Catatan Popular

Jumaat, 13 Oktober 2017

HIKAM ATHAILLAH KE 32 SYARAH SYEIKH AL BUTHI : PERHATIKAN AIB BATIN YANG ADA PADA MU



SYARAH  SYEIKH AL BUTHI

Menurut Kalam Hikmah ke 32 Al-Arifbillah Syeikh Ahmad Ibnu Athaillah As kandary:

 “Memperhatikan aib batin yang ada pada dirimu, jauh lebih baik dari menginginkan hal ghaib yang terhalang darimu.”

Dalam hikmah ini Ibnu Athaillah ingin meluruskan persepsi salah yang berkelindan di hati setiap penggiat dakwah, namun tidak disadari sebagai dosa. Dan persepsi tersebut tidak lain merupakan jaring-jaring syetan menghalangi misi suci untuk bisa sampai pada keharibaan Allah.

Perlu disadari, cara syetan mengelabui manusia yang jauh dari garis hidayah berbeda dengan cara mengelabui orang yang paham agama. Mengelabui orang yang sehari-hari sibuk berjuang amar ma’ruf dan nahi munkar berbeda lagi caranya dengan mengelabui orang-orang awam.

Bagaimana syetan mengelabui para ustadz yang sibuk membimbing masyarakat awam menemui hakikat hidup? Syetan membuat si ustadz merasa begitu dekat dengan Allah, ketika ia mampu menampakkan sebagian karamah atau hal luar biasa yang dimiliki. Bahkan ada yang merasa keajaiban dan karamah itu harus dimiliki juru dakwah guna menarik perhatian masyarakat sebagai objek dakwah. Lebih parah lagi jika hal luar biasa yang dimiliki menjadi tolak ukur tingginya derajat dan dekat dengan Allah. Jaring syetan yang amat berbahaya. Sehingga banyak para dai dalam ibadah, dzikir dan rutinitasnya tidak diniati mlaksanakan kewajiban melainkan agar bisa wusul dan mendapat karamah.

Perlu disadari bahwa melaksanakan perintah Allah bukan melulu ditujukan agar boleh ma’rifat, menjadi wali dan punya karamah.

Lebih penting dari itu adalah untuk menyucikan hati dari berbagai penyakit seperti sombong dsb. Yang nyata-nyata membuat jauh dari Allah. Maka apa yang diperintahkan pakar sufi sekaliber Imam Junaid al-Baghdadi, Imam Muhasibi, Imam Qusyairi dll, untuk memperbanyak ibadah membaca doa pagi dan sore, dan memperbanyak tilawah, harus dipahami pula sebagai warning agar tidak silau dengan karamah yang dimiliki.

Jika kita sedang melakukan rutinitas ibadah, wirid atau semacamnya perlu memahami sisi obat plus penyakitnya sekaligus. Bahwa dalam setiap ketaatan yang dilakukan rentan menimbulkan penyakit hati seperti pamer, bangga diri dan merasa paling benar sendiri. Nah, yang harus kita lakukan setiap kali melakukan ibadah adalah meminta agar Allah senantiasa melindungi dari 'dosa batin' yang menjangkit.

Inilah poin Hikmah ke 32 kali ini, selaras dengan QS. Al-A’la: 14-15, as-Syams: 9-10, an-Nazi’at: 18-19, yang menyeru pada tazkiyah nafsi.

( 14 )   Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
( 15 )   dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.

( 9 )   sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
( 10 )   dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

( 18 )   dan katakanlah (kepada Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)".
( 19 )   Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?"

Tazkiyah nafsi atau penjernihan hati menjadi ajaran inti dari rangkaian suluk yang dilakukan seseorang menuju keharibaan Maula Ta’ala. Terlalu naif jika tazkiyah di sini dipersempit cakupan maknanya hanya pada kemamapuan melihat hal gaib, memperoleh karamah dsb. Yang terpenting dari ibadah kita adalah bagaimana sekiranya kita terbebas dari “dosa batin” yang kerap menggerogoti amal tanpa kita sadar.

Bila seseorang terkagum kehebatan dirinya, iri pada nikmat temannya serta dendam pada orang yang mengungguli popularitasnya berarti ia terhalang rahmat dan kelembutan Allah, bahkan meski ia memiliki kekuatan supranatural sedemikan rupa tak berarti itu karamah, bisa jadi hal itu istidariaj; suatu upaya Allah untuk menguji hamba; mampukah ia menahan diri tidak tergoda fitnah kehebatan dirinya?.

Maka hal mutlak yang mesti dimiliki oleh seorang dai adalah mempertebal ma’rifat dan kedekatannya kepada Allah. Jika hal ini menjadi fokus seorang dai, semakin ia merasa ibadahnya tidak sempurna dan menganggap dirinya bukan siapa-siapa. Ia juga merasa bahwa keberkahan yang dicapai oleh murid atau masyarakat yang didakwahinya adalah anugerah Allah semata, bukan usaha dirinya.

Ada hikmah yang perlu diketahui mengapa Allah tidak menjadikan selain rasul memiliki ‘ismah (terjaga dari perbuatan dosa), meski seorang wali! Yaitu agar selain rasul dapat menjaga adab sehingga ia tidak merasa bangga dan melihat dirinya pantas mendapatkan keagungan sedemikian rupa. Semoga Allah tidak menjadikan penghormatan dan praduga baik orang lain sebagai candu yang memabukkan, sehingga kita lupa atas kelalaian diri.

Semoga nikmat Allah yang selalu menutupi kekurangan diri tidak menjadikan kita lupa atas kekurangan itu dan kemudian tidak meminta ampunanNya. Dai tangguh adalah mereka yang mampu mengobati penyakit hati sehingga dapat menempuh jalan Allah. Meminimalisir hal-hal yang membuat resah.

Jika memang ini yang harus dilakukan juru dakwah, mengapa tidak semua orang bisa melakukannya dan justru kans ke arah sana seperti telah tiada? Bahwa untuk menjadi dai tangguh seseorang terlebih dulu harus menaruh curiga pada nafsu yang menjerat serta mengkhawatirkan keadaannya.

Untuk bisa mnempuh langkah ini, perlu bagi seseorang melakukan dua hal.
Pertama, orang-orang saleh meski menempuh langkah suluk ia tak pernah lupa jati dirinya sebagai manusia biasa yang masih terjerat cinta dunia. Kendati demikian ia tetap fokus melakukan ibadah dan ketaatan dengan dipenuhi mahabbah, cinta dan takut kepada Allah. Ia tahu bahwa ia sedang menghadapi bahaya di saat dihadapkan pada nafsunya. Akan mudah baginya terjerumus pada jeratan nafsu seandainya sekejap saja Allah melepas penjagaan dirinya.

Kedua, seseorang bila makin dekat dan makin makrifat pada Allah maka ia melihat dengan seksama betapa agungnya hak-hak Allah di atas segalanya.

Maka mari kita lihat Sayyidina Umar, meski terjamin masuk surga, rasa takut terjerat nafsu masih menggelayuti hatinya. Rayu saja orang lain selainku, telah aku jatuhkan talak tiga padamu (wahai dunia). Sayyidina Ali juga sering terdengar mengeluarkan»»

Sayyidina Ali, saudara sepupu Nabi dan tercatat salah satu kekasih pilihan Nabi selalu berkata perihal dunia.. "Menjauhlah dariku, "Duhai malangnya, perjalanan masih jauh namun bekal begitu sedikit." Demikianlah, para sahabat sekalipun tak aman dari tipu daya dunia.

Akhiran, mari dalam setiap gerik kita jadikan upaya untuk lebih fokus memperbaiki aib batin dari pada menanti karamah yang belum tentu ada.

Tiada ulasan: