Catatan Popular

Sabtu, 15 November 2014

ASBABUN NUZUL : Surah Al-Baqarah (Surat 2) Ayat 6, 14, 19 dan 26


Dinukilkan  dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul

Al-Faryabi dan Ibnu Jarir (8) meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Empat ayat dari permulaan surah al-Baqarah turun pada orang-orang mukmin, dua ayat turun pada orang-orang kafir, dan tiga belas ayat turun pada orang-orang munafik.”


Ayat 6, yaitu firman Allah ta’ala
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman.” (al-Baqarah: 6)

Sebab Turrunnya Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Abi Muhammad dari Ikrimah atau dari Sa’id ibnuz-Zubair dari Ibnu Abbas tentang firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 6-7, “Sesungguhnya orang-orang kafir…” Kedua ayat ini turun pada orang-orang Yahudi Madinah.
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Rabi’ bin Anas, dia berkata, “Dua ayat turun pada peperangan al-Ahzaab, yaitu,
‘Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat’” (al-Baqarah: 6-7)

Ayat 14, yaitu firman Allah ta’ala,
“Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, ‘Kami telah beriman.’ Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.’” (al-Baqarah: 14)

Sebab Turunnya Ayat
Al-Wahidi dan ats-Tsa’labi meriwayatkan dari jalur Muhammad bin Marwan dan as-Suddi dari al-Kalabi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas, dia berkata , “Ayat ini turun pada Abdullah bin Ubay dan rekan-rekannya. Pada suatu hari mereka bertemu dengan beberapa sahabat Rasulullah. Lalu Abdullah bin Ubay berkata kepada rekan-rekannya itu, ‘Lihatlah bagaimana saya menjauhkan orang-orang bodoh itu dari kalian.’
Kemudian Abdullah bin Ubay mendekati Abu Bakar dan memegang tangannya, lalu berkata, ‘Selamat datang ash-Shiddiq, tuan Bani Tamim, Syekh Islam, orang kedua setelah Rasulullah ketika berada di dalam goa, serta orang yang telah mencurahkan jiwa dan hartanya untuk Rasulullah.’ Lalu dia memegang tangan Umar dan berkata, ‘Selamat datang Tuan Bani Adi bin Ka’ab, al-Faruq yang kokoh dalam agama Allah, yang telah mencurahkan jiwa dan harta-nya untuk Rasulullah.’ Setelah itu dia memegang tangan Ali dan berkata, ‘Selamat datang anak paman Rasulullah dan menantu beliau. Tuan Bani Hasyim setelah Rasulullah.’ Kemudian masing-masing sahabat Nabi itu pun pergi ke arah yang berbeda.
Lalu Abdullah kembali menemui rekan-rekannya dan berkata, ‘Menurut kalian bagaimana yang saya lakukan tadi? Maka jika kalian melihat mereka berkumpul, lakukan saja seperti yang saya lakukan tadi.’ Rekan-rekannya pun memuji apa yang dilakukan Ubay tadi. Kemudian orang-orang muslim menemui Nabi saw. dan memberi tahu beliau tentang hal itu, maka turunlah ayat di atas.”
Isnad riwayat ini sangat lemah. Karena Suddi ash-Shaghir adalah pendusta, demikian juga dengan al-Kalbi. Abu Shaleh sendiri lemah.

Ayat 19, yaitu firman Allah ta’ala,
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati . Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah: 19)

Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur as-Suddi al-Kabir dari Abdul Malik dan Abu Shaleh dari Ibnu Abbas dan dari Murrah dari Ibnu Mas’ud dari sejumlah sahabat, mereka berkata, “Dulu ada dua orang munafik penduduk Madinah melarikan diri dari Rasulullah menuju tempat orang-orang musyrik. Di perjalanan hujan lebat mengguyur mereka. Hujan tersebut sebagaimana disebutkan oleh Allah swt. bahwa di dalamnya terdapat petir yang dahsyat dan kilat yang menyambar-nyambar. Setiap kali petir menggelegar, mereka menutupkan jari-jari mereka ke telinga mereka karena takut suara petir itu masuk ke gendang telingan mereka dan membunuh mereka. Dan ketika sinar kilat berkelebat, mereka berjalan menuju cahayanya. Jika tidak ada cahaya kilat, mereka tidak dapat melihat apa-apa. Lalu keduanya kembali pulang ke tempat mereka, dan keduanya berkata,” “Seandainya saat ini pagi sudah tiba, tentu kita segera menemui Muhammad, lalu kita menyerahkan tangan kita ke tangan beliau.’ Kemudian ketika pagi tiba, keduanya menemui beliau, lalu masuk Islam dan menyerahkan tangan mereka ke tangan beliau. Setelah itu keduanya menjadi muslim yang baik. Lalu Allah menjadikan keadaan kedua munafik itu sebagai perumpamaan bagi orang-orang munafik yang ada di Madinah.”
Setiap kali orang-orang Munafik Madinah tersebut menghadiri majelis Nabi saw, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga karena takut mendengar jika ada wahyu yang turun yang berkenaan dengan mereka atau mereka diingatkan dengan sesuatu yang bisa membuat mereka mati ketakutan. Hal ini sebagaimana dua orang munafik tadi yang menutupkan jari-jari mereka ke telinga mereka.
“…Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) tiu…” (al-Baqarah: 20)
Jika orang-orang muslim mempunyai harta dan anak-anak yang banyak, serta mendapat ghanimah atau kemenangan, mereka ikut di dalamnya dan berkata, “Sesungguhnya agama Muhammad saw. saat ini adalah benar.” Maka mereka pun istiqamah di dalamnya, sebagaimana dua orang munafik tersebut yang berjalan di bawah sinar kilat setiap kali sinarnya menyinari.
“…dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti…” (al-Baqarah: 20)
Jika harta dan anak-anak orang muslim sedikit, dan mereka tertimpa kesulitan, mereka pun berkata, “Ini karena agama Muhammad.” Maka, mereka pun keluar dari Islam (murtad) dan menjadi orang-orang kafir, sebagaimana dikatakan dua orang munafik tersebut di atas, ketika kilat tidak menyinari mereka.

Ayat 26, yaitu firman Allah ta’ala,
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu . Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan : “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?.” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah , dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (al-Baqarah: 26)

Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari as-Suddi dengan sanad-sanadnya, bahwa ketika Allah membuat dua perumpamaan untuk orang-orang munafik, yaitu dalam firman-Nya,
“Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang meyalakan api,…” (al-Baqarah: 17)
Dan firman-Nya,
“Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit,…” (al-Baqarah: 19)
Orang-orang munafik berkata, “Allah sangat agung dan mulia, tidak layak bagi-Nya membuat perumpamaan-perumpamaan ini.” Maka Allah menurunkan firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan-perumpamaan…,” hingga firman-Nya, “…Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (al-Baqarah: 26-27)
Al-Wahidi meriwayatkan dari jalur Abdul Ghani bin Sa’id ats-Tsaqafi dari Musa bin Abdirrahman dari Ibnu Juraij dari Atha’ dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Allah menyebutkan kondisi Tuhan-tuhan orang musyrik dalam firman-Nya,
‘Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka,…” (al-Hajj: 73)
Dan ketika Allah menyebut tipu daya para Tuhan tersebut, Allah mengumpamakannya seperti rumah laba-laba. Maka orang-orang munafik berkata, “Tidakkah kalian lihat, ketika Allah menyebutkan lalat dan laba-laba dalam Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad, apa yang bisa Dia lakukan dengan keduanya?”
Maka Allah menurunkan ayat ini.
Namun Abdul Ghani -salah satu perawinya- sangat lemah.
Abdurrazzaq di dalam tafsirnya, berkata, “Muammar memberi tahu kami dari Qatadah, ‘Ketika Allah menyebutkan laba-laba dan lalat, orang-orang musyrik berkata, ‘Mengapa laba-laba dan lalat disebutkan dalam Al-Qur’an?’ Maka Allah menurunkan ayat ini.’”
Ibnu Abi Hatim dari Hasan al-Bashri, dia berkata, “Ketika turun firman Allah,
‘Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan…” (al-Hajj: 73)
Orang-orang musyrik berkata, “Ini bukan termasuk perumpamaan-perumpamaan,’ atau, ‘Ini tidak menyerupai perumpamaan-perumpamaan.’ Maka Allah meurunkan firman-Nya,
‘Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan-perumpamaan…’” (al-Baqarah: 26)

Saya katakan, “Pendapat yang pertama lebih benar sanadnya dan lebih sesuai dengan awal surah. Dan penyebutan tentang orang-orang musyrik tidak sesuai dengan status surah ini sebagai surah Madaniyyah. Adapun riwayat yang saya sebutkan dari Qatadah dan Hasan al-Bashri, disebutkan oleh al-Wahidi dari mereka tanpa sanad, dengan lafazh, ‘Orang-orang Yahudi berkata…’, dan ini lebih sesuai.”
8. Ibnu Jarir adalah Ibnu Jarir ath-Thabari penulis Tafsir Jaami’ul Bayaan fi Tafsiiril Qur’an, dalam buku ini Imam as-Suyuthi banyak menukil dari tafsirnya, Penj.

Tiada ulasan: