Allah swt. berfirman dalam kisah Nabi Musa as. Bersma
al-Khidhr as. :
“Musa
berkata kepada Khidhr : “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepada ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu.” (Qs.
Al-Kahfi :66).
Al-Junayd berkata : “Ketika Musa ingin berguru kepada
Khidr, beliau menjaga syarat-syarat etika. Pertama, mohon izin dalam berguru,
lantas al-Khidhr memberi syarat kepadanya agar tidak menentangnya dalam segala
hal, dan tidak mengajukan protes atas keputusannya. Namun ketika Musa as. Mulai
kontra terhadapnya, dibiarkanlah sikapnya yang pertama dan kedua. Tetapi kontra
untuk ketiga kalinya – dan yang ketiga merupakan batas minim dari jumlah banyak
dan awal dari batas banyak – maka terjadilah perpisahan.
Khidhr berkata :
“Inilah
perpisahan antara aku dan antara kamu.” (Qs. Al-Kahfi:78).
Rasulullah saw. bersabda : “Orang muda yang tidak
menghormati seorang guru (Syeikh) karena usianya, melainkan Allah akan
menakdirkan baginya, kelak orang akan menghormati dirinya saat usianya sudah
tua.” (H.r. Tirmidzi).
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata
: “Awal segala perpisahan adalah pertentangan. Yakni, orang yang kontra dengan
syeikhnya, berarti ia tidak menetapi tharikatnya. Hubungan antara keduanya
telah terputus, walaupun keduanya terkumpul dalam satu bidang tanah.
Barangsiapa berguru kepada salah satu syeikh, kemudian dalam hatinya ada
kinflik, maka janji pertalian guru dan murid telah rusak, dan ia wajib
bertobat.”
Salah satu syeikh berkata : “Menyakiti para guru,
tidak ada lagi tobatnya.”
Saya mendengar Abu Abdurrahman as-Sulamy berkata :
“Aku pergi ke Marw apda saat syeikhku, Abu Sahl ash-Sah’luky masih hidup.
Sebelum aku keluar dulu, pada hari-hari Jum;at pagi selalua da majelis Khtamul
Qur’an. Tetapi ketika aku kembali, majelis tersebut telah tiada. Diganti dengan
suatu forum diskusi yang dipimpin oleh Abul Ghaffany. Kenyataan itu membuatku
gelisah, dan aku berkata padaku : “Hai Abu Abdurrahman, apa yang
diperbincangkan banyak orang tentang diriku?” Aku berkata padanya : “Mereka
mengatakan; majleis Al-Qur’anul Karim telah dihilangkan dan diganti majelis
diskusi.” Lantas syeikh berkata : “Siapa saja yang berrkata kepada gurunya :
“Mengapa? Maka dia tak akan bahagia selamanya.”
Uccapan yang populer dari al-Junayd antara lain :
“Aku memasuki rumah Sary as-Saqathy pada suatu hari. Dia memerintahkan sessuatu
padaku, dan au bergegas memenuhi kebutuhannya. Maka di saat aku kembali
kepdanya, ia memberikan secarik kerts, sembari berkata : “Inilah kedudukan
pemenuhamu atas kebutuhanku yang begitu cepat.” Lalu kubaca pada kertas itu,
ternyata di sana tertulis :
Aku mendengar orang yang berjalan di apdang pasir
menyanyi,
Aku menangis, dan tahukah nekgau, mengapa?
Aku menangis karena ketakutan
Bila engkau memisahkan diriku
Bila engkau memisahkan ikatan-ikatan hatiku
Bila engkau menghindar dariku.”
Diriwayatkan dari Abul Hasan al-Hamdzany al-Alawy
yang berkata : “Suatu malam aku berada di tempat Ja’far al-Khuldy. Padahal
waktu itu aku diperintah untuk menggantungkan burung di atas dapur. Hatiku
sangat berkait dengan burung itu. Ja’far berkata padaku : “Bangunlah malam
ini.” Aku merasa ada yang mengganjal dan aku pun pulang. Kukeluarkan burung
dari dapur dan kuletakkan di sisiku. Tiba-tiba ada anjing masuk dari arah
pintu. Anjing itu langsung meraih burung, di saat orang-orang yang hadir alpa.
Ketika esok paginya aku datang ke Ja’far, sejenak pandang matanya tertuju
padaku, dan berkata : “Siapa yang tidak menjaga perasaan hati para syeikh, ia
akan dipaksa oleh anjing yang menyakitinya.”
Abdullah arRazy mendengar Abu Utsman Sa’id al-Hiry sedang menjelaskan
sifat Muhammad ibnul Fadhl al-Balkhy, dan memuji-memijinya. Tiba-tiba Abdullah
sangat rindu pada al-Balkhy, kemudian pergi berziarah pdanya. Namun hatinya
tidak berkenan pada Muhammad ibnul Fadhl. Lalu ia kembali ke Abu Utsman, dan
Abu Utsman bertanya : “Bagaimana, Anda sudah menemuinya?” Abdullah menjawab :
“Aku tak menemui apa-apa sebagaimana kuduga.” Lantas Abu Utsman berkata :
“Karera Anda mengaanggapnya arendah. Dan tak seorag pun yang menganggap rendah
seseorang melainkan ia terhalang dari sari faedah. Kembalilah padanya dengan
penuh hormat.” Abdullah pun kembali kepadanya dan banyak mengambil manfaat dari
ziarahnya itu.
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkaa : “Ketika
penduduk Balkh mengusir Muhammad ibnul Fadhl dari daerahnya, dia mendoakan meraka
: “Ya Allah, cegahlah kejujuran dari mereka.” Maka seteah itu tak seorang jujur
pun yang muncul dari daerah Balkh.
Saya mendengar Ahmad bin Yahya al-Abiwady –
rahimahullah ta’ala – berkata : “Barangsiapa syeikhnya ridha, ia tidak akan
menyimpang pada saat hidupnya, dengan maksud agar rasa ta’zimnya kepda syeikh
tersebut tidak hilang. Apabila syeikh telah meninggal dunia Allah swt. akan
menampakkan balasan ridhanya syeikh kepadanaya. Namun, barangsiapa membuat
hatinya syeikh berubah, maka ia tak akan menyipang pada zaman syeikh tersebut
hidup, karena ia tak ingin membelenggunya. Mereka senantiasa memiliki karakter
untuk menghormati. Apabila syeikh tersebut meninggal dunia, maka pada saat
itulah muncul suatu penyimpangan sepeninggalnya.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan