Catatan Popular

Sabtu, 27 Oktober 2012

KITAB ILMU IHYA ULUMUDDIN : KADAR TERPUJI DARI ILMU YANG TERPUJI (SIRI 8)


KARANGAN IMAM AL GHAZALI  DALAM IHYA ULUMUDDIN........SIRI 8

Samb...bab 3

PENJELASAN : Kadar terpuji dari ilmu yang terpuji.   


Ketahuilah bahwa dengan memandang di atas tadi maka ilmu itu tiga bahagian : satu bahagian yaitu yang tercela sedikitnya dan banyaknya : satu bahagian yaitu terpuji sedikitnya dan banyaknya. Semakin banyak semakin bertambah baik dan utama ; satu bahagian yang terpuji dari padanya sekedar kifayah (mencukupi) saja. Tidak terpuji yang berlebih dan yang mendalam dari padanya.
Yaitu seumpama keadaan tubuh manusia. Diantaranya ada yang terpuji sedikitnya dan banyaknya seperti kesehatan dan kecantikan. Diantaranya ada yang tercela sedikitnya dan banyaknya seperti keburukan dan kejahatan budi. Dan diantarannya ada yang ter puji kesederhanaan padanya seperti memberi harta. Kalau boros tidak terpuji walaupun ia memberi juga. Dan seperti berani. Kalau berani membabi buta tidak terpuji walaupun ia termasuk sebangsa berani juga. Maka seperti itu pulalah ilmu.
Maka bahagian yang tercela sedikitnya dan banyaknya, yaitu yang tak adalah faedah padanya, pada agama dan dunia. Karena kemelaratannya mengalahkan kemanfa'atannya seperti ilmu sihir, man-tera dan nujum. Sebahagiannyapun tak ada faedah padanya sekali-kali. Menyerahkan umur yang amat berharga yang dimiliki manusia kepada ilmu itu, adalah menyia-nyiakan. Dan menyia-nyiakan yang amat berharga itu, adalah tercela,
Diantara ilmu itu ada yang memberi melarat melebihi dari dugaan, akan memberi hasil untuk keperluan duniawi. Ilmu yang semacam itu tidak juga masuk hitungan, dibandingkan kepada kemelaratan yang timbul dari padanya.
Adapun ilmu yang terpuji setinggi-tingginya ialah ilmu mengenai Allah Ta'ala, sifatNya, af'alNya, sunnahNya dalam menjadikan makhlukNya dan hikmahNya pada tertibnya akhirat di atas dunia.
Inilah ilmu yang dicari karena ilmu itu sendiri dan karena dengannya tercapai kebahagiaan akhirat. Menyerahkan tenaga dengan setinggi-tingginya kesungguhan hati untuk ilmu tadi, adalah di luar batas kewajiban. Ilmu itu adalah laut yang tak diketahui dalamnya. Para perenang hanya dapat merenangi pantai dan tepinya saja sekedar yang mungkin ditempuhnya. Tak dapat menempuh segala tepinya, selain para .nabi dan waii serta para ahli ilmu menurut tingkat masing-masing yang berbeda kesanggupan dan berlebih-kurang taqdir yang dianugerahi Allah Ta'ala.
Itulah ilmu maknum  (ilmu yang tersembunyi) yang tidak ditulis di halaman kitab. Yang menolong untuk mengetahuinya ialah dengan jalan belajar dan menyaksikan perihal keadaan ulama akhirat, sebagaimana akan datang tanda-tanda mereka.Ini adalah pada taraf permulaan!!!!!
Dan yang menolong kepadanya mengenai akhirat, ialah kesungguhan (mujahadah), latihan (riadlah), kebersihan hati, kebebasan hati dari segala ikatan duniawi dan mencontoh kepada nabi-nabi dan wali-wali, supaya jelas bagi tiap-tiap orang yang pergi mencarinya, sekedar rezeki yang dianugerahkan Tuhan. Tidak sekedar kesungguhan, walaupun kesungguhan itu harus ada.Kesungguhan itu (mujahadah), adalah kunci petunjuk. Tak ada baginya kunci, selain dari kesungguhan itu,

Adapun ilmu, yang tidak terpuji melainkan sekedar yang tertentu saja daripadanya, ialah ilmu yang telah kami bentangkan dalam golongan ilmu fardiu kifayah.Sesungguhnya pada tiap-tiap ilmu pengetahuan itu ada yang singkat, yaitu yang sekurang-kurangnya. Ada yang sedang yaitu di tengah-tengah dan ada yang lebih jauh lagi dari yang sedang itu. Itu tidak terselesai sampai akhir hayat.

Maka hendaklah anda, menjadi salah seorang dari dua, adakalanya berusaha untuk diri sendiri dan adakalanya berusaha untuk orang lain sesudah menyelesaikan yang untuk diri sendiri itu. Janganlah berusaha untuk orang lain sebelum siap, yang untuk diri sendiri.Kalau berusaha untuk diri sendiri maka janganlah berusaha selain dengan ilmu yang diwajibkan kepada kita menurut keadaan kita dan yang berhubungan dengan amal dhahiriyah kita seperti mempelajari shalat, bersuci dan berpuasa.
Ilmu yang terpenting yang disia-siakan oleh semua orang, ialah ilmu sifat hati, yang terpuji dan yang tercela daripadanya. Karena tidak ada manusia yang terlepas dari sifat yang tercela seperti loba, dengki, ria, takabur, sombong dan sebagainya.Semuanya itu membinasakan. Menyianyiakan kewajiban tadi serta mementingkan amal dhahiriyah, samalah halnya dengan melakukan perbuatan menggosok badan dhahir ketika menderita penyakit kudis dan bisul dan melupakan mengeluarkan benda penyakit dari tubuh dengan bekam dan cuci perut.

Ulama kosong, menunjukkan jalan kepada amal dhahiriyah, seperti tabib-tabib di jalanan (penjual koyok), menunjukkan jalan dengan menggosok badan dhahiriyah.
Ulama akhirat, tidak menunjukkan jalan selain dengan mensucikan bathin, mencabut benda-benda jahat yang merusakkan tanaman dan akar-akarnya dari hati.
Orang kebanyakan menempuh amal dhahiriyah, tidak amalan bathin, dengan mensucikan hati nurani, adalah disebabkan amal dhahiriyah itu mudah. Sedang amalan hati itu sukar seperti orang yang merasa payah meminum obat yang pahit lalu menempuh kepada menggosok badan dhahir. Maka terus-meneruslah ia payah menggosok dan bertambah pada benda-benda yang digosokkan, sedang panyakitnya terus bertambah juga.
Jika anda menghendaki akhirat, mencari kelepasan dan melarikan diri dari kebinasaan abadi maka berusahalah mempelajari ilmu penyakit bathin dan cara mengobatinya, menurut cara yang kami uraikan pada Bahagian Yang Membinasakan. Kemudian, sudah pasti, hal yang demikian itu membawa anda kepada tempat yang terpuji, yang tersebut nanti pada Bahagian ang Melepaskan.

Sesungguhnya, hati apabila kosong dari sifat yang tercela, maka penuhlah dia dengan sifat yang terpuji. Dan bumi apabila telah bersih daripada rumput, maka tumbuhlah padanya bermacam-macam tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan. Jika tidak kosong dari rumput, maka tidaklah tumbuh yang tersebut tadi.
Maka janganlah anda menghabiskan waktu dengan fardiu kifayah, apalagi bila telah berdiri segolongan anggota masyarakat yang mengerjakannya. Orang yang mengorbankan dirinya sendiri untuk kebaikan orang lain, itu bodoh. Alangkah dungunya orang yang telah masuk ular dan kala ke bawah kain bajunya dan akan membu-nuhnya, lalu ia mencari alat pembunuh lalat untuk membunuh lalat itu pada orang lain, yang tidak akan menolong dan melepas-kannya dari ular dan kala itu.

Bila anda telah selesai dari urusan diri sendiri dan diri anda itu telah bersih dan sanggup meninggalkan dosa dhahir dan dosa bathin dan yang demikian itu telah menjadi darah daging dan kebiasaan yang mudah dikerjakan dan tidak akan ditinggalkan lagi, maka barulah anda bekerja dalam lapangan fardlu-kifayah dan peliharalah secara berangsur-angsur. Mulailah dengan Kitab Allah Ta'ala, kemudian dengan Sunnah Nabi saw., kemudian dengan ilmu tafsir dan lain-lain ilmu Al-Qur'an. Yaitu ilmu nasikh dan mansukhnya, mafshul, maushul, muhkam dan mutasyabihnya. Demikian juga dengan sunnah!.
Kemudian berusahalah dengan ilmu furu ' iaitu ilmu mengenai madzhab dari ilmu fiqih, tanpa membicarakan masalah khilafiah. Kemudian berpindah kepada ilmu Ushul fiqih. Demikianlah terus sampai kepada ilmu-ilmu yang Iain, selama nyawa masih dikandung badan dan selama waktu mengizinkan.
Janganlah anda menghabiskan umur pada suatu pengetahuan saja dari pengetahuan-pengetahuan itu, karena hendak mendalaminya benar-benar. Sebab ilmu itu banyak dan umur itu pendek. Dan ilmu pengetahuan itu adalah alat dan pengantar. Dia tidaklah menjadi tujuan yang sebenarnya, tetapi sebagai alat untuk menuju kepada yang lain.

Dan tiap-tiap yang dicari untuk tujuan yang lain, -maka tidaklah layak tujuan yang sebenarnya itu dilupakan, lalu diperbanyakkan yang dicari itu.

Mengenai Ilmu Bahasa umpamanya, singkatkanlah sekedar dapat memahami dan bercakap-cakap dengan bahasa Arab itu. Dan dipe-lajari yang luar biasa dari ilmu bahasa itu untuk dapat dipahami yang luar biasa pula dari susunan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Tlnggal-kanlah berd alam-dalam padanya dan singkatkanlah dari ilmu tata-bahasa (ilmu nahwu) itu sekedar yang berhubungan dengan Kitab Suci dan Sunnah Nabi!.

Tidak ada satu ilmupun, melainkan mempunyai yang ringkas, yang sedang dan yang mendalam.

Kami tunjukkan tadi mengenai ilmu hadits, tafsir, fiqih dan ilmu kalam, untuk dapat diambil perbandingan kepada ilmu-ilmu yang lain.

Yang singkat tentang ilmu tafsir adalah, yang banyaknya duakali dari Kitab Suci Al-Qur'an sendiri, seumpama Tafsir yang disusun oleh 'Ali Al-Wahidi An-Naisaburi, yaitu "Al-Wajiz". Yang sedang , adalah sampai tiga kali dari Al-Qur'an sendiri seperti yang disusun oleh 'Ali Al-Wahidi yaitu "Al-Wasith". Dan di balik itu adalah secara mendalam yang tidak diperlukan benar dan tidak akan habis-habisnya selama umur.

Adapun hadits, yang singkat padanya, adalah memperoleh apa yang ada dalam kitab "Shahih Al-Bukhari" dan "Shahih Muslim", dengan meminta pengesahan dari hadits yang dipelajari itu kepada seorang yang berilmu dengan matan (kata-kata) hadits itu.

Mengenai perawi-perawi dari hadits itu, maka anda cukupkan saja-lah dengan perawi-perawi sebelum anda sendiri, dengan berpegang kepada kitab-kitab yang ditulis mereka. Tak perlulah kiranya anda menghafal seluruh hadits yang ada dalam kedua "Shahih" itu. Tetapi berusahalah, sehingga apabila memerlukan kepadanya, maka sanggup mencarinya dalam Kitab Hadits yang tersebut tadi.

Mengenai yang sedang pada Hadits ialah dengan menambah kepada kitab shahih yang dua di atas, hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab musnad yang shahih.

Adapun yang meluas dan mendalam ialah di balik yang tadi, sehingga melengkapi kepada seluruh hadits yang diterima, baik yang dla'if, yang kuat, yang syah dan yang bercacat serta mengetahui pula cara-cara penerimaan hadits itu, keadaan orang-orang yang menjadi perawi hadits, namanya dan sifatnya.

Adapun fiqih, yang singkat padanya ialah apa yang terkandung dalam kitab "Mukhtashar" karangan Al-Mazani ra., kitab mana telah kami susun dalam "Khulashah Al-Mukhtashar".

Yang sedang pada fiqih ialah yang sampai tiga kali banyaknya dari Mukhtashar Al-Mazani, yaitu kira-kira sama dengan isi kitab "Al-Wasith minal madzhab" karangan kami.

Dan yang mendalam ialah melebihi dari apa yang kami muatkan dalam "Al-Wasith" tadi dan seterusnya sampai kepada kitab yang besar-besar.

Adapun ilmu kalam, maka maksudnya ialah menjaga 'aqidah yang dinukilkan Ahlus sunnah dari ulama salaf yang shalih. Tak lain dari itu.

Dan dibalik itu, ialah mempelajari untuk menyingkap? Hakikat dari segala sesuatu, tanpa cara tertentu.

Yang dimaksud dengan memelihara "aqidah yang dinukilkan ahlus sunnah itu, ialah mencapai tingkat yang ringkas dari padanya dengan "aqidah yang ringkas. Yaitu sekedar yang kami muatkan dalam kitab "Kaidah-kaidah I'tikad", yang termasuk dalam jumlah Kitab besar ini.

Yang sedang pada ilmu kalam ialah yang sampai kira-kira seratus lembar buku, yaitu sekedar yang kami muatkan dalam kitab "Al-Iqtishad fil I'tiqad".

Pengetahuan sebanyak tali diperlukan untuk melawan tukang bid'ah dan menentang bid'ah yang diada-adakan. Sebab merusakkan dan menghilangkan 'aqidah yang benar dari hati orang awwam.

Usaha tadi tidak ada gunanya, kecuali terhadap orang awwam yang belum fanatik benar.

Terhadap pembuat bid'ah itu sendiri apabila ia sudah mengerti berdebat meskipun sedikit, maka tak ada gunanya lagi berbicara dengan dia. Sebab, walaupun anda telah mematahkan semua keterangannya, dia tidak akan meninggalkan madzhab yang dianutnya. Tetapi dialihnya kepada alasan bahwa dia sendiri yang kekurangan keterangan, sedang pada orang lain dari golongannya, masih ada jawaban dan dalil yang cukup. Jadi, hanya anda saja yang berhadap-an dengan dia, dengan kekuatan perdebatan'yang cukup.

Adapun orang awwam, apabila telah berpaling dari kebenaran dengan menggunakan perdebatan, maka masih mungkin diajak kembali kepada kebenaran itu, sebelum bersangatan benar fanatiknya kepada hawa nafsunya. Kalau sudah, maka putuslah harapan mengembalikannya. Sebab fanatik adalah suatu unsur yang membawa kepercayaan itu melekat ke dalam jiwa. Dan fanatik itu adalah setengah dari penyakit ulama jahat. Karena ulama jahat itu, bersangatan benar fanatiknya kepada apa yang dianggapnya benar. Dan memandang kepada golongan yang berbeda paham dengan mereka, dengan pandangan menghina dan mengejek. Maka menon-jollah sifat-sifat ingin menentang dan berhadapan. Dan bangkitlah gerakan membela yang batil itu. Dan kokoh kuatlah maksud mereka untuk berpegang teguh kepada apa yang tersebut tadi.

Jikalau sekiranya mereka datang dari segi lemah-lembut dan kasih sayang serta nasehat-menasehati secara berbisik, tidak dalam tontonan ,dan hina menghina nescaya mereka itu mendapat kemenangan.

Tetapi tatkala kemegahan itu tidak'tegak selain dengan mempunyai pengikut dan pengikut itu tidak mudah diperoleh seperti mudah-nya memperoleh fanatik, kutukan dan cacian terhadap lawan, lalu diambilnyalah fanatik menjadi adat kebiasaan dan alat perkakas bagi mereka. Dan disebutnyalah, "untuk mempertahankan aga -ma dan kehormatan kaum muslimin". Pada hal sebenarnya adalah membawa kebinasaan kepada ummat manusia dan menetapkan bid'ah di dalam jiwa.

Adapun masalah khilafiah yang timbul pada masa akhir-akhir ini dan diadakan dengan merupakan karangan, susunan dan perdebatan, yang tak pernah dikenal contohnya pada ulama-ulama terdahulu, maka janganlah anda dekati. Tetapi jauhilah seumpama menja-uhi diri dari racun yang membunuh. Sebab, itu adalah penyakit yang amat membahayakan.

Penyakit itulah yang membawa seluruh ulama fiqhi (fuqaha') suka berlomba-lomba dan bermegah-megah, yang akan kami terangkan nanti, celaka dan bahayanya.

Mungkin terdengar orang mengatakan • "Manusia itu musuh dari kebodohannya". Maka janganlah anda terpesona kepada kata-kata itu, nanti terperosok !

Dari itu, terimalah nasehat ini dari orang (maksudnya : beliau Al-Ghazali ra. sendiri peny.) yang sudah menghabiskan umurnya sekian lama dan menambahkan dari orang-orang terdahulu dengan karangan, pembuktian, perdebatan dan penjelasan. Kemudian diilhami Allah dengan petunjuk dan diperlihatkanNya kepada kekurangan diri, lalu berhijrah dan bekerja dengan.jiwa-raga.

Janganlah anda tertipu dengan perkataan orang yang mengatakan bahwa fatwa itu tiang syari'at dan tidak diketahui sebab-sebabnya melainkan dengan ilmu khilafiah.

Sebab-sebab dari madzhab adalah tersebut dalam madzhab itu sendiri. Dan penambahan dari padanya adalah merupakan perdebatan yang tidak dikenal oleh orang-orang terdahulu dan oleh para shahabat. Merekalah sebetulnya yang lebih mengetahui dengan sebab-sebab fatwa, dari orang-orang lain.

Bahkan perdebatan (mujadalah) itu, di samping tak ada faedahnya dalam ilmu madzhab adalahmendatangkan kemelaratan dan  merusakkan rasa indah ilmu fiqih.

Orang yang menyaksikan terkaan seorang ahli fatwa (mufti) dalam memberikan fatwanya, apabila benar rasa indah perasaannya kepada fiqih, maka tak mungkinlah jalan pikirannya dalam banyak hal menyetujui syarat-syarat perdebatan itu.

Orang yang sifatnya sudah membiasakan perdebatan, maka hati nuraninya meyakini kepada tujuan perdebatan itu dan tidak berani lagi melahirkan perasaan indah ilmu fiqih.

Orang yang berbuat serupa itu adalah mencari kemasyhuran dan kemegahan, dengan mempertopengkan ingin mempelajari sebab-sebab dari madzhab. Kadang-kadang umurnya habis di situ saja dan tak beralih cita-citanya kepada ilmu pengetahuan madzhab itu.

Maka peliharalah dirimu dari setan jin. Dan waspadalah dari setan manusia. Karena setan manusia itu memberi kesempatan beristirahat bagi setan jin dari keletihan menipu dan menyesatkan.

Pendek kata, yang baik bagi orang yang berakal budi, ialah meng-umpamakan dirinya di alam ini sendirian beserta Allah. Dihadapannya mati, bangkit, hisab amalan, sorga dan neraka.

Maka perhatikanlah apa yang engkau perlukan dihadapanmu kelak dan tinggal kanlah yang lainnya. Wassalam!.

Ada sebahagian syekh tasawwuf memimpikan sebagian ulama dalam tidumya, seraya menanyakan : "Apa kabar ilmu yang tuan perdebatkan dahulu dan pertengkarkan ?".

Ulama itu membuka tangannya dan menghembuskannya seraya berkata : "Semuanya menjadi abu yang beterbangan. Tak ada yang berguna selain dari dua raka'at shalat yang aku kerjakan dengan ikhlas di tengah malam sepi".

Pada hadits tersebut :
 ما ضل قوم بعد هدى كانوا عليه إلا أوتوا الجدل
(Maa dlalla qaumun ba'da hudan kaanuu 'alaihi illaa uutul jadala).
Ertinya :"Tak sesatlah sesuatu golongan sesudah ada petunjuk padanya selain orang-orang yang suka bertengkar 
Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم Membaca
ثم قرأ : ما ضربوه لك إلا جدلا بل هم قوم خصمون ; الزخرف: 58
(Maa dlarabuuhu laka illaa jadala. Bal hum qaumun khashimuun).
Ertinya :"Mereka menimbulkan soal itu hanyalah untuk membantah saja. Sebenarnya, mereka adalah kaum yang suka bertengkar(S. Az-Zukhruf, ayat 58).
Mengenai firman Allah Ta'ala :
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ
(Fa ammalladziina fii quluubihim zaighun).
Ertinya :"Adapun orang-orang yang hatinya cenderung kepada kesalahan (S.Ali 'Imran, ayat 7).
Maka tersebutlah dalam suatu hadits bahwa : "orang-orang itu ialah mereka yang suka bertengkar yang diperingati Allah dengan FirmanNya :فَاحْذَرْهُمْ (Fah dzarhum).(S. Al-Munafiqun, ayat 4).Artinya :"Maka berhati-hatilah terhadap mereka itu".(S. Al-Munafiqun, ayat 4).
Berkata sebahagian salaf: "Akan ada pada akhir zaman suatu kaum yang menguncikan pintu amal dan membukakan pintu pertengkaran".
Pada sebahagian hadits tersebut:
 إنكم في زمان ألهمتم فيه العمل وسيأتي قوم يلهمون الجدل
Artinya:Sesungguhnya kamu berada pada suatu zaman yang diilhami dengan amal dan akan datang suatu kaum yang diilhami dengan pertengkaran 
Ertinya:Sesungguhnya kamu berada pada suatu zaman yang diilhami dengan amal dan akan datang suatu kaum yang diilhami dengan pertengkaran 

Pada suatu hadits yang terkenal tersebut:

أبغض الخلق إلى الله تعالى الألد الخصم
(Abghadlul khalqi ilallaahi ta'aalal aladdul khashmu).
Ertinya :"Manusia yang amat dimarahi Allah Ta'ala ialah yang suka bertengkar".
Dan pada hadits lain :
ما أتى قوم المنطق إلا منعوا العمل
(Maa uutiya qaumul manthiqa illaa muni'ul 'amala).
Ertinya :"Tidak diberikan kepada suatu kaum akan bijak berkata-kata, kecuali mereka itu meninggalkan bekerja ".
 

Tiada ulasan: