SYARAH SYEIKH AL BUTHI
Menurut Kalam Hikmah ke 33
Al-Arifbillah
Syeikh Ahmad Ibnu Athaillah As kandary:
“Allah yang Maha Haq,
tidak terhalang oleh sesuatu apapun. Akan tetapi yang terhalang adalah kamu
dari melihat kepada-Nya, Karena apabila Allah terhalang sesuatu, pasti Allah
SWT dapat ditutupi dan apabila dapat ditutupi maka adanya Allah terkurung. Tiap
yang terkurung pasti ada yang menguasai. Sedangkn Allah Dzat yang memiliki
kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-hamba-Nya.”
Untuk memahami maksud kalam hikmah di atas, al-Buthi memberikan sampel
sebagai contoh agar mudah membedakan ungkapan kalam hikmah tersebut.
Perhatikan ungkapan berikut! “Matahari tertutupi dariku” dan ungkapan “Aku
tertutupi dari Matahari”.
Ungkapan yang pertama, mencocoki pada kondisi jika pada lapisan Matahari
terdapat awan yang menghalangimu, sehingga tertutupi. Sedangkan ungkapan yang
kedua,mencocoki dengan kondisi jika pada pengelihatanmu terdapat hijab yang
dapat menghalangi sinar matahari.
Berarti situasi yang pertama Matahari terhijabi darimu dan yang kedua kamu
yang tertutupi dari Matahari, berbeda. Pertanyaannya, mungkinkah ada kondisi
yang mencocoki pada perkataan “Allah tertutupi dari manusia atau dari suatu
makhluk yang ada?”
Jika direnungkan, akan dipahami pada kondisi seperti apa pun tidak mungkin
wujud Allah ditutupi suatu darimu atau yang lain. Karna jika Allah dihijabi
sesuatu, berarti Dia ada dalam zona kekuasaan barang yang menutupi-Nya, hal itu
mustahil terjadi bagi Allah SWT.
Inilah, inti sari makna yang terkandung dalam kalam hikmah Artinya, barang
yang tertutupi menggambarkan ruang keterbatasan baginya dan hanya terkurung
dalam area hijab yang menutupi. Karena jika tidak, pasti akan terbuka dan bisa
dilihat oleh banyak kalangan dari luar zona tersbut.
Sedangkan antara penutup dengan barang yang ditutupi pasti berpisah, tidak
dalam satu tempat. Semua hal tersebut sangat imposibel bagi Allah SWT. Ibnu
Athaillah mengarahkan pada dua hakikat penting di balik pengertian kalam hikmah
yang kita bahas kali ini.
Hakikat pertama area akidah dan yang kedua ranah tarbiyah dan suluk
(pendidikan dan perjalanan menuju makrifat kepada Allah. Kita pahami bersama
dua pembagian yang diarahkan Ibnu Athaillah terkait maksud kalam hikmah di
atas, monggo kita lanjut.!
Pertama yang terkait dengan ranah akidah, yaitu isi kalam hikmah berikut:
“Sesungguhnya Allah tertutupi dariku atau dari segenap hamaba-Nya.” Ungkapan
ini sama sekali tidak boleh diucapkan, karna pada kalam tersebut terkesan
menjadikan Dzat Allah sebagai objek yang tertutupi. Berarti ada subjek yang
mengendalikan dan menguasai untuk menutupi Dzat Allah SWT, dan menganggap Allah
ada dalam suatu tempat.
Sedangkan Allah SWT mempunyai sifat beda dengan
perkara baru dari semua sisi, seperti tidak berupa benda, tidak bertempat dst.
Ketahuilah! Pada awalnya semua alam dan isinya tidak ada, kemudian
diciptakan oleh Allh SWT yang semua ada dalam kendali-Nya. Maka semua alam
semesta inilah yang butuh kepada Allah, bukan sebaliknya. Bagaimana mungkin
sang Pencipta butuh pada yang diciptakan?
Dan bagaimana mungkin sang Khaliq terkendali dalam daerah kekuasaan
makhluk-Nya? Tentunya sangat tidak mungkin. Secara dharuri dan intuatif semua
praduga dan perkiraan di atas sangat imposibel terjadi pada Allah SWT yang Maha
Raja dan Maha Haq.
Pemahaman yang terkait dengan area kedua, adalah zona pendidikan dan suluk,
ulasannya sebagaimana berikut. Secara fitrah manusia mengenal kepada Allah
sebagai Tuhannya, ia cenderung rindu dan cinta kepada Allah yang pada
eksistensinya tidak ada penghalang. Cuma ketika dia mondar-mandir dalam labirin
dunia dan tenggelam dalam tipu muslihanya serta condong pada keinginan syahwat
dan hawa nafsu. Maka akan ada hijab yang merajut dan terselubung dalam hati dan
pikirannya yang menjadikan dia lupa dan bodoh tidak seperti semula. Akhirnya
dia akan tertutup hatinya dari makrifat kpada Allah, hatinya berubah tidak
seperti semula.
Setelah mengerti dua esensi makna tersebut, kita harus tahu tugas dan
kegiatan terpenting yang harus menjadi prioritas dalam pelaksanaannya. Yaitu
beramal baik dengan tekun dan istikamah, sekiranya dapat menghilangkan
hijab-hijab yang sudah menumpuk dalam jiwa kita.
Yang hijab-hijab itu menjadikan fitrah keimanan mengurang, serta membutakan
mata hati dari melihat cahaya Tuhan yang terpancar pada pejajahan alam. Dan
hanya dengan cahaya Tuhan, Alam semesta bisa terlihat terang, sebagimana telah
dikutip pada kalam hikmah sebelumnya :
”Semua entitas alam pada mulanya gelap tak terlihat, hanya saja disinari
oleh cahaya wujud Allah yang Maha Haq.”
Sedangkan cara tepat untuk menghilngkan hijab-hijab yang menumpuk dalam
hati kita secara total adalah rekonsiliasi sejati antara ruh dan kerinduannya,
jasad dan kebutuhannya agar jasad selalu melayani kebutuhan ruh, bukan
sebaliknya. Karena hakikat yang kekal dan abadi pada diri kita adalah ruh,
sedangkan jasad akan rusak dan sirna.
Dan kelak pada hari dibangkitkan semua makhluk, Allah menjadikan Ruh
sebagai tempat jasad baru, sesuai dengan tatanan yang baru. Maka menjadi wajib
bagi kita, untuk selalu memupuk hati dengan cinta dan ta’dzim kepada Allah SWT.
Serta memperbanyak dzikir, baca al-Quran sambil mentadabburi dan mensyukuri
segenap nikmat yang telah dianugerahkan pada kita. Sehingga pada perasaan dalam
hati kita, Wujud Allah betul-betul agung dan entitas dunia terlihat hina dan
fana. Akhirnya mata hati kita akan selalu melihat kebesaran Allah dan kabut
penghalang akan lenyap dalam kesilauan cinta dan ta’dzim kepada-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan