Catatan Popular

Isnin, 28 Jun 2021

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 68.MENGENAI PERINGATAN TUHAN KEPADA MEREKA DENGAN PEMBERIAN WAWASAN BATIN

Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Abu’l Abbas ibn al-Muhtadi berkata : “Suatu kali pernah aku berada di padang pasir, dan akumelihat seorang laki-laki berjalan di hadapanku dengan kaki telanjang dan kepala tanpa penutup, dan dia tidak membawa dompet.

Aku berkata kepada diriku sendiri : “Bagaimana orang ini berdoa ? Dia tidak memiliki kesucian, maupun doa.” Orang itu berpaling kepadaku dan berkata : “Dia tau apa yang ada di dalam hatimu, karena itu takutlah padanya.”

Segera sesudah itu aku pingsan; dan ketika sadar, aku mohon ampun kepada Tuhan akrena telah salah menganggap orang itu. Dan ketika aku sedang berjalan sepanjag jalan itu, dia datang lagi di hadapanku; ketika aku melihatnya, aku merasa takut, dan berhenti berjalan. Tapi dia berpaling kapdaku dan menyitir ayat suci : “Allahlah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan mengampuni perbuatan-perbuatan buruk mereka.”

Lalu dia menghilang, dan aku tidak pernah melihatnya lagi.” Abu’l Hasan al-Farisi mengatakan kepada saya bahwa dia mendengar Abu’l Hasan al-Muzayyin berkata : “Aku pergi sendirian ke apdang pasir dan memisahkan diri dari orang-orang. Ketika aku ada di Al-Umaq, aku duduk di pinggir sebuah kolam di sana, dan jiwaku mulai berbicara kepadaku mengenai cara dia memisashkan diri dari umat manusia, dan berkelana di padang pasir, dan suatu rasa bangga merasukinya. Kemudian, lihat, Al-Kattani muncul di hadapanku “atau mungkin juga orang lain saya masih ragu”  di seberang kolam; dia memanggilku sambil berkata : “Wahai tukang melamun! Berapa lama engkau berbicara dengan dirimu sendiri mengenai hal-hal yang ssia-sia?

Juga diriwayatkan bahwa suara itu mengatakan : “Wahai tukang melamun! Janganlah engkau berbicara dengan dirimu sendiri mengenai hal-hal yang sia-sia.” Dzu’l Nun berkata  : “Suatu kali aku melihat seorang pemuda mengenakan baju rombengan dan jiwaku memberontak terhadapnya, tapi hatiku berssaksi bahwa dia seorang wali. Maka aku pisahkan hatiku dari jiwaku, merenung. Pemuda itu melihat apa yang ada dalam benakku, sebab dengan melihat kepadaku dia berkata : “Waai Dzu’l Nun, jangan melihat kepadaku dengan maksud untuk mengetahui sifatku. Mutiara itu hanya bsia ditemukan di dalam kerangnya.” Kemudian dia berpaling pergi seraya menyitir puisi :

“Aku melihat dunia ditelantarkan dikarenakan kecongkakan,

Kerajaanku tak seorang pun mengurus;

Aku seorang pemuda berakal,

Aku mengenal nilai diriku dan nilai mereka,

Aku seorang pengausa dan raja.

Biar saja nasib tersenyum atau meerengut,

Sebab kebebasan selubungku

Kepuasan hati adalah pakaianku.”

 Wawasan kejiwaan itu merupakan suatu fenomena asli yang dipersaksikan oleh hadits berikut ini : “Takutlah pada wawasan orang yang beriman, sebab sesungguhnya dia melihat dengan cahaya Tuhan.”

Tiada ulasan: