Menurut Kalam Hikmah ke 35 Al-Arifbillah Syeikh Ahmad Ibnu Athaillah As kandary
“ Pokok dari semua maksiat dan kelalaian serta syahwat
itu, karena ingin memuaskan hawa nafsu. Sedangkan pokok dari segala ketaatan,
kesadaran dan kesopanan akhlak budi, ialah karena ada pengekangan (penahanan)
terhadap hawa nafsu.”
Sebagaimana
firman Allah :
Dan Aku tidak mengakui kebersihan diriku, kerena hawa
nafsu itu selalu mengajak (menyuruh) berbuat kejahatan, kecuali bagi siapa yang
mendapat rahmat (perlindungan) Tuhan, sungguh Tuhanku maha pengampun lagi
penyayang. (Yusuf : 53).
Abu
Hafsh berkata :
Siapa
yang tidak menuduh hawa nafsunya sepanjang masa, dan tidak menentangnya dalam
segala hal, dan tidak menariknya ke jalan kebaikannya, maka ia telah tertipu.
Dan siapa yang memandang padanya dengan merasa sudah baik, berarti telah
membinasakannya.
Al-Junaid
berkata :
Jangan
mempercayai hawa nafsumu, meskipun telah lama taat kepadamu, untuk berbuat
ibadat kepada Tuhanmu.
Al-Bushiry
dalam Burdahnya berkata :
Tentang
selalu hawa nafsu dan syaithan dan jangan menurutkan keduanya, meskipun
keduanya itu memberi nasehat kepadamu untuk berbuat kebaikan, tetap engkau
harus curiga dan berhati-hati.
Menurut Kalam Hikmah ke 35 (B) Al-Arifbillah Syeikh Ahmad Ibnu Athaillah As kandary
“Dan sekiranya
engkau berkawan seorang bodoh yang tidak menurutkan hawa nafsunya, lebih baik
daripada berkawan seorang alim yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Maka ilmu
apakah yang dapat digelarkan bagi seorang alim yang selalu menurutkan hawa
nafsunya itu, sebaliknya kebodohan apakah yang dapat disebutkan bagi seorang
yang sudah dapat mengekang (menahan) hawa nafsunya.”
Bagaimana
akan dinamakan bodoh, seorang yang telah dapat menahan dan mengekang hawa
nafsunya, sehingga membuktikan bahwa semua amal perbuatannya hanya semata-mata
untuk keridhaan Allah dan bersih dari dorongan hawa nafsu. Sebaliknya apakah
arti suatu ilmu yang tidak dapat menahan atau memimpin hawa nafsu dari sifat
kebinatangan dan kejahatannya.
Dalam
sebuah hadits ada keterangan :
Seorang itu akan mengikuti pendirian sahabat karibnya,
karena itu hendaknya seseorang itu memperhatikan, siapakah yang harus
dikawaninya.
Ahli
syair berkata :
Siapa
bergaul dengan orang-orang yang baik, akan hidup mulia. Dan yang bergaul dengan
orang-orang yang rendah akhlaqnya, pasti tidak mulia.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan