Pengertian
Tasawuf Menurut Bahasa
Pengertian tasawuf berbeda-beda. Hal ini tergantung
pada asal katanya. Berdasarkan hal ini maka pengertian tasawuf, didasarkan pada
pengertian kata berikut:
Shaff yang berarti barisan dalam shalat berjama’ah.
Alasannya adalah bahwa seorang sufi mempunyai iman yang kuat, jiwa yang bersih
dan selalu memilih shaf terdepan dalam shalat berjama’ah. Demikian juga seorang
sufi akan berada pada baris terdepan di hadapan Allah swt.
Saufanah yang berarti sejenis buah-buahan kecil
berbulu yang banyak tumbuh di gurun pasir Arab Saudi. Alasannya adalah bahwa
orang-orang sufi banyak memakai pakaian berbulu dan mereka hidup dalam
kesengsaraan pisik tetapi memiliki ketentraman batin.
Suffah yang berarti pelana yang dipergunakan sahabat
Rasulullah saw, sebagai bantal tidur di atas bangku batu di samping mesjid.
Disamping itu ada juga yang mengartikan kamar tidur di samping mesjid Nabawi
untuk golongan muhajirin yang hidup miskin.
Safwah yang berarti sesuatu yang terpilih atau
terbaik. Alasannya adalah bahwasanya orang sufi memandang diri mereka sebagai
orang pilihan dan orang yang terbaik.
Safa atau safw yang berarti bersih atau suci.
Maksudnya adalah bahwa seorang sufi lebih banyak mengarahkan diri pada
penyucian batin.
Theosofi yang berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari kata theo yang berarti Tuhan dan sophos yang berti hikmat.
Sehingga theosofi maksudnya adalah hikmat Tuhan.
Shuf yang berarti wol atau kain bulu kasar.
Alasannya adalah bahwasanya orang sufi senang memakai pakaian yang terbuat dari
bulu binatang sebagai lambang kemiskinan.
Berdasarkan pengertian tasawuf tersebut, maka
defenisi yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shuf yang berarti
wol atau kain bulu kasar yang lebih dapat diterima. Pendapat yang serupa
dikemukakan oleh al-Kalabadzi. Pernyataan ini akan semakin jelas jika
dihubungkan dengan latar belakang munculnya para sufi dalam dunia Islam yang
antara lain disebabkan karena kehidupan para penguasa dan aparatnya yang
tenggelam dalam kemewahan dunia. Dalam suasana demikian orang sufi atau zahid
berusaha untuk tidak terlibat dalam kehidupan demikian.
Sedangkan pengertian tasawuf menurut para ahli
tasawuf sangat tergantung kepada siapa yang memberikan defenisi. Keragaman
defenisi tersebut sehingga sulit memberikan defenisi tasawuf secara umum.
Pengertian Tasawuf (Tasawwuf) menurut ULAMA'
AHLUSSUNNAH
Tasawuf (Tasawwuf) adalah ilmu untuk mengetahui
bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin,
untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari
ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah
satunya.Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat
padamu.
Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak
mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa.
Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu
fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
(Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47)
Para ulama besar kaum muslimin sama sekali tidak
menentang tasawuf, tercatat banyak dari mereka yang menggabungkan diri sebagai
pengikut dan murid tasawuf, para ulama tersebut berkhidmat dibawah bimbingan
seorang mursyd tarekat yang arif, bahkan walaupun ulama itu lebih luas
wawasannya tentang pengetahuan syari’at Islam, namun mereka tetap menghormati
para syaikh yang mulia, hal ini dikarenakan ilmu2 syari’at yang diperoleh dari
jalur pendidikan formal adalah ilmu lahiriah, sedangkan untuk memperoleh ilmu
batiniyah dalam membentuk “qalbun salim / akhlak yang mulia”, seseorang harus
menyerahkan dirinya untuk berkhidmat dibawah bimbingan seorang mursyd Tarekat
yang sejati. (yang silsilah keilmuannya jika dirunut keatas akan sampai kepada
Nabi Muhammad SAW)
IMAM AL- GHAZALI
(450-505 H./1058-1111 M)
Imam Ghazali tentang tasawuf : “Saya tahu dengan
benar bahwa para Sufi adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka
melakukan yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan akhlak
mereka paling suci. Mereka membersihkan hati mereka dari selain Allah dan
mereka menjadikan mereka sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran
Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, hal. 131].
Dalam bukunya an-Nusrah an-Nabawiahnya mengatakan
bahwa mendalami dunia tasawuf itu penting sekali. Karena, selain Nabi, tidak
ada satupun manusia yang bisa lepas dari penyakit hati seperti riya, dengki,
hasud dll. Dan, dalam pandangannya, tasawuf lah yang bisa mengobati penyakit
hati itu. Karena dalam ilmu tasawuf konsentrasi mempelajari pada tiga hal
dimana ketiga-tiganya sangat dianjurkan oleh al-Qur’an al-karim. Pertama,
selalu melakukan kontrol diri, muraqabah dan muhasabah. Kedua, selalu berdzikir
dan mengingat Allah Swt. Dan ketiga, menanamkan sifat zuhud, cinta damai,
jujur, sabar, syukur, tawakal, dermawan dan ikhlas.
DR. YUSUF AL-QARDHAWI
(Ketua Ulama Islam Internasional dan juga guru besar
Universitas al Azhar – Beliau merupakan salah seorang ulama Islam terkemuka
abad ini) didalam kumpulan fatwanya mengatakan : “Arti tasawuf dalam agama
ialah memperdalam ke arah bagian ruhaniah, ubudiyyah, dan perhatiannya tercurah
seputar permasalahan itu.”
Beliau juga berkata, “Mereka para tokoh sufi sangat
berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh
Al-Qur,an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktek yang
menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak orang yang masuk Islam
karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat
karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, yang
berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang marifat,
akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam ruhani, semua itu tidak dapat
diingkari.”
EMPAT ORANG IMAM MAZHAB SUNNI, semuanya mempunyai
seorang guru mursyd tarekat. Melalui mursyd tarekat tersebut mereka mempelajari
Islam dalam sisi esoterisnya yang indah dan sangat agung. Mereka semua
menyadari bahwa ilmu syariat harus didukung oleh ilmu tasawuf sehingga akan
tercapailah pengetahuan sejati mengenai hakikat ibadah yang sebenarnya.
IMAM ABU HANIFAH (85 H -150 H)
(Nu’man bin Tsabit - Ulama besar pendiri mazhab
Hanafi)
Beliau adalah murid dari Ahli Silsilah Tarekat
Naqsyabandi yaitu Imam Jafar as Shadiq ra . Berkaitan dengan hal ini,
Jalaluddin as Suyuthi didalam kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam
Abu Hanifah berkata, “Jika tidak karena dua tahun, aku telah celaka. Karena dua
tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu
spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”.
IMAM MALIKI
(Malik bin Anas - Ulama besar pendiri mazhab Maliki)
juga murid Imam Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan pernyataannya yang mendukung
terhadap ilmu tasawuf sebagai berikut :
“Man
tasawaffa wa lam yatafaqa faqad tazandaqa, wa man tafaqaha wa lam yatasawaf
faqad tafasaq, wa man tasawaffa wa taraqaha faqad tahaqaq”.
Yang artinya : “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan
tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih
tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai
fiqih dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam.” (’Ali al-Adawi dalam
kitab Ulama fiqih, juz 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
IMAM SYAFI’I (Muhammad bin Idris, 150-205 H)
Ulama besar pendiri mazhab Syafi’i berkata, “Saya
berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu:
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang
lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.”
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al
Albas, Imam ‘Ajluni, juz 1, hal. 341)
IMAM AHMAD BIN HANBAL (164-241 H)
Ulama besar pendiri mazhab Hanbali berkata, “Anakku,
kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu
dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang
zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang
yang lebih baik dari mereka” (Ghiza al Albab, juz 1, hal. 120 ; Tanwir al
Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
SYAIKH FAKHRUDDIN AR RAZI (544-606 H)
Ulama besar dan ahli hadits) berkata :
“Jalan
para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan hati mereka dari kehidupan dunia
dan menjaga diri agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan
mengingat Allah pada seluruh tindakan dan perilaku .” (I’tiqad al Furaq al
Musliman, hal. 72, 73)
IMAM AL MUHASIBI (243 H./857 M)
Imam al-Muhasibi meriwayatkan dari Rasul, “Umatku
akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan menjadi kelompok
yang selamat” . Dan Allah yang lebih mengetahui bahwa satu itu adalah Golongan
orang TASAWUF. Dia menjelaskan dengan mendalam dalam Kitab al- Wasiya hal.
27-32.
IMAM AL QUSHAYRI (465 H./1072 M)
Imam al-Qushayri tentang Tasawuf: “Allah membuat
golongan ini yang terbaik dari wali wali- Nya dan Dia mengangkat mereka di atas
seluruh hamba-hamba-Nya sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati
mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih mereka diantara umat-Nya
yang menerima cahaya-Nya. Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan
diri dari segala hubungan dengan dunia dan Dia mengangkat mereka ke kedudukan
tertinggi dalam penampakan (kasyaf).
Dan Dia membuka kepada mereka Kenyataan akan
Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk melihat kehendak-Nya mengendalikan diri
mereka. Dia membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan menampakkan mereka
sebagai cahaya dan cahaya-Nya .” [ar-Risalat al-Qushayriyyah, hal. 2]
IMAM NAWAWI (620-676 H./1223-1278 M)
Dalam suratnya al-Maqasid: “Ciri jalan sufi ada 5:
menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai
dan sendiri mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata menghindari
ketergantungan kepada orang lain, bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit,
selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid at-Tawhid, hal. 20]
IBNU KHALDUN (733-808 H)
Ulama besar dan filosof Islam berkata, “Jalan sufi
adalah jalan salaf, yakni jalannya para ulama terdahulu di antara para sahabat
Rasulullah Saww, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in. Asasnya adalah beribadah kepada
Allah dan meninggalkan perhiasan serta kesenangan dunia.” (Muqadimah ibn
Khaldun, hal. 328)
IMAM JALALUDDIN AS SUYUTI
(Ulama besar ahli tafsir Qur’an dan hadits) didalam
kitab Ta’yad al haqiqat al ‘Aliyyah, hal. 57 berkata, “Tasawuf yang dianut oleh
ahlinya adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Ilmu ini menjelaskan
bagaimana mengikuti Sunah Nabi Saww dan meninggalkan bid’ah.”
TAJUDDIN AS SUBKI
Kitab Mu’iid an-Na’iim, hal. 190, tentang Tasawuf :
“Semoga Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka dan menjadikan kita
bersama mereka di dalam sorga. Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka
dan terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan hal-hal yang tidak
berhubungan dengan mereka. Dan yang benar adalah bahwa mereka meninggalkan
dunia dan menyibukkan diri dengan ibadah”
Dia berkata pula : “Mereka adalah manusia-manusia
yang dekat dengan Allah yang doa dan shalatnya diterima Allah, dan melalui
mereka Allah membantu manusia”
IBNU ‘ABIDIN
Ulama besar, Ibn ‘Abidin dalam Rasa’il Ibn cAbidin
(p. 172-173) menyatakan: ” Para pencari jalan ini tidak mendengar kecuali
Kehadiran Ilahi dan mereka tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat
Dia mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka bahagia. Jika mereka
menemukan Dia mereka sadar. Jika mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika
mereka berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut. Mereka mabuk
dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati mereka”. [Majallat al-Muslim, 6th
ed., 1378 H, p. 24].
SYEIKH RASYID RIDHA
Dia berkata,”Tasawuf adalah salah satu pilar dari
pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri danmempertanggung
jawabkan perilaku sehari-hari dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual
yang tinggi” [Majallat al-Manar, tahun pertama hal. 726].
MAULANA ABUL HASAN ALI AN-NADWI
Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi anggota the
Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries. Dalam, Muslims in India,
, p. 140-146, “Para sufi ini memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam
keesaan Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan dalam menyesali
kesalahan dan dalam menghindari setiap ma’siat kepada Allah SWT. Petunjuk
mereka merangsang orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh kepada
Allah”
“Kita
bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan dan ratusan ribu orang di
India menemukan Tuhan mereka dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam”
ABU ‘ALA AL MAUDUDI
Dalam Mabadi’ al-Islam (hal. 17), “Tasawuf adalah
kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan Rasul saw, di mana
sesorang meniadakan diri mereka karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang
meniadakan dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul” “Tasauf mencari
ketulusan hati, menyucikan niat dan kebenaran untuk taat dalam seluruh
perbuatannya.”
Seperti itulah pengakuan para ulama besar kaum
muslimin tentang tasawuf. Mereka semua mengakui kebenarannya dan mengambil
berkah ilmu tasawuf dengan belajar serta berkhidmat kepada para syaikh tarekat
pada masanya masing-masing. Oleh karena itu tidak ada bantahan terhadap
kebenaran ilmu ini, mereka yang menyebut tasawuf sebagai ajaran sesat atau
bid’ah adalah orang-orang yang tertutup hatinya terhadap kebenaran Allah SWT.
Ringkasnya, belajar Tasawuf dengan memilih Tarekat
yang benar, Tarekat yang mu’tabaroh (yang diakui keabsahannya di dunia Islam)
dari segi silsilah guru dan ajarannya dari dahulu maupun sekarang, adalah
sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam, memperluas ilmu dan pemahaman
spiritual, dan meningkatkan kebahagiaan serta kedamaian.
Dengan ilmu Tasawuf manusia dapat lebih mengenal
diri sendiri, dengan demikian akan lebih mengenal Tuhannya. Sehingga manusia
mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia serta dari godaan keindahan
materi. Dan hanya Allah SWT yang lebih mengetahui niat hamba-hamba-Nya yang
tulus.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan