Catatan Popular

Isnin, 28 Jun 2021

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 64.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI UPAYA KERAS (MUJAHADAH) DAN IBADAH

Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

 

Salah seorang tokoh besar Sufi berkata : “Ibadah yang sesungguhnya adalah melaksanakan apa yang telah dibebankan oleh Tuhan sebagai suatu tugas, asal itu diartikan sebagai suatu kewajiban; yaitu, bahwa tugas tersebut harus dilaksanakan tanpa mengharapkan balasan, meskipun engkau tahu bahwa itu merupakan suatu karunia (Tuhan); tugasmu kepada Tuhan itu sudah cukup, ketika engkau melaksanakan tindakan itu, untuk membuang segala pengharapan akan karunia dan balas-jasa.

 Sebab Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Allh telah membeli jiwa dan harta orang mukmin,” yaitu bahwa mereka boleh membaktikan diri mereka sebagai hamba, bukan dengan jiwa yang loba.”

Seseorang berkata kepada Abu Bakr al-Wasithi : “Dengan cara  bagaimana sang Sufi melaksanakan perbuatannya?” Dia menjawab : “Dengan cara meluruh dari tindakan-tindakannya, yang menjadi ada didkarenakan sesuatu yang selain dia.” Abu Abdillah al-Nibaji mengatakan : “Kesenangan dalam kepatuhan itu merupakan buah permisahan dari Tuhan. Seseorang itu tidak disatukan dengan Tuhan dikarenakan hal itu, atau dijauhakan (Dari Tuhan, dikarenakan tiadk adanya hal itu); dia tidak mempercayainya sebagai sesuatu yang patut diandalkan, dia pun tidak meninggalkannya karena dorongan semangat  penentangan. Dia melaksanakan tugas-tugasnya semata-mata demi Tuhan, sebagai seorang budak dan hamba, bersandar pada apa (yang ditakdirkan oleh Tuhan) di dalam masa pra-kekekalan.” Yang dimaksudkannya dengan “Kesenangan dalam kepatuhan” adalah menganggap hal itu mendahului dirinya, tanapa menyadari karunia Tuhan dalam membantu orang itu (untuk patuh).

Firman Tuhan : “Sesungguhnya seruan dari Tuhanitu lebih baik.” Ditafsirkan bahwa itu lebih baik daripada di dalam akalmu, atau yang dapat diutarakan oleh lidahmu. Zikir yang sesungguhnya berarti meluakan yang selain Tuhan, sebab, Tuhan berfirman : “Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika engkau lupa.”

Maka Firman Tuhan : “Makan minumlah sesenang hatimu, berkat perbuatan kebajikan yang telah kamu lakukan pada masa silam.” Ditafsirkan bahwa pada masa silam itu mereka tidak mengingat Tuhan, sehingga kamu harus tahu bahwa apa yang kamu peroleh itu dikarenakan kebaikan Tuhan; bukan didkarenakan tindakan-tindakan sendiri.

Abu Bakr al-Qahtabi berkata : “Jiwa orang yang percaya kepada, pada keesaan Tuhan itu muak dengan segala gelar sifat-sifat mereka yang teelah ternyatakan, dan segala sesuatu yang muncul dari sifat-sifat itu mereka anggap menjijikan. Mereka terrpisah dari kesaksian-kesaksian mereka, perolehan-perolehan mereka, dan keuntungan-keuntungan mereka, dan mereka tidak mampu menyatakan tuntutan apa pun di hadapan-Nya, sebab mereka telah mendengarkan-Nya berfirman : “Dan jangan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan dalam peribadatan.” Dengan “kesaksian” yang dimaksudkannya adalah kemanusiaan, dengan “keuntungan” adalah balas jasa, dengan “perolehan-perolehan” adalah benda-benda material.

Abu Bakr al-Wasithi berkata : “Arti perkataan Tuhan Maha Besar” pada saat berdoa adalah “Engkau terlalu besar untuk bisa digabungkan dengan doa, atau untuk dipisahkan dengan jalan menghapuskan doa.” Sebab, pemisahan dan penyatuan itu bukan merupakan tindakan-tindakan (pribadi), melainkan menuruti suatu ketetapan yang ditakdirkan di dalam kekekalan.”

Al-Junaid berkata : “Janganlah hendaknya tujuanmu dalam berdoa, melaksanakannya tanpa ikut bersenang dan berrgembira di dalam kesatuan dengan Dia yang tak bisa didekati dengan alat apa pun kecuali lewat Dia sendiri.”

Ibn Atha berkata : “Janganlah hendaknya tujuanmu dalam berdoa, melaksanakannya tanpa rasa takjub dan hormat kepada Dia yang telah melihat engkau melaksanakannya.” Yang lain berkata : “akna doa adalah pelepasan dari segala rintangan, dan pemissahan dengan hakikat-hkikat.” Rintangan-rintangan itu adalah segala sesuatu yang selain Tuhan, hakikat-hakikat adalah segala sesuatu yang dipersembahkan kepada Tuhan dan dari Tuhan. Yang lain berkata : “Berdoa adalah menyatu.”

Saya mendengar Faris berkata : “Makna puasa adalah mangkir dari penglihatan manusia di dalam penglihatan Tuhan. Sebab Tuhan berfirman di dalam kisah Maryam : “Sesungguhnya aku telah berjanji kepada Tuhan Yang Mahapengasih untuk berdiam diri, maka aku tiak akan berbicara dengan siap pun pada hari ini.” Yaiitu karena aku mangkir dari mereka di dalam penglihatan Tuhan, dan karenanya aku tidak akan dapat, dalam keadaanku itu. Menggubris sesuatu yang bisa membingungkan diriku atau melepaskanku dari Dia.”

Hal ini terbukti dalam perkataan Nabi : “Puasa itu suat penjagaan.” Yaitu suatu selubung yang menutupi segala sesuatu kecuali Tuhan.

Tuhan pun berfirman : “Puasa itu bagian-Ku, dan Aku akan memberi pahala untu itu.” Salah seorang tokoh Sufi berekata : “Itu berarti, Aku yang menjadi pahala untuk itu.”

Abu’l Hasan ibn Abi Dzarr berkata : “Itu mengandung arti, ma’rifat-Ku menjadi pahala bagi orang yang berpuasa.” Sudah tentu itu merupakan pahala yang cukup, sebab tidak ada sesuatupun yang dapat memperoleh ma’rifat Tuhan, atau bahkan mendekatinya saja.”

Saya mendengar Abu’l Hasan al-Hasani al-Hamadani mengatakan : “Arti firman Tuhan “Puasa itu bagian-Ku” adalah bahwa hasrat-hasrat itu meninggalkannya; yaitu pertama hasrat dari setan, kalau-kalau dia akan merusak-kannya, sebab setan itu tidak berhasrat akan sesuatu yang menjadi milik Tuhan; yangg berikutnya adalah hasrat dari jiwa, kalau-kalau jiwa itu menyombongkan diri, sebab jiwa itu hanya menyombongkan apa yang menjadi miliknya; yang berikutnya lagi, hasrat dari musuh-musuh di dunia mendatang, sebab mereka hanya mengambil apa yang menjadi milik manusia, bukan yang menjadi milik Tuhan.” Inilah arti firman Tuhan itu, sepanjang yang saya pahami.

Seorang tokoh Sufi berkata : “Kesulitan penderitaan adalah keinginan akan kesenangan dan pengharapan yang ditempatkan pada setiap tindakan pribadi, jika seseorang percaya kepada kesenangan dan pengharapan itu, maka akibatnya adalah kesedihan; dan kesedihan yang diperolehnya itu merupakan kesengan bagi musuh-musuhnya.”

Al-Nuri menulis :

“Hari ini aku hampir mencapai tujuanku!” aku berseru;

Sayang,.. tujuan yang hampir tercapai itu masih ssangat jauh.

Aku tak berjuang, tapi jatuh; tapi, untuk nerusaha

Dan kalah dalam perang, itu pun suatu pertempuran

Kini, segala harapan pupus, tapi kasih-Mu..

Akan selalu memberi ampun, sifat pemurah-Mu menyetujui;

Kalau tidak, maka surga kan kering; aku mesti terbuang.

Yang lain menulis :

Sungguh, bahwa aku memuja dan mengingat Engkau..

Dalam pengharapan akan pencapaian;

Begitu rindu anak-anak ketakmanatapan itu

Akan kesenangan yang sia-sia

Tuhan, bagaiman Wahyu-Mu yang cemerlang

Akan kutanggung,

Dan meninggalkan dunia ini, nan penuh selubung dan godaan

Dengan cara tak biasa?

Dia berkata : “Jika dalam tindakan dan usahaku aku mencari pahala – dan inilah yang dicari oleh orang-orang yang berusaha dan bersusah payah mencari (mutu) ketuhanan itu  bagaimana aku akan memikirkan wahyu yang membawaku dari ketakutan akan kabr-kabar mengenai keadaan-keadaan dan saat-saatku yang berubah, dan dari anggapan akan perbuatan-perbuatan serta usaha-usahaku sendiri, yang merupakan hal-hal yang menyelubungi diriku dari-Mu?

Tiada ulasan: