Catatan Popular

Isnin, 30 Oktober 2017

TAFSIR AL JAILANI SURAH 78 AN NABA, AYAT 1 - 5



Surah ke 78; 40 ayat
an-Naba’
(berita besar).
 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang



TAFSIR AL JAILANI OLEH SYEIKH ABDUL QADIR AL JAILANI (QUTUBUL GHAUTS)


JUZ AMMA

Pembuka Surah an-Naba’

Orang yang mampu menyingkap (mukāsyafah) berbagai rahasia taklif Ilahi dan hikmah-hikmah hukum yang berasal dari-Nya serta kemaslahatan yang terkandung dalam perintah dan larangan yang berasal dari kesucian Dzat-Nya; pasti mengetahui bahwa kehendak ulūhiyyah dan rubūbiyyah adalah mendidik dan mengajari manusia dengan cara membebaninya dengan berbagai kesulitan dan kesusahan yang dapat mencegahnya dari mengikuti kehendak hawa nafsu dan angan-angan setan serta khayalan palsu, di mana semua itu termasuk tentara setan yang memerintahkan keburukan. Setelah manusia tidak lagi dapat dicegah dan diperingatkan untuk tidak memenuhi kehendak tabiat yang begitu kuat, tidak lagi menjalankan berbagai ketaatan dan ibadah yang dibebankan dan diperintahkan kepadanya, tidak lagi berada di tengah jalan keadilan Ilahi, dan tidak lagi berdiri di jalan lurus yang dapat mengantarkannya ke surga Na‘im; hikmah ilahiyah menghendaki agar ia disiksa dengan siksaan yang sangat pedih dan memasukkannya ke dalam neraka Jahim selamanya.
Karena itulah Allah s.w.t. – sesuai dengan hikmah yang dikehendaki-Nya – menetapkan dua kehidupan bagi manusia:
Kehidupan pertama berupa masa-masa ujian dan cobaan, kehidupan ini berada di dunia. Ia berfungsi sebagai tempat transit dan pemberian pelajaran.
Kehidupan kedua berupa masa-masa perpindahan dan pembalasan, kehidupan ini berada di akhirat. Ia berfungsi sebagai terminal terakhir dan tempat tinggal.
Orang yang berakal dan mengetahui, harus mengimani dan meyakini dua kehidupan ini serta mempersiapkan diri di kehidupan pertama untuk menyambut kehidupan kedua. Orang yang terpedaya oleh kehidupan yang pertama dan menyibukkan diri dengannya sehingga melupakan kehidupan yang kedua, berarti ia telah mengikuti jalan orang-orang yang mengalami kerugian dalam amalnya. Mereka sebenarnya telah menempuh jalan yang sesat dalam kehidupan dunia, namun mereka mengira telah melakukan perbuatan yang baik.
Secara garis besar, mereka adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah s.w.t. dan menolak adanya pertemuan dengan-Nya sehingga semua amal mereka hilang sia-sia. Akibatnya, pada hari kiamat nanti amal mereka tidak lagi ditimbang. Sebab, adanya kehidupan yang kedua ini sudah begitu sempurna dan berbagai dalil yang menunjukkan keberadaannya sudah sangat jelas terlihat pada saat mereka saling mempertanyakan dan memperdebatkan berita tentang kehidupan yang kedua ini dan keberadaannya, serta pada saat mereka memperbincangkan kehidupan yang kedua ini dengan nada mencemooh dan meragukannya. Setelah memberi keberkahan, Allah s.w.t. berfirman: (بِسْمِ اللهِ) [Dengan menyebut nama Allah] yang menampakkan Diri pada segala sesuatu yang zhahir dan bathin, sesuai dengan dua kehidupan, (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] kepada semua makhluk yang berada di kehidupan pertama, juga (الرَّحِيْمِ) [lagi Maha Penyayang] kepada mereka yang berada di kehidupan kedua.

 

BERITA YANG BESAR

Ayat 1.

(عَمَّ) [Tentang apakah]
maksudnya: dalam hal apa, atau dalam masalah apakah (يَتَسَاءَلُوْنَ) [mereka saling bertanya-tanya] dan berdebat di antara mereka sendiri dengan nada penuh keraguan dan berbantah-bantahan?

Ayat 2 & 3.

(عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيْمِ، الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ مُخْتَلِفُوْنَ) [Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini]
maksudnya: mereka saling berbeda pendapat tentang terjadinya hari kiamat yang telah dijanjikan untuk mengoreksi amalan manusia dan memberi balasan kepada mereka sesuai dengan amalan tersebut. Padahal, masalah hari kiamat sudah sangat jelas sehingga tidak perlu lagi diragukan, dipertanyakan, dicemooh, dan diperselisihkan keberadaan dan kejadiannya.

Ayat 4.

(كَلَّا) [Sekali-kali tidak]
maksudnya: apa yang menyebabkan mereka mengingkari dan mempertanyakan terjadinya hari kiamat dengan nada yang penuh cemoohan dan keraguan? Padahal (سَيَعْلَمُوْنَ) [mereka akan mengetahui] sebentar lagi. Bahkan akan mendekatinya dalam waktu sekejap mata, bahkan lebih cepat lagi.

Ayat 5.

(ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ) [Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui]
ketika hari kiamat ditimpakan kepada mereka secara tiba-tiba, dan mereka tidak merasakannya. Secara garis besar di sini dipertanyakan; apa yang menyebabkan mereka mengingkari hari kebangkitan dan pembalasan? Apakah mereka mengingkari kemampuan Kami (Allah s.w.t.) yang sempurna untuk membuat kejadian semacam itu?

Tiada ulasan: