Suatu hari, para sahabat Nabi
Muhammad SAW sedang duduk di serambi masjid. Memang kebiasaan para sahabat itu
berdiskusi sesudah berdzikir.
Mereka memperbincangkan ketauhidan
dan kemashlahatan umat. Dan tentu saja Nabi Muhammad senang melihat kebiasaan
mereka itu. Nabi pun turut serta berdiskusi dan menjadi narasumber.
Tiba-tiba, Nabi Muhammad SAW
berkata, “Sebentar lagi akan ada seorang ahli surga yang mengenakan sandal
jepit lewat di depan kita.”
Serentak semua sahabat kaget dan
tertegun. Siapakah orang yang dimaksud nabinya? Mereka pun saling berpandangan
dan menduga-duga keberadaan orang yang sangat mulia itu.
Di tengah kegalauan itu, tiba-tiba
muncullah seorang laki-laki berjalan di depan mereka dengan mengenakan sandal
jepit yang nyaris tak dapat digunakan. Lalu, para sahabat pun berfikir, “Tak
mungkin orang ini yang dimaksud Rasulullah SAW tadi.”
Lalu, mereka pun meneruskan menunggu
kedatangan orang yang dimaksud Nabi Muhammad SAW. Siapakah gerangan lelaki yang
dimaksud Nabi Muhammad itu SAW?
Di tengah kegalauan mereka,
tiba-tiba seorang lelaki berjalan di depan mereka. Lelaki itu tak lain adalah
lelaki yang melintas di depan mereka tadi. Lelaki itu masih terlihat mengenakan
sandal jepit yang rusak itu.
Lagi-lagi, para sahabat berfikir, “Tak
mungkin orang ini yang dimaksud Rasulullah SAW” Lalu, mereka pun meneruskan
menunggu kedatangan orang yang dimaksud Nabi Muhammad. Siapakah gerangan lelaki
yang dimaksud Nabi Muhammad SAW itu? Sekali lagi, para sahabat kurang yakin
dengan semua yang dilihatnya. Maka, mereka – para sahabat – masih berusaha
menunggu kedatangan lelaki lain seperti dimaksud Rasululullah SAW. Tak lama
kemudian, lelaki tadi pun berjalan melintas di depan para sahabat. Maka,
mereka pun baru yakin bahwa lelaki itu pastilah yang dimaksud Rasululllah SAW.
Setelah yakin dengan semua yang
dialaminya, mereka pun berusaha mengorek lelaki asing tersebut. Siapakah lelaki
ini? Di manakah dia tinggal? Apa saja keistimewaannya sehingga
Rasulullah SAW menyebutnya sebagai ahli surga? Dan para sahabat itu
berusaha menguntit lelaki itu untuk mengetahui dimana ia tinggal.
Tampaklah lelaki itu memasuki sebuah
rumah. Terlihat rumah itu biasa-biasa saja alias memiliki kesamaan dengan
rumah-rumah di sekitarnya. Tak ada yang istimewa dengan rumah itu. Ketika
lelaki itu sudah masuk ke rumahnya, para sahabat pun berusaha mengikutinya.
Lalu, masuklah mereka ke rumah lelaki itu.
“Assalaamu’alaikum” ucap
sahabat di depan pintu.
Lelaki pemilik rumah itu langsung menjawab salam para
sahabat dan menemuinya dengan ramah. Lalu, para sahabat pun bercerita tentang
ucapan Nabi Muhammad SAW tadi. Tentunya para sahabat ingin menjadi ahli surga
seperti lelaki itu. Agar dapat mengetahui kebiasaan-kebiasaan harian yang
dilakukan lelaki itu, mereka - para sahabat itu - ingin tinggal selama tiga
hari di rumah lelaki itu. Dan lelaki pemilik rumah itu mengizinkannya.
Hari pertama para sahabat tinggal di
rumah lelaki itu, tak ada satu pun kebiasaan istimewa yang dilakukan lelaki
itu. Shalat, mengaji, dzikir, sedekah, dan semua kebiasaan harian dilakukan
biasa-biasa saja. Shalat ia lakukan di masjid seperti umumnya. Mengaji juga
dilakukan hanya beberapa waktu. Dzikir juga dilakukan usai shalat fardlu. Sedekah
dilakukan jika memiliki cukup harga. Tidak ada satu pun kebiasaan istimewa yang
terlihat.
Semua yang dilihat dan diperhatikan
hari pertama terjadi lagi pada hari kedua dan ketiga. Tidak ada satu pun
kegiatan istimewa yang dilakukan lelaki itu. Semua berjalan biasa-biasa saja.
Lalu, mengapa Rasulullah SAW mengatakan bahwa lelaki itu menjadi ahli surga?
Apa yang menjadikannya sehingga menjadi lelaki yang begitu istimewa hingga
seorang Muhammad SAW berani menjamin surga baginya?
Karena sudah tiga hari tinggal
bersama dengan lelaki itu, para sahabat pun berusaha menggali informasi. Ketika
kesempatan itu datang, para sahabat pun berkata kepada lelaki itu, “Wahai si
Fulan, selama tiga hari kami sudah tinggal bersama Anda. Namun, kami tidak
menemukan satu pun keistimewaan pada diri Anda. Lalu, mengapa sehingga
Rasulullah SAW menyebutmu sebagai ahli surga?”
Mendengar pertanyaan para sahabat,
lelaki itu pun menjawab bahwa dirinya dijamin menjadi ahli surga karena ikhlas
menerima keadaan dan tidak memiliki sifat iri, apalagi dengki, sama sekali.
“Meskipun kehidupan keluarga kami
seperti ini, kami menerima keadaan ini sebagai anugerah kami. Meskipun tetangga
kami berkehidupan lebih baik daripada kami, itu sudah menjadi rezekinya. Dan
kami menjauhi sifat iri kepadanya, apalagi dengki!”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan