TAFSIR AL JAILANI OLEH
SYEIKH ABDUL QADIR AL JAILANI (QUTUBUL GHAUTS)
JUZ AMMA
Ayat 36.
Mereka
diberi ganjaran seperti itu (جَزَاءً) [sebagai
balasan] yang berasal (مِّنْ رَّبِّكَ) [dari
Rabbmu], wahai Rasul yang paling sempurna, (عَطَاءً) [dan pemberian] dari-Nya kepada mereka, sebagai bentuk
anugerah dan kebaikan-Nya kepada mereka (حِسَابًا) [yang
cukup banyak] dan berlimpah, di mana kebaikan ini tidak akan dikurangi dan
tidak perlu ditunggu oleh mereka.
Ayat 37.
Kenapa Allah
s.w.t. tidak memberikan anugerah kepada para wali-Nya, padahal Dia adalah (رَبِّ السَّمَاوَاتِ
وَ الْأَرْضِ) [Rabb yang memelihara langit
dan bumi] (662), yakni yang memelihara segala sesuatu
yang berada di atas dan di bawah. (وَ مَا بَيْنَهُمَا) [dan apa
yang ada di antara keduanya] dari berbagai macam hal yang saling
bercampur-baur; sebab Dialah Dzat (الرَّحْمنِ) [Yang Maha
Pemurah] (673) yang duduk di atas semua singgasana
dengan rahmat-Nya yang umum, penguasaan-Nya yang sempurna, kekuatan-Nya yang
memaksa, dan kekuatan-Nya yang berlimpah, dan juga dengan kehendak dan
pilihan-Nya. Sebab (لَا يَمْلِكُوْنَ) [mereka
tidak dapat] dan tidak mampu, yakni para penghuni langit dan bumi, (مِنْهُ خِطَابًا) [berbicara dengan Dia] maksudnya: Allah s.w.t. tidak
memberikan kemampuan kepada mereka untuk bisa berbicara kepada-Nya dan untuk
meminta penambahan pahala dan pengurangan dosa dari-Nya. Sebab dengan Dzat-Nya,
Dia Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki menurut nama-nama dan
sifat-sifatNya, dengan kehendak dan pilihan-Nya sendiri. Dia tidak ditanya
tentang perbuatan-Nya karena Dia Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Ayat 38.
Kenapa Allah
s.w.t. justru menguasakan dan menyerahkan titah-Nya kepada orang-orang yang
sesat dan binasa dalam keterbatasan diri mereka, meskipun (يَوْمَ يَقُوْمُ
الرُّوْحُ) [pada hari ketika roh] yakni: wujud tambahan
yang mengalir pada struktur identitas, yang berasal dari pantulan cahaya wujud mutlak,
(وَ الْمَلَائِكَةُ) [dan para malaikat] yakni: nama-nama dan sifat-sifat
Ilahi yang terbebas dari berbagai ketergantungan secara mutlak, (صَفًّا) [berdiri bershaf-shaf] dan berbaris dengan teratur
sambil terdiam karena keterkaguman mereka yang sempurna saat melihat besarnya
kekuasaan Dzat Yang Maha Memaksa. (لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ) [Mereka
tidak berkata-kata] pada waktu itu, dan tidak pula mampu berucap sepatah
kata pun (إِلَّا
مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ) [kecuali siapa yang diberi
izin kepadanya oleh Rabb Yang Maha Pemurah] melalui syafa‘at dan
permohonan, maka ia bisa berbicara atas izin-Nya, (وَ قَالَ صَوَابًا) [dan ia mengucapkan kata yang benar] dan diridhai di
sisi Allah s.w.t.
Ayat 39.
Ringkasnya:
(ذلِكَ الْيَوْمُ) [Itulah hari] maksudnya: hari keputusan dan kiamat,
adalah hari (الْحَقُّ) [yang
pasti terjadi] di mana keberadaannya tidak boleh diperselisihkan maupun
diragukan. (فَمَنْ
شَاءَ) [Maka barang siapa yang menghendaki] berada
dalam perlindungan dari fitnah dan terbebas dari siksanya, (اتَّخَذَ) [niscaya ia menempuh] dan meniti ketika berada di
dunia, (إِلَى
رَبِّهِ مَآبًا) [jalan kembali kepada
Rabbnya] dengan berpaling menuju kepada-Nya dan memohon belas kasih-Nya
serta mendekatkan diri dengan melakukan berbagai amal shaleh dan akhlak yang
baik.
Ayat 40.
Jadi (إِنَّا
أَنذَرْنَاكُمْ) [Sesungguhnya Kami telah
memperingatkan kepadamu] wahai orang-orang yang berpaling dari Allah
s.w.t., tidak mau mentaati-Nya, dan tidak mau menyembah-Nya, akan adanya (عَذَابًا قَرِيْبًا) [siksa yang dekat] yang bakal menimpa kalian dengan
tiba-tiba, sedang kalian tidak merasakan isyarat maupun tanda-tanda awalnya. (يَوْمَ يَنْظُرُ
الْمَرْءُ) [Pada hari manusia melihat] dan menyaksikan
semua (مَا
قَدَّمَتْ يَدَاهُ) [yang telah diperbuat oleh
kedua tangannya], baik yang berupa kebaikan maupun keburukan, dan yang
memberi manfaat maupun menimbulkan bahaya; (وَ) [dan]
setelah melihat semuanya pada hari itu, ia tidak melihat adanya kebaikan dan
keburukan yang berasal darinya. Sementara itu (يَقُوْلُ الْكَافِرُ) [orang
kafir berkata] – setelah melihat semua perbuatannya sebagai perbuatan yang
buruk dan semua amalnya sebagai amal yang rusak – dengan penuh penyesalan,
kesedihan, dan mengharapkan kebinasaan dirinya, (يَا لَيْتَنِيْ
كُنْتُ تُرَابًا) [“alangkah baiknya sekiranya
aku dahulu adalah tanah”] maksudnya: alangkah baiknya sekiranya dahulu aku
tidak diciptakan dan tidak dibebani tanggungjawab sehingga aku tidak berhak
mendapatkan celaan dan kehancuran ini.
“Ya Allah,
karuniakanlah kepada kami rahmat, dari sisi-Mu. Sebab hanya Engkaulah Dzat Yang
Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.”
Penutup
Surah an-Naba’
Wahai orang
yang mengimani keesaan Allah s.w.t. dan mengikuti jejak Nabi Muḥammad s.a.w., kamu harus mempersiapkan diri untuk
menghadapi hari pembalasan dengan cara menjauhkan diri dari perkara yang
diharamkan Allah s.w.t., menjauhi semua larangan-Nya, menjalankan perintah-Nya,
dan berakhlak dengan akhlak-Nya, sehingga kamu tidak merasa malu kepada Allah
s.w.t. pada hari pembalasan dan tidak mengharapkan kebinasaan dan kehancuran
dirimu, seperti orang yang mengingkari dan bermaksiat kepada-Nya.
Kamu harus
senantiasa mengerjakan perkara yang hukumnya wajib, mustaḥabb, maupun yang disunnahkan dari
berbagai macam shalat, zakat, dan ketaatan; mendekatkan diri kepada Allah
s.w.t. dengan berbagai macam ketaatan, shalat sunnah, sedekah, dan memberikan
bantuan kepada semua hamba-Nya dengan anggota tubuh dan media yang ada;
berusaha untuk mencari penghidupan dari sumber yang baik; dan berijtihad di
jalan kebaikan dan meninggalkan keburukan serta kemunkaran secara mutlak
sehingga kamu terbebas dari siksa akhirat dan sampai ke taman-taman surga, lalu
kamu menggapai kemenangan dengan meraih berbagai macam kebahagiaan dan
kemuliaan.
Semoga Allah s.w.t. memasukkan kita semua ke dalam
golongan orang-orang yang mendapat hidayah dan anugerah-Nya, dan memberikan
kemudahan kepada kita untuk sampai ke pusat ketauhidan dan kebenaran dengan
karunia dan kedermawanan-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan