Catatan Popular

Isnin, 28 Jun 2021

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 65.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI MENGAJAR ORANG LAIN

Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

 

Seseorang berkata kepada Al-Nuri : “Kapan seseorang itu boleh mengajar sesamanya?”

Dia menjawab : “Ketika dia telah memahami masalah ke-Tuhanan, pada waktu itu barulah dia boleh mengajari hamba-hamba Tuhan; tapi kalau dia tidak memahami masalah ke-Tuhan-an, maka penderitaan dirinya itu diderita pula oleh seluruh negeri, dan ditanggung oleh semua orang.” Sirri al-Saqathi berkata : “Aku ingat ketika orang-orang datang kepadaku, dan aku berkata, “Wahai Tuhan!” Berilah mereka pengetahuan yang akan menjauhan mereka dariku, sebab aku tidak suka mereka datang kepadaku.”

Sahl berkata : “Selama tiga puluh tahun aku berbicara dengan Tuhan, dan orang-orang itu mengira aku berbicara dengan mereka.” Al-Junaid berkata kepada Al-Syibli : “Kami mempelajari ilju ini sedalam-dalamnya, dan kemudian menyembunyikannya dalam ruangan-ruangan di bawah tanah; tapi engkau telah datang dan memamerkannya di atas kepala orang-orang itu.” Al-Syibli menyahut : “Aku berbicara, dan aku mendengarkan; adakah sesuatu di dunia ini selain diriku?

Salah seorang tokoh besar Sufi berkata kepada Al-Junaid, ketika dia sedang berbicara dengan orang-orang itu : “Wahai Abu’l Qasim! Tuhan tidak senang kepada orang yang memiliki satu pengetahuan tertentu sampai Dia melihat dia hidup dalam pengetahuan itu, tetaplah tinggal di situ, tapi jika  tidak, turunlah.” Maka Al-Junaid bangkit, dan tidak berbicara dengan orang-orang selama dua bulan.

Sesudah itu dia muncul lagi dan berkata : “Kalau bukan karena aku telah mendengar Nabi berkata : “ Pada hari akhir pemimpin orang-orang itu akan menjadi yang paling hina di antara mereka, maka aku tidak akan muncul di hadapanmu.”

Al-Junaid juga berkata : “Aku tidak pernah berbiicara dengan orang-orang itu, sampai tiga puluh orang yang paling terpandang itu menunjukku, berkata : “Engkau pantas memanggil (orang-orang lain) mendekati Tuhan.” “Seseorang bertanya kepada salah seorang Sufi itu : “”Mengapa engkau tidak mengajar?” Dia menjawab : “Inilah suatu dunia yang telah berbalik dan pergi; dan orang yang mengikuti dia yang telah berbalik itu lebih terbelakang dari yang lain.”

Abu Mansur al-Panjakhini berkata kepada Abu’l Qasim al-Hakim : “Dengan tujuan apa aku mesti berbicara dengan orang-orang itu.” Dia menjawab : “Aku tidak mengenal tujuan yang berkaitan dengan keingkaran, kecuali meninggalkannya,” Abu Usman Sa’id ibn Isma’il al-Razi minta izin kepada Abu Hafsh al-Haddad, yang waktu itu menjadi gurunya, untuk mengajar orang-orang. Abu Hafs bertanya kepadanya : “Dan apa yang mendorongmu untuk berbuar itu?”

Dia menjawab : “Aku kasihan terhadap mereka, dan akan menasehati mereka.” Yang lain bertanya : “Apakah ukuran dari rasa kasihanmu terhadap mereka?” Dia menjawab : “Jika aku ahu bahwa Tuhan akan menghukum diriku sebagai ganti semua orang yang beriman kepada-Nya, dan akan membawwa mereka ke surga, aku akan merasa senang.” Maka Abu Hafs memberikan izin. Nah, diapu menghadapi ujian-ujian; dan ketika Abu Usman telah menyelesaikan pelajarannya, seseorang berdiri untuk mengemis.

Abu  Usman mencegah orang itu dengan memberikan baju yang dipakainya. Lalu Abu Hafs berkata : “Engkau menipu, waspadalah dalam mengajar orang-orang ini, selama hal itu masih ada dalam dirimu.” Abu Usman bertanya : “Hal apa itu, tuan?” Dia menjawab : “Bukankah engkau begitu ingin untuk menasehati mereka. Dan bukankah engkau ingin begitu ingin mengasihani mereka, sehingga engkau lebih suka kalau mereka mendapatkan pahala lebih dahulu daripada engkau, dan engkau mengikuti mereka?”

Saya mendengar penuturan yang berikut ini dari Faris, yang mendaptkannya dari Abu Amr al-Anmati dan menyalaminya.” Al-Junaid menyahut : “Dan damai untukmmu, wahai Panglima Hati. Berbicaralah!” Al-Nuri berkata : “Wahai Abu’l Qasim! Engkau telah menipu mereka, dan mereka menempatkan engkau di atas mimbar; aku telah menasehati mereka dan mereka telah membuangku ke tumpukan sampah.”

Al-Junaid berkata : “Aku tidak pernah merasakan kesedihan melebihi kesedihan waktu itu.” Pada hari Jum’at berikutnya dia datang pada kami dan berkata : “Kalau engkau melihat seorang Sufi mengejar orang-orang itu, ketahuilah bahwa dia kosong.” Ibn Atha berkata : “Firman Tuhan, “Dan katakanlah kepada mereka ucapan-ucapan yang bisa merasuk ke dalam jiwa mereka.” Yang berarti, (katakanlah kepada mereka) menurut kemampuan pemahaman mereka dan batas akal mereka.” Yang lain berkata : “Firman Tuhan” Andaikata dia membaut-buat sebagian perkataan atas nama Kami, niscaya Kami ikat persendiannya.”

 Berarti jika dia telah menatakan mengenai hal-hal ekstasis (spiritual) dari orang –orang materialis,” Penafsiran ini dibenarkan dalam firman lain : “katakan kepada mereka apa yang telah diturunkan kepadamu oleh Tuhanmu.” Tuhan tidak berfirman, “Katakan kepada mereka sesuatu yang dengannya Kami membuat diri Kami kamu kenal.” Al-Husain al-Maghazili melihat Ruwaim ibn Muhammad sedang mengajar orang-orang mengenai masalah kemelaratan; dia berhenti, dan berkata padanya :

Mengapa engkau kenakan pisau yang berkilau itu,

Yang dengan itu tak seorang pun pernah dikuliti?

Congkak nian engkau dengan senjata terhunus.

Pergi, ambillah gelang kaki yang tersepuh emas!

Dia bermaksud memerikan suatu keadaan yang belum pernah dialaminya. Salah seorang tokoh besar Sufi berkata : “Jika seseorng mengajar tanpa mengetahui arti yang di bicarakannya, dia mirip seekor keledai dalam kepura-puraannya itu. Tuhan berfirman : “Bagai keledai yang membawa kitab-kitan tebal.”

Tiada ulasan: