dan larangan, bukan karena takut kepadasiksaan sehingga menjadi perlawanan bagi nafsu, bukan karena untukmencari pahala sehingga pandangan hanya tertuju kepada imbalan,dan bukan karena menampakkan amal untuk riya', karena semua inimerupakan sifat penyembahan nafsu.
Masalah ini merupakan topik yang paling banyak dibicarakan manusia.Mereka mengagungkannya dan juga para pelakunya, dengan disertaikeyakinan bahwa ini merupakan derajat ubudiyah yang paling tinggi,yaitu tidak menyembah Allah, melaksanakan perintah dan larangan-Nya karena takut siksaan-Nya dan mengharapkan pahala-Nya. Cintayang sejati tidak menghendaki yang demikian ini, karena orang yangmencintai tidak menginginkan bagian dari orang yang dicintainya.Jika perhatiannya hanya tertuju kepada bagian yang diterimanya, makaitu merupakan cacat dalam cintanya. Jika dia hanya ingin merasakannikmatnya pahala, berarti dia merasa berhak mendapat-kan pahala dariAllah atas amal yang dikerjakannya. Dalam hal ini akanmendatangkan dua ujian: Perhatiannya hanya tertuju kepada pahala,dan muncul persangkaan yang baik terhadap amalnya sendiri.Tidak ada yang bisa melepaskan diri dari perhatian semacam ini kecualimemurnikan pelaksanaan perintah dan larangan dan segala aib.
Bahkan pelaksanaannya harus dilandasi pengagungan terhadap yangmemerintah dan yang melarang, bahwa Dia memang layak untuk disembahdan apa-apa yang dihormati di sisi-Nya harus diagungkan,sebagaimana yang disebutkan di dalam pepatah Isra'iliyat, "Sekira-nyaAku tidak menciptakan surga dan neraka, apakah Aku tidak layakdisembah?"
Jiwa yang tinggi dan suci ialah yang menyembah Allah, karena memangDia layak untuk disembah, dimuliakan, dicintai dan diagungkan.Seorang hamba tidak boleh seperti buruh yang jahat, jika upah sudahdiberikan dia baru mau bekerja, dan jika tidak diberikan, maka diatidak mau bekerja. Amal orang yang memiliki ma'rifat dimaksudkanuntuk mendapatkan kedudukan dan derajat, sedangkan amal paraburuh ialah untuk mendapatkan upah dan bayaran. Tentu saja perbedaandi antara keduanya sangat jauh.
Tapi ada golongan lain yang menganggap perkataan ini hanya sekedarbualan dan isapan jempol semata. Mereka berhujjah dengankeadaan para nabi, rasul dan shiddiqin. Mereka berdoa dan juga memohon.Mereka dipuji karena takut kepada neraka dan mengharapkansurga, sebagaimana firman Allah tentang hamba-hamba-Nya yangkhusus,
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepadaKami dengan harap dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." (Al-Anbiya': 90).
Artinya, mereka mengharap apa yang ada di sisi Kami, dan mereka jugacemas karena adzab Kami. Orang-orang yang disebutkan dalam ayat iniadalah para nabi yang disebutkan dalam surat Al-Anbiya' ini.
Allah telah menyebutkan hamba-hamba-Nya yang khusus, orangorangyang memiliki ma'rifat dan orang-orang yang berpikir, bahwamereka semua memohon surga dan berlindung dari neraka. Begitu pulaIbrahim Al-Khalil. Firman Allah tentang sabda beliau,
"Dan, yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku padahari kiamat. Ya Rabbi, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlahaku ke dalarn golongan orang-orang yang shalih, dan jadikanlah akubuah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, danjadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yangpenuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena esungguhnya iaadalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlahEngkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hariharta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yangmenghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara': 82-89).
Ibrahim memohon surga dan berlindung dari neraka atau penghinaanpada hari berbangkit. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam jugamemerintahkan umatnya agar memohon kedudukan yang tinggi disurga kepada Allah pada waktu yang tepat untuk pengabulan doa, yaitusetelah adzan, dan mengabarkan bahwa siapa yang meminta hal itu, makadia akan mendapatkan syafaat beliau.
Di dalam Ash-Shahih disebutkan hadits para malaikat yang mencatatamal manusia, bahwa Allah bertanya kepada para malaikat itu ten-tanghamba-hamba-Nya, dan Dia lebih tahu tentang keadaan mereka. Paramalaikat menjawab, "Kami datang kepada-Mu dari sisi hamba-hamba-Mu yang bertahlil, bertakbir, bertahmid dan memuliakan-Mu. Allahbertanya, "Apakah mereka melihat-Ku?" Malaikat menjawab, "Tidakwahai Rabbi. Mereka tidak melihat-Mu." Allah bertanya, "Bagaimanajika mereka melihat-Ku?" Malaikat menjawab, "Jika mereka melihat-Mu, nicaya mereka lebih memuliakan-Mu." Para malaikat berkata lagi,
"Wahai Rabbi, mereka memohon surga-Mu."
Allah bertanya, "Apakah mereka melihat surga itu?" Malaikatmenjawab, "Tidak. Demi kemuliaan-Mu, mereka tidak melihatnya."
Allah bertanya, "Bagaimana jika mereka melihatnya?' Malaikatmenjawab, "Jika mereka melihatnya, niscaya mereka lebihmengharapkannya." Para malaikat berkata, "Mereka berlindung kepada-Mu dari neraka."
Allah bertanya, "Apakah mereka melihatnya?" "Tidak. Demikemuliaan-Mu, mereka tidak melihatnya." Allah bertanya,"Bagaimana jika mereka melihatnya?" Malaikat menjawab, "Jikamereka melihatnya, niscaya mereka lebih keras melarikan diridarinya."
Allah befirman, "Aku bersaksi kepada kalian bahwa Aku telah mengampunidosa-dosa mereka, Kuberikan kepada mereka apa yang merekaminta dan Kulindungi mereka dari apa yang mereka mintakanperlindungannya."
Al-Qur'an dan As-Sunnah dipenuhi pujian terhadap hamba-hamba danwali-wali-Nya yang memohon dan mengharap surga, berlindung dantakut dari neraka. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernahbersabda kepada para shahabat,
"Berlindunglah kepada Allah dari neraka."
Beliau bersabda kepada seseorang yang memohon agar dapat menyertaibeliau di surga,
"Bantulah aku untuk kepentingan dirimu dengan memperbanyak sujud."
Jika kita meneliti apa yang disebutkan dalam As-Sunnah, tentu kitabanyak mendapatkan sabda beliau, "Siapa yang mengerjakan beginidan begitu, maka Allah akan memasukkannya ke surga." Hal ini dimaksudkansebagai sugesti agar mengamalkannya. Maka bagaimanamungkin amal untuk mendapatkan pahala dan takut dari siksa dikatakancela dan kurang? Padahal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjaminsurga bagi orang yang melakukan ini dan itu dari berbagai amal shalih.
Di samping itu, Allah juga mencintai hamba-hamba-Nya yangmemohon surga dan berlindung dari neraka kepa-da-Nya. Allah sukauntuk dimintai dan murka kepada orang yang tidak mau memohonkepada-Nya. Permohonan yang paling agung adalah surga danperlindungan yang besar adalah neraka. Para nabi, rasul, shiddiqin,syuhada' dan shalihin juga memohon surga dan lari dari neraka.Yang mereka maksudkan, bahwa hamba beribadah kepada Rabb-nyasesuai dengan hak ubudiyah. Tak berbeda dengan hamba (budak). Jikaseorang hamba meminta imbalan dari tuannya atas pengabdiannya,maka dia adalah hamba yang paling bodoh dan tidak beharga di matatuannya, sekiranya dia tidak mendapat hukumannya. Penghambaannyaitu mengharuskannya untuk mengabdi. Jika pengabdiannyakepada seseorang untuk mendapatkan imbalan, maka itu bukan pengabdiankepada orang yang tidak tepat. Boleh jadi karena dia bukanhamba atau karena dia menjadi hamba bagi orang lain. Kalau memangdia benar-benar sebagai hamba bagi tuannya, berarti dia tidak mempunyaikemerdekaan dan tidak bisa menjadi hamba bagi selainnya,sehingga jika dia menuntut imbalan, berarti dia keluar dari kemur-nianpenghambaan. Manusia dalam hal ini ada empat macam:- Orang-orang yang tidak menghendaki Allah dan tidak menghendakipahala-Nya. Mereka adalah musuh-musuh yang sebenarnyadan yangmendapatkan adzab yang kekal. Mereka tidak menghendaki pahala-Nya, boleh jadi karena memang mereka tidak mempercayai Allah,atau karena mementingkan kemaslahatan dunia.- Orang-orang yang menghendaki Allah dan menghendaki pahala-Nya.Mereka adalah orang-orang yang khusus di antara makhluk-Nya.
- Allah berfirman,
"Dan, jika kamu sekalian menghendaki Allah dan Rasul-Nya serta(kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allahmenyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar." (Al-Ahzab: 29).
Ini merupakan firman Allah yang ditujukan kepada para wanitapilihan di antara wanita-wanita di dunia, yaitu para istri NabiShallallahu Alaihi wa Sallam.- Orang-orang yang menghendaki pahala dari Allah dan tidak menghendakiAllah. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahuiAllah, yang hanya mendengar bahwa di sana ada surga dan neraka.Sementara di dalam hatinya hanya ada kehendak mendapatkan kenikmatansurga. Ini juga merupakan keadaan mayoritas teolog yangtidak mempercayai kenikmatan memandang Allah di surga. Di antaramereka juga ada yang berpendapat bahwa menghendaki Allah adalahsesuatu yang mustahil.
- Orang-orang yang menghendaki Allah dan tidak menghendaki pahaladari-Nya. Tentu saja ini sesuatu yang mustahil. Ini merupakan anggapanorang-orang yang disebutkan di atas dari kalangan orang-orang sufi,bahwa Allah-lah yang menjadi kehendak mereka dan tidak menghendakisedikit pun pahala dari-Nya, seperti yang dikisahkan dari Abu Yazid, diaberkata, "Aku pernah ditanya seseorang, "Apa yang engkau kehendaki?"
Maka aku menjawab, "Aku menghendaki untuk tidak menghendaki."Tentu saja ini sesuatu yang mustahil dari pertimbangan rasa dan rasio,fitrah dan syariah. Sebab kehendak merupakan keharusan makhlukhidup. Kehendak ini tidak ada selagi seseorang mabuk, pingsan atautidur. Memang kami tidak mengingkari pembebasan diri dari kehendakterhadap selain Allah yang dicampur dengan kehendak terhadap Allah.
Tapi bukankah seseorang juga menghendaki kedekatan dengan Allahdan ridha-Nya? Lalu adakah kehendak yang lebih tinggi dari kehendakini?
Perkataan pengarang Manazilus-Sa'irin, "Bukan karena menampakkanamal untuk riya'", ini merupakan rincian tersendiri. Menampakkanamal ini ada dua macam: Menampakkan amal untuk membangkitkanamal itu dan menguatkan pendorongnya, dan menampakkan amalyang tidak membangkitkan amal dan tidak pula menguatkan pendorongnya,sehingga tidak ada bedanya antara adanya amal itu atau tidakadanya. Boleh jadi engkau menampakkan amal di hadapan orang yanghendak belajar darimu. Engkau melakukannya secara ikhlas dan diadapat belajar darimu. Atau engkau menampakkan suatu amal agarditiru orang lain atau diketahui orang yang belum mengetahui amalitu. Ini termasuk riya' yang terpuji. Bahkan menampakkan amal itutidak bisa disebut riya'. Sebab Allah ada di dalam niat hati dan tujuannya.Sedangkan riya' yang tercela ialah yang dimaksudkan untukmendapatkan sanjungan dan pengagungan di hadapan orang lain,sehingga orang lain itu memujinya dan enggan kepadanya. Contohlain dari riya' yang terpuji, ada orang buta yang meminta keperluanhidupnya kepada segolongan orang.
Salah seorang di antara merekamenyadari, bahwa jika dia memberi peminta-minta itu secara sembunyi-sembunyi tanpa dilihat seorang pun, maka mereka tidak akanmenirunya dan tidak akan memberikan apa-apa kepada peminta-mintaitu. Tapi jika dia memberinya secara terang-terangan, maka merekaakan meniru tindakannya. Karena itu dia putuskan untuk memberinyasecara terang-terangan. Pendorong baginya untuk memberi secaraterang-terangan ialah kehendak agar peminta-minta itu untukmendapatkan yang lebih banyak lagi dari orang-orang yang ada ditempat itu. Ini termasuk penampakan amal yang terpuji. Tapipendorongnya tidak boleh karena ingin mendapat pujian dan sanjungan.
2. Menyampaikan pengabaran menurut zhahirnya, tidak membuat ka-jianyang menyimpang dari zhahirnya, tidak memaksakan ta'wil, tidakmembuat perumpamaan dan perkiraan.
Pengarang Manazilus-Sa'irin mengisyaratkan hal ini kepada pemeliharaankehormatan nash asma' dan sifat-sifat Allah, dengan menyampaikanpengabaran ini menurut zhahirnya dan menciptakan persepsipemahaman yang sama di tengah umat.
Malik pernah ditanya tentang firman Allah, "Yang Maha Pemurah, Yangbersemayam di atas 'Arsy". (Thaha: 5), "Bagaimana Dia bersemayam disana?"
Cukup lama Malik hanya menundukkan kepala. Keringat dingin sudahmembasahi tubuhnya. Akhirnya dia menjawab, "Bersemayamnya
Allah sudah jelas. Tentang bagaimana semayam-Nya, maka tidak bisadicapai akal manusia. Iman kepada semayamnya Allah ini wajib, danmenanyakan bagaimana semayamnya adalah bid'ah." Siapa yangmenanyakan firman Allah (kepada Musa dan Harun), "SesungguhnyaAku berserta kamu berdua, aku mendengar dan melihat", (Thaha: 46),
"Bagaimana cara Allah mendengar dan melihat?" Maka dapat dijawabseperti jawaban Malik di atas. Begitu pula siapa yang menanyakan sifatsifatAllah yang lain. Makna-maknanya sudah bisa dipahami. Tentangbagaimananya, maka tidak bisa dicapai akal manusia. Yang paling baikdalam masalah ini ialah mensifati Allah dengan sifat yang disifati Allahkepada Diri-Nya dan seperti yang disifati Rasulullah Shallallahu Alaihiwa Sallam, tanpa merubah dan menyim-pangkannya, tanpamenggambarkan caranya dan tidak pula membuat perumpamaan.Sedangkan ta'wil yang dimaksudkan di sini adalah ta'wil terminologis,yaitu mengalihkan lafazh dari zhahirnya, mengalihkan dari maknayang lazim ke makna yang tidak lazim. Para ulama sudah menyepakatihal ini.
Tidak membuat perumpamaan artinya menyerupakan dengan sifatsifatmakhluk.
3. Menjaga semangat agar tidak dikotori kelancangan, menjaga kegembiraanagar tidak dimasuki rasa aman, dan menjaga kesaksian agartidak ditentang sebab.
Derajat ini dikhususkan bagi orang-orang yang memiliki kesaksian,yang biasanya mereka itu penuh semangat dan merasakan kegembiraan.Semangat yang dikotori kelancangan ini bisa mengeluarkan seoranghamba dari adab ubudiyah dan membawanya kepada bualan,seperti orang yang berkata, "Subhani".4
4 Artinya: Mahasuci aku Yang berkata seperti itu adalah seorang tokoh sufi. Abu YazidAl-Busthamy. Kami tidak tahu apa alasan yang mendasari perkataan seperti ini.Menjaga kegembiraan agar tidak dimasuki rasa aman, artinya orangyang bersemangat dan memiliki kesaksian biasanya merasakan kegembiraanyang tidak terkira. Namun keadaannya ini tidak boleh membuatnyamerasa aman dari tipu daya. Kegembiraan dan kesenangannyaharus tetap dijaga dan dipelihara.Menjaga kesaksian agar tidak ditentang sebab artinya, boleh jadi orangyang memiliki kesaksian merasa lemah dalam mempersaksikan hakikattauhid, lalu dia menduga telah mendapatkan apa yang diinginkannyakarena suatu ijtihad dan ibadah yang mukhlis. Ini menunjukkanadanya kekurangan dalam tauhid dan ma'rifatnya. Sebab kesaksianini merupakan anugerah dan tidak muncul karena suatu usaha.

Tiada ulasan: