Surah ke 78; 40 ayat
an-Naba’
(berita besar).
an-Naba’
(berita besar).
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang
TAFSIR AL JAILANI OLEH
SYEIKH ABDUL QADIR AL JAILANI (QUTUBUL GHAUTS)
JUZ AMMA
Pembuka Surah an-Naba’
Orang yang
mampu menyingkap (mukāsyafah) berbagai rahasia taklif Ilahi dan
hikmah-hikmah hukum yang berasal dari-Nya serta kemaslahatan yang terkandung
dalam perintah dan larangan yang berasal dari kesucian Dzat-Nya; pasti
mengetahui bahwa kehendak ulūhiyyah dan rubūbiyyah adalah mendidik dan mengajari manusia dengan cara
membebaninya dengan berbagai kesulitan dan kesusahan yang dapat mencegahnya
dari mengikuti kehendak hawa nafsu dan angan-angan setan serta khayalan palsu,
di mana semua itu termasuk tentara setan yang memerintahkan keburukan. Setelah
manusia tidak lagi dapat dicegah dan diperingatkan untuk tidak memenuhi
kehendak tabiat yang begitu kuat, tidak lagi menjalankan berbagai ketaatan dan
ibadah yang dibebankan dan diperintahkan kepadanya, tidak lagi berada di tengah
jalan keadilan Ilahi, dan tidak lagi berdiri di jalan lurus yang dapat
mengantarkannya ke surga Na‘im; hikmah ilahiyah menghendaki agar ia disiksa
dengan siksaan yang sangat pedih dan memasukkannya ke dalam neraka Jahim
selamanya.
Karena
itulah Allah s.w.t. – sesuai dengan hikmah yang dikehendaki-Nya – menetapkan
dua kehidupan bagi manusia:
Kehidupan
pertama berupa
masa-masa ujian dan cobaan, kehidupan ini berada di dunia. Ia berfungsi sebagai
tempat transit dan pemberian pelajaran.
Kehidupan
kedua berupa
masa-masa perpindahan dan pembalasan, kehidupan ini berada di akhirat. Ia
berfungsi sebagai terminal terakhir dan tempat tinggal.
Orang yang
berakal dan mengetahui, harus mengimani dan meyakini dua kehidupan ini serta
mempersiapkan diri di kehidupan pertama untuk menyambut kehidupan kedua. Orang
yang terpedaya oleh kehidupan yang pertama dan menyibukkan diri dengannya
sehingga melupakan kehidupan yang kedua, berarti ia telah mengikuti jalan
orang-orang yang mengalami kerugian dalam amalnya. Mereka sebenarnya telah
menempuh jalan yang sesat dalam kehidupan dunia, namun mereka mengira telah
melakukan perbuatan yang baik.
Secara garis
besar, mereka adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah s.w.t. dan
menolak adanya pertemuan dengan-Nya sehingga semua amal mereka hilang sia-sia.
Akibatnya, pada hari kiamat nanti amal mereka tidak lagi ditimbang. Sebab,
adanya kehidupan yang kedua ini sudah begitu sempurna dan berbagai dalil yang
menunjukkan keberadaannya sudah sangat jelas terlihat pada saat mereka saling
mempertanyakan dan memperdebatkan berita tentang kehidupan yang kedua ini dan
keberadaannya, serta pada saat mereka memperbincangkan kehidupan yang kedua ini
dengan nada mencemooh dan meragukannya. Setelah memberi keberkahan, Allah
s.w.t. berfirman: (بِسْمِ اللهِ) [Dengan
menyebut nama Allah] yang menampakkan Diri pada segala sesuatu yang zhahir
dan bathin, sesuai dengan dua kehidupan, (الرَّحْمنِ) [Yang Maha
Pemurah] kepada semua makhluk yang berada di kehidupan pertama, juga (الرَّحِيْمِ) [lagi Maha Penyayang] kepada mereka yang berada di
kehidupan kedua.
BERITA YANG BESAR
Ayat 1.
(عَمَّ) [Tentang apakah]
maksudnya:
dalam hal apa, atau dalam masalah apakah (يَتَسَاءَلُوْنَ) [mereka
saling bertanya-tanya] dan berdebat di antara mereka sendiri dengan nada
penuh keraguan dan berbantah-bantahan?
Ayat 2 & 3.
(عَنِ النَّبَإِ
الْعَظِيْمِ، الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ مُخْتَلِفُوْنَ) [Tentang
berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini]
maksudnya:
mereka saling berbeda pendapat tentang terjadinya hari kiamat yang telah
dijanjikan untuk mengoreksi amalan manusia dan memberi balasan kepada mereka
sesuai dengan amalan tersebut. Padahal, masalah hari kiamat sudah sangat jelas
sehingga tidak perlu lagi diragukan, dipertanyakan, dicemooh, dan
diperselisihkan keberadaan dan kejadiannya.
Ayat 4.
(كَلَّا) [Sekali-kali tidak]
maksudnya:
apa yang menyebabkan mereka mengingkari dan mempertanyakan terjadinya hari
kiamat dengan nada yang penuh cemoohan dan keraguan? Padahal (سَيَعْلَمُوْنَ) [mereka akan mengetahui] sebentar lagi. Bahkan akan
mendekatinya dalam waktu sekejap mata, bahkan lebih cepat lagi.
Ayat 5.
(ثُمَّ كَلَّا
سَيَعْلَمُوْنَ) [Kemudian sekali-kali tidak;
kelak mereka akan mengetahui]
ketika hari
kiamat ditimpakan kepada mereka secara tiba-tiba, dan mereka tidak
merasakannya. Secara garis besar di sini dipertanyakan; apa yang menyebabkan
mereka mengingkari hari kebangkitan dan pembalasan? Apakah mereka mengingkari
kemampuan Kami (Allah s.w.t.) yang sempurna untuk membuat kejadian semacam itu?
Tiada ulasan:
Catat Ulasan