Catatan Popular

Ahad, 16 November 2014

KUNCI MENGENAL ALLAH BAB 1 (BAHAGIAN 6) Ilmu Kerohanian Sebagai Kunci Untuk Mengenal Tuhan.



Ghazali berkata dalam bukunya: “Kimyaussaadah” : “Bahwa Ilmu Kerohanian (kebatinan) dengan sifat-sifatnya itulah yang merupakan kunci kearah mengenal Tuhan”.

Jika kita memperhatikan kehidupan Nabi Muhammad dalam mencapai Hakekat Ketuhanan, baik ia sebelum dan sesudah beliau menjadi Rasul, maka dapatlah kita melihat Nabi Muhammad sebagi seorang shufi. Pada suatu hari Nabi Muhammad s.a.w. terletak keletihan diatas sepotong tikar daun korma. Tatkala Ibnu Mas’ud seorang shabat setia kepada beliau mencucurkan air matanya karena seorang yang telah memiliki hampir seluruh Jazirah Arab dan dimuliakan oleh Allah, demikian penderiaannya dalam kehidupannya. Ibnu Mas’ud mengatakan kepada beliau apakah tidak perlu mencarikan bantal untuk tempat meletakkan kepala Nabi yang mulia itu?
Maka beliau melihat kepada Ibnu Mas’ud seraya berkata: “Tidak ada hajatku untuk itu, aku ini laksana seorang musyafir di tengah-tengah padang pasir yang luas dalam panas terik yang bukan kepalang aku menemui sebuah pohon yang rindang. Oleh karena aku letih, aku rebahkan diriku sesaat untuk istirahat dengan niat kemudian aku berjalan lagi kembali untuk menyampaikan tujuanku menemui Tuhanku”.

Nabi Muhammad hidup sebagai Shufi sebelum dan sesudah menjadi Nabi. Sebelum beliau menjadi Rasul.

Muhammad suka menyendiri, berkhalwat atau bersamadi di Gua Hira. Disana ia melatih diri mengasah jiwanya, ia bertekun, berjihad, tafakkur, berfikir, ia memperhatikan keadaan Alam dan susunannya, memperhatikan segala-galanya dengan mata hatinya. Dengan demikian, pandangan lahir dan bathinnya menjadi sangat bersih dan suci.
Demikianlah maka kepribadiannya menjadi sempurna. Sekalipun Muhammad adalah manusia seperti kita juga, tetapi Qalbu yang ada padanya sangat luar biasa bersihnya dan sucinya, sehingga dapat lekas menerima dan merasa apa yang bersifat suci, karena itu maka Muhammad layak menerima “wahyu” dari Tuhan Yang Maha Suci. Firman Allah dalam Qur’an (S. Asysyura 52).
yang artinya :
“Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu Muhammad wahyu dengan perintah aku. Sebelumnya, kamu Muhammad tidaklah kamu mengetahui apa itu “Qur’an” dan tidak pula kamu mengetahui apa itu “Iman”, tetapi aku jadikan Qur’an itu “Nur” cahaya yang aku beri petunjuk dengan dia siapa-siapa yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu Muhammad adalah kamu diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. Asysyura 52).

Wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam “Gua Hira” sejak dari perintah membaca “IQRA” sampai perintah sujud “WASJUD” dan takarrub “WAQTARIB” mendekatkan diri kepada kepada Allah. Itu tidak lain isinya daripada ajaran-ajaran didikan rohani yang diperoleh Rasulullah s.a.w. dalam hidup kerohanian.

Setelah beliau menjadi Rasul :

Setelah Muhammad menjadi Rasul, sesudah sering mengasingkan diri (zuhud) di Gua Hira iapun meneruskan perjuangan beliau (mujahadah), mendekatkan diri kepada Allah (muraqabah) beliau berzikir, bertaubat/istighfaar, bersolat tahajjud sampai jauh malam (mukasyafah) bermunajat dengan Tuhan dalam tingkat Musyahadah dan Mukasyafah yang dengan jalan ini beliau dapat mencapai hakekat Ketuhanan.

Tiada ulasan: