Ghazali berkata dalam bukunya: “Kimyaussaadah” :
“Bahwa Ilmu Kerohanian (kebatinan) dengan sifat-sifatnya itulah yang merupakan
kunci kearah mengenal Tuhan”.
Jika kita memperhatikan kehidupan Nabi Muhammad
dalam mencapai Hakekat Ketuhanan, baik ia sebelum dan sesudah beliau menjadi
Rasul, maka dapatlah kita melihat Nabi Muhammad sebagi seorang shufi. Pada
suatu hari Nabi Muhammad s.a.w. terletak keletihan diatas sepotong tikar daun
korma. Tatkala Ibnu Mas’ud seorang shabat setia kepada beliau mencucurkan air
matanya karena seorang yang telah memiliki hampir seluruh Jazirah Arab dan
dimuliakan oleh Allah, demikian penderiaannya dalam kehidupannya. Ibnu Mas’ud
mengatakan kepada beliau apakah tidak perlu mencarikan bantal untuk tempat
meletakkan kepala Nabi yang mulia itu?
Maka beliau melihat kepada Ibnu Mas’ud seraya
berkata: “Tidak ada hajatku untuk itu, aku ini laksana seorang musyafir di
tengah-tengah padang pasir yang luas dalam panas terik yang bukan kepalang aku
menemui sebuah pohon yang rindang. Oleh karena aku letih, aku rebahkan diriku
sesaat untuk istirahat dengan niat kemudian aku berjalan lagi kembali untuk menyampaikan
tujuanku menemui Tuhanku”.
Nabi
Muhammad hidup sebagai Shufi sebelum dan sesudah menjadi Nabi. Sebelum beliau
menjadi Rasul.
Muhammad suka menyendiri, berkhalwat atau bersamadi
di Gua Hira. Disana ia melatih diri mengasah jiwanya, ia bertekun, berjihad,
tafakkur, berfikir, ia memperhatikan keadaan Alam dan susunannya, memperhatikan
segala-galanya dengan mata hatinya. Dengan demikian, pandangan lahir dan
bathinnya menjadi sangat bersih dan suci.
Demikianlah maka kepribadiannya menjadi sempurna.
Sekalipun Muhammad adalah manusia seperti kita juga, tetapi Qalbu yang ada
padanya sangat luar biasa bersihnya dan sucinya, sehingga dapat lekas menerima
dan merasa apa yang bersifat suci, karena itu maka Muhammad layak menerima
“wahyu” dari Tuhan Yang Maha Suci. Firman Allah dalam Qur’an (S. Asysyura 52).
yang artinya :
“Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu Muhammad
wahyu dengan perintah aku. Sebelumnya, kamu Muhammad tidaklah kamu mengetahui
apa itu “Qur’an” dan tidak pula kamu mengetahui apa itu “Iman”, tetapi aku
jadikan Qur’an itu “Nur” cahaya yang aku beri petunjuk dengan dia siapa-siapa
yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu Muhammad
adalah kamu diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. Asysyura 52).
Wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dalam “Gua Hira” sejak dari perintah membaca “IQRA” sampai perintah sujud
“WASJUD” dan takarrub “WAQTARIB” mendekatkan diri kepada kepada Allah. Itu
tidak lain isinya daripada ajaran-ajaran didikan rohani yang diperoleh Rasulullah
s.a.w. dalam hidup kerohanian.
Setelah beliau menjadi Rasul :
Setelah Muhammad menjadi Rasul, sesudah sering
mengasingkan diri (zuhud) di Gua Hira iapun meneruskan perjuangan beliau
(mujahadah), mendekatkan diri kepada Allah (muraqabah) beliau berzikir,
bertaubat/istighfaar, bersolat tahajjud sampai jauh malam (mukasyafah)
bermunajat dengan Tuhan dalam tingkat Musyahadah dan Mukasyafah yang dengan
jalan ini beliau dapat mencapai hakekat Ketuhanan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan