Catatan Popular

Ahad, 7 Oktober 2012

TAREKAT AGUNG NAQSYABANDIYAH : SEJARAH PERKEMBANGANNYA

Tarekat Naqsyabandi merupakan satu-satunya tarekat yang memiliki Silsilah transmisi pengetahuan melalui pemimpin pertama ummat Islam, Abu Bakar as-Sidiq. Tidak seperti tarekat-tarekat lainnya, dimana Silsilah-nya berpangkal dari salah satu pemimpin spiritual dan , iaitu Imam Ali Ibn Abi Thalib. Oleh karena-nya kalangan peneliti barat membuat kesimpulan bahwa tarekat Naqsyabandiyyah adalah Tarekat sunni yang bermashab Syafi’i.
Dalam suatu kata pengantar Ahmad Tahiri Iraqi, dalam kitab “Qudsiyyah kalimati Baha’ ad Din Naqsyaband”, karya Muhammad Parsa, Teheran, mengatakan bahwa: “
Salah satu Karakter tarekat Naqsyabandi adalah tergambar melalui fakta bahwa kesesuaian-nya dengan hukum-hukum Islam merupakan suatu hal yang teramat penting dalam perkumpulan ini. Ketaatan yang mendalam terhadap hukum-hukum syariat adalah thema yang sering di tekankan oleh banyak kalangan Naqsyabandi dalam mendefinisikan jalan mistik mereka.”
Dalam perkembangannya Tarekat Naqsyabandiyyah tersebar luas di Asia tengah, Volga, Kaukasia, Barat laut dan Barat daya China sampai ke Indonesia, sub-kepulauan India, Turki, Eropa dan Amerika Utara.
Tarekat Naqsyabandiyyah, lahir dan di formalkan dengan menggunakan nama salah satu ahli Silsilah yang terkenal dan memiliki banyak pengikut di berbagai pelosok Dunia Islam. Ia adalah Muhammad Ibn Muhammad Baha’ al-Din al-Naqsyabandi, yang lahir dari kota Hinduwan atau kota Arifan, Bukhara Uzbekistan pada tahun (717 H/1318 M – 791 H/1389 M).
Tradisi Naqsyabandi tidak menganggap Baha’ al-Din al-Naqsyabandiyah sebagai pendiri tarekat, atau dalam pengertian lain Tarekat Naqsyabandi bukan berawal darinya. Akan tetapi karena kebesaran namanya, sebagai seorang tokoh sufi yang besar dan pemimpin dzikir yang di hormati dan di cintai. Namanya diabadikan dan digunakan sebagai bentuk penghomatan padanya, yakni Tarekat Naqsyabandiyyah.

ADA 3 FASAL WAKTU PEMBENTUKAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH

Fase pertama, Pra Sejarah berdirinya tarekat Naqsayabandiyya.
Hamid Algar, dalam karya tulisnya berjudul “Silent and Vocal Dhikr in the Naqsyabandi order”, mengatakan, bahwa pada fase pertama periode pra sejarah Tarekat Naqsyabandi di sebutnya sebagai “Periode protohistoris” . Disebut sebagai periode protohistoris karena Tarekat Naqsyabandi pada masa itu belum mempunyai identitas, karena tokoh-tokohnya atau garis Silsilahnya tidak dianggap sebagai eksklusif milik Tareka Naqsyabandiyah yang menggunakan paham sunni Salah satu contoh-nya adalah Saidina Ja’far as-Sodiq. Dia adalah Imam Syiah ke 6 dari garis keturunan Ayahnya Imam Baqir sebagai Imam syiah ke 5, aka tetapi dari garis keturunan Ibunya ia adalah cucu saidina Qosim Bin Muhammad Bin Abu Bakar as-Siddiq, dan cicit dari Abu Bakar Siddiq. Imam Ja’far as-Sodiq dalam transmisi ke Ilmuawannya lebih condong ke Ibunya putrid Saidina Qosim dan mengenal Ilmu-ilmu Agama langsung dari kakeknya Saidina Qosim. Garis Silsilah pada periode ini dimulai dari:
Syaikh Abu Ali Fadhlal bin Muhammad Ath-Thusi al-Farmadi
Syaikh Abu Hasan Ali bin Abu Ja’far al-Kharkani
Syaikh Abu Yazid Thaifur bin Adam bin Syarusyan al-Busmati
Saidina Imam Ja’far as-Sodiq
Saidina Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar Shiddiq
Saidina Salman al-Farizi
Saidina Abu Bakar as-Shidiq
Nabi Muhammad saw.

Pada periode protohistoris ini, Tarekat Naqsyabandi juga disebut sebagai Tarekat Uwaysi. Disebut demikian karena inisiasi (bay’ah) tidak selalu di lakukan oleh mursyid yang masih hidup dan selalu hadir secara fisik, akan tetapi inisiasinya dapat dilakukan oleh mursyid yang kehadirannya secara spiritual (Rohanyah) baik syeakh yang masih hidup maupun syeakh yang sudah meninggal sekalipun atau pula melalui Nabi Khidir.
Dinamakan Tarekat Uwaysi berkenaan dengan tokoh rohani atau spiritual pada zaman sahabat, yaitu Uwaysi al-Qorni. Disebutkan bahwa Uwaysi al-Qorni selalu berjumpa dengan Nabi walaupun tidak pernah berjumpa secara fisik, perjumpaanya selalu melalui perjumpaan rohani.
Yusup Ibn Ismail an-Nabhani dalam kitabnya, “Jami’u Karamatil Aulia”, Beirut 1398, mengatakan bahwa dalam silsilah Tarekat Naqsyabandi, antara Saidina Ja’far as-Soddiq dan Abu Yazid Thaifur al-Bustami tidak pernah bertemu, demikian juga antara Abu Yazid Thaifur al-Bustami dengan Abu Hasan Ali al-Kharqani.
Saidina Ja’far as-Soddiq wafat pada tahun 148 H dan Abu Yazid Thaifur al-Bustami lahir pada tahun 188 H. selisih waktu 40 tahun.
Abu Yazid Thaifur al-Bustami wafat tahun 261 H dan Abu Hasan Ali al-Kharqani lahir pada tahun 352 H, selisih waktu 91 tahun.
Dua kasus diatas merupakan kasus bentuk peng-inisiasian (Pembaitan) antara guru dan murid tidak selalu secara fisik akan tetapi dapat terjadi secara batin (Rohanyah/Hakekat). Kemudian Yusup Ibn Ismail an-Nabhani melanjutkan dalam risalahnya, miskipun ketiga tokok tersebut Saidina Ja’far as-Soddiq, Abu Yazid Thaifur al-Bustami dan Abu Hasan Ali al-Kharqani tidak pernah bertemu, ada penyambung atau wasilah hingga transmisi ke-Ilmuawannya dapat bertemu. Adapun wasilah-wasilah tersebut adalah sebagai berikut:
Silsilah antara Ja’far as-Soddiq dan Abu Yazid Thaifur al-Bustami
Saidina Imam Ja’far as-Soddiq
Saidina Imam Musa al-Kadlim
Saidina Imam Ali Ridho
Syeakh Ma’ruf al-Kharkhi
Syeakh Abu Yazid Thaifur al-Bustmi
Silsilah antara Abu Yazid Thaifur al-Bustami dan Abu Hasan Ali al-Kharqani,
Syeakh Abu Yazid Thaifur al-Bustami
Syeakh Muhammad al-Maqhribi
Syeakh Abu Yazid al-Isyqi
Syeakh Abu al-Mudlafir at-Thusi
Syeakh Abu Hasan Ali al-Kharqani

Mengenai Tarekat Uwaysi yang telah di paparkan di atas serta silsilahnya pada periode protohistoris ini, Pimpinan dan Mursyid Tarekat Naqsyabandi yang ke 36 Bapanda H.S. Syaikh Muhammad Syukur Dermoga Barita Raja berpendapat, bahwa Silsilah yang telah dibakukan itu merupakan sekumpulan nama-nama sufi besar dan Wali qutub yang telah kamil mukamil (sempurna dan dapat menyempurnakan), sedangkan yang tidak tercantum bukanlah tidak mempunyai arti penting dalam silsilah ini, mereka-mereka juga sebagai wali-wali yang sudah kamil, namun belum mukamil.
Lebih lanjut Bapanda H.S. Syeakh Muhammad Syukur memaparkan dalam Tarekat Naqsyabandi dikenal dua bentuk asal-usul ke Mursyidan, yaitu Mursydi Adab dan Mursyid Adat. Disebut Mursyid Adab karena ketinggian Rohaniahnya yang secara terus menerus melakukan transmisi atau penyambungan langsung dengan Gurunya atau Mursyidnya yang telah wafat dan secara rohani tidak pernah putus.
Sedangkan Mursyid Adat, merupakan ahli waris (ahlul bait) yang haq untuk pengelola baik berupa asset maupun harta peninggalan lainnya serta meneruskan seluruh perjuangan dakwahnya.
Dalam kasus ini sudah lazim kita temua pada Tarekat Naqsyabandi. Seperti Syaikh Ubaid Allah al-Ahrar as-Samarqandi (1403 – 1490 M), sufi besar dan al-Qutub dari Syash, propensi Tasykand mursyid ke 18, risalah kemursidan jatuh kepada Syaikh Muhammad as-Sahid (w 1520 M). Demikian juga pada Syaikh Muhammad Baqibilla (1563 – 1603 M) Wali Besar al-Qutub yang lahir di Kabul Afganistan yang kemudian menetap di India, mursyid ke 22, risalah kemursyitan-nya jatuh kepada Syaikh Ahmad al-Faruqi Shirhindi (w 1626 M) lahir di Punjab India. Syaikh Ahmad al-Faruqi adalah murid yang paling di hormati dan di cintai, dan dalam perjalanan hidupnya Syaikh Ahmad tidak hanya seorang Sufi besar dan mursyid ke 23, melainkan jugu dikenal sebagai Mujaddid-i Alf-i Tsani (Pembaharu Melinium ke kedua).

Fase kedua, Periode Formasi Tarekat Naqsyabandi
Pada fase kedua ini, sejarah Tarekat Naqsyabandi mulai terlihat identitasnya sebagai sebuah perkumpulan persaudaraan sufi.
Fakhr al-Din, pengarang kitab sejarah thariqah dalam karyanya “Rasyabat ‘Ain al-Hayat” menyebutkan, bahwa identitas Tarekat Naqsyabandi berawal atau bersumber dari Guru Sufi besar yang hidup se-zaman dengan Muhiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Saleh Zangi Dost Jilani (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani), yaitu Syaikh Abu Ya’kub Yusup al-Hamadani (w 1140 M).
Syaikh Abu Ya’kub Yusup al-Hamadani, memiliki 2 orang murid yang sekaligus sebagai khalifahnya dalam menyebar luaskan ajaran-ajarannya, yaitu Syaikh Ahmad al-Yasawi (w 1169 M), dan Syaikh Abdul Khaliq Gujdawani (w 1220 M).
Syaikh Ahmad al-Yasawi sebagai khalifah menyebarkan ajaran gurunya dengan membentuk suatu perkumpulan persaudaraan sufi, yaitu Tarekat Yasawi. Yang penyebarannya dari Asia tengah hingga Turki dan Anatolia.
Sedangkan Syaikh Abdul Khaliq Gujdawani dalam menyebarkan ajaran gurunya di lakukan dengan membentuk Tarekat Kwajagan (cara khoja atau guru). Adapun penyebarannya berada pada sekitar daerah Transoksania.
Taqi al-Din ‘Abd Rahman al-Wasithi, dalam karya kitabnya “ Tiryaq al-muhibbin fi thabaqat khirqat al masya’ikh al-‘arifin”, kairo 1305, berpendapat bahwa Syaikh Abdul Khaliq Gujdawani dengan tarekat kwajagan-nya merupakan pilar dasar terbentuknya Silsilah Tareqat Naqsyabandi. Lebih lanjut Taqi al-Din mengatakan bahwa dari sanalah ruh gnosis Islam dan suksesi ajaran-ajaran Syaikh Abu Ya’qub Yusup al-Hamadani terbentuk dan melembaga kedalam suatu bentuk Silsilah yang tidak pernah putus. Adapun suksesi pewarisan ajaran Syaikh Abu Ya’qub Yusup al-Hamadani ter-urai kedalam suatu Silsilah, sebagai berikut:
Syaikh Muhammad Baha’ al-Din al-Naqsyabandi ibn Muhammad as-Syariful Husaini al-Hasani al-Bukhari (w 1389 ), Ia mengambil dari ……..
Syaikh Sayid Amir Kulali ibn Sayid Hamzah (w 1371 ), Ia mengambil dari …….
Syaikh Muhammad Baba al-Samasi (w 1340), Ia mengambil dari ……..
Syaikh Azizan Ali al-Ramitani (w 1306), Ia mengambil dari ……..
Syaikh Mahmud al-Anjiri Faqhnawi (w 1272), Ia mengambil dari …….
Syaikh Arif ar-Riwiqari (w 1259), Ia mengambil dari …….
Syaikh Abdul Khaliq Guddawani (w 1220), Ia mengambil dari …..
Syaikh Abu Ya’qup Yusup al-Hamadani (w 1140).

Selanjutnya Taqi al-Din menguraikan, bahwa dalam tarekat Kwajagan melalui Syaikh Abdul Khaliq Kudawani, gurunya menetapkan delapan prinsip dasar dalam ajarannya. Dan kedelapan prinsip prinsip dasar tersebut menjadi dasar dari Tarekat Naqsyabandi. Kedelapan prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
(1). Husy dar dam, (2). nazhar bar qadam, (3). safar dar watan, (4). khalwat dar anjuman, (5). yadkard, (6). bazgasyt, (7). nigah dast, dan (8). yads dast. Dari dasar-dasar ajaran syaikh Abu Ya’qub Yusup al-Hamadani, selanjunya oleh Syaikh Baha’ al-Din al-Naqsyabandi menambah 3 prinsip utama sebagai penyempurnaan. Ke tiga prinsip tambahan itu, adalah (1). Wuguf zamani, (2). Wuquf ‘adadi, dan (3). Wuqub qalbi.
Ke-sebelas prinsip tersebut selanjutnya dan seterusnya semenjak abad 13 dan 14 yang silam telah di nisbatkan pada Tarekat Naqsybandi, dan sekaligus sebagai cikal bakal dan pilar dasar terbentuknya sebuah gnosis Islam Tarekat Naqsyabandi.
Hamid Algar, dalam tulisan pendeknya (berupa Makalah) yang dimuat oleh Studia Islamica Vol. XLIV (1976) dengan judul “The Naqsyabandi Order: a Preliminary Survey of its History and Significance” memberikan kesimpulan, bahwa sejak di nisbatkannya nama Naqsyabandi dari Syaikh Baha’ al-Din sebagai Nama dan Identitas dalam perkumpulan tarekat yang sebelumnya berupa tarekat khwajagan, Tarekat Naqsyabandi semakin masyhur dan memiliki pengaruh yang sangat luas dari masa ke masa. Figur utama Syaikh Baha’ al-Din tidak hanya di kenal sebagai seorang sufi besar akan tetapi juga di kenal sebagai seorang tokoh penasehat utama sultan, yang tegas dan berani serta adil pada masa pemerintahan sultan Khalil (w 1347). Namanya di catat dalam sejarah kesultanan Samarkand. Semua kemajuan yang di capai oleh ke sultanan tidak dapat dilepaskan dari peran serta dan keterlibatan Baha’ al-Din.

Fase ketiga, periode perkembangan dan penyebaran Tarekat Naqsyabandi
Pada periode ini, Tarekat Naqsyabandi telah menjadi sebuah perkumpulan besar yang terorganisir dengan baik dan rapi. Pengikut-pengikut Tarekat Naqsyabandi tidak hanya orang-orang yang menginginkan dan mencari pengetahuan spiritual, akan tetapi sejumlah ahli figih, ahli tafsir dan ahli hadist berbai’at kepada Syaikh Baha’ al-Din. Sederet Nama besar ahli Agama menjadi khalifah Syaikh Baha’ al-Din, seperti Khwaja Ala’ al-Din al-Aththar (w 1400) seorang ahli hadist, dan theology Islam, Khwaja Muhammad Parsa (w 1419) seorang ahli tafsir Al-Quran, dan bersama Ya’qub al-Charki menulis Tafsir Al-Quran, Khwaja Sa’id al-Din Kasyghari (w 1459) seorang teolog dan ahli Filasafat. Pada periode ini yang paling menonjol adalah murid dan sekaligus seorang khalifah Ya’qub al-Charki, yaitu Syaikh Nasaruddin Ubaidullah al-Ahrar as-Samarqandi (w 1490) yang kemudian menjadi penerus kemursyidan tarekat Naqsyabandi generasi ketiga Syaikh Baha’ al-Din.
Berbagai refrensi dan buku-buku sejarah tarekat Naqsyabandi ini, Syaikh Nasaruddin Ubaidullah al-Ahrar telah merubah sebuah paradikma klasik yang meng-identikkan kesufian dan kemiskinan. Ia adalah simbul seorang Mistikus Islam yang sangat amat kaya. Pemilik 3.300 perkampungan (mazra’ah) dan lahan pertanian yang sangat luas. Sebuah kampung terkenal Pashaghar di samarkand adalah miliknya, dan dalam perniagaannya di bantu oleh tiga ribu buruh dan tiga ribu pasang kerbau untuk mengairi lahan pertaniannya. Delapan ribu maund gandum di serahkan kepada sultan Ahmad Mirza sebagai pajak tanah pertanian setiap tahun.
Syaikh Nasaruddin Ubaidullah al-Ahrar sebaga mursyid ke 18, dalam suksesi kemursidan. Pada masa kepemimpinannya, Tarekat Naqsyabandi telah tersebar dan menguasai hampir seluruh wilayah Asia Tengah meluas ke Turki dan India. Kemudian telah berdiri beberapa pusat perkumpulan (cabang), seperti China, Chiva, Taskend, Harrat, Bukhara, Iran, Afganistan, Turkistan, Khogan, Baluchistan, Iraq, India.
Pada periode ini, Tarekat Naqsyabandi mencapai puncaknya ketika suksesi kemursidan di pegang oleh Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi (w 1624) sebagai mursyid ke 23. Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi adalah seorang ahli fiqih dan hafal Al-Quran. Ia adalah murid kesayangan karena kesuhudan dan keshalehannya, dan di hormati karena ketinggian Ilmunya dan pemikirannya yang sangat cemerlang dari seorang guru sufi besar, al-Qutub Syaikh Muhammad Baqi Billah (w 1603) mursyid ke 22 Tarekat Naqsyabandi yang bermukin di India.
Dibawah kepemimpinan Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi, Tarekat Naqsyabandi telah tersebar ke berbagai penjuru Dunia Islam dan di ikuti oleh banyak pengikut. Pada masa itu pula telah berdiri beberapa tempat pusat kegiatan berupa kangah-kangah, seperti di Jabal Abu Qubais Arab, Yaman, Damaskus, Mesir, Spanyol, Bagdad, Afrika dan Amerika Utara. Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi tidak hanya seorang guru sufi besar akan tetapi juga seorang Mujaddid. Dan pemikirannya tidak hanya di akui oleh dunia Islam akan tetapi juga oleh para orientalis barat, katab-kitab karanganya telah menjadi rujukan Ilmu-ilmu Filsafat dan Sosial. Demikian juga para mursyid-mursyid berikutnya, setiap zaman, setiap masa, para mursyid sebagai ahli silsilah di Tarekat Naqsyabandi senantiasa memiliki keahlian-keahlian yang berbeda sesuai dengan kondisi zaman.

PERKEMBANGAN TAREKAT NAQSYABANDI
Penamaan tarekat Naqsyabandi dari sejak periode Nambi Muhammad SAW hingga sekarang adalah sebagai berikut :
1.      Pada masa periode Nabi Muhammad SAW, di namai Tarekatus Sirriyah. Karena halus dan tingginya Tarekat ini.
2.      Pada masa periode Abubakar Siddiq r.a, di namai Tarikatul Ubudiyah, karena ketinggian dan kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW kepada Allah SWT, baik secara lahir maupun secara bathin.
3.      Pada masa periode Zalamn al-Farizi samapai dengan masa peride Taifur Abu Yazid al-Bustami, di namai Tarikatus Siddiqiyah, karena ketinggian dan kesempurnaan pengabdian Abubakar Siddiq r.a kepada Nabi Muhammad SAW, secara lahir dan Batin.
4.      Pada masa Taifur Abu Yazid al-Bustami sampai dengan masa periode Abdul Khaliq Kujdawani, di namai Tarekatul Taifuriyah.
5.      Pada masa Abdul Khaliq Kujdawani sampai periode Muhammad Baha’uddin Naqsyabandi disebut Tarekatul Kuwajaganiyah.
6.      Pada masa periode Muhammad Baha’uddin Naqsyabandi sampai masa periode Mohammada Naziruddin Ubaidullah al-Ahrar q.s disebut Tarekatun Naqsyabandiyah.
7.      Pada masa periode Mohammad Naziruddin Ubaidullah al-Ahrar samapai Ahmad al-Faruqi 9ahmad Shirhindi q.s ), di namai Tarekatul Naqsyabandiyah al-Ahrariyah.
8.      Pada masa periode Ahmad al-Faruqi Shirhindi sampai pada periode Maulana Dhiyauddin Khalid al-Ustmani al-Kurdi q.s, dinamai Tarekatun Naqsyabandi al-Ahrariyah al-Mujaddidiyah Dan di perpendek menjadi Tarekatun Naqsyabandi Al-Mujaddidiyah.
9.      Pada masa periode Maulana Dhiyauddin Khlaid al-Ustmani sampai dengan periode penyebaran ke Jabal Abu Qubais hingga Sepanyol Eropa dan Afrika, yang di sebarkan oleh para khalifah-kalaifah maulana Dhiyauddin Khalid al-Ustmani, dinamai dengan Tarekatun Naqsyabandi Al-Mujaddidiyah Al-Khalidiyah.
Penamaan-penamaan Tarekat Naqsyabandiya di dasarakan pada Nama-nama Mursiyd yang Kamil mu-Mukamil pada setiap kurun waktu, masa dan periode serta sebagai wujud atas kebesaran-nya dalam mengembangkan amanat peramalan atau Dzikrullah. Tarekat Naqsyabandiyah al-Ahrariyah, diambil dari nama Ubaidullah al-Ahrar, karena kebesarannya dalam mengembangkan dan menyebarkan Tarekat ke seluruh Dunia. Tarikatun Naqsyabandiyah al-Mujaddiyah karena kebesaran nama guru Mursyid Ahmad al-Faruqi Shirhindi atau dikenal dengan Ahmad Shirhindi, beliau dikenal sebagai seorang Mujaddid abad Mellinium kedua dan sekaligus seorang sufi besar, yang karya-karya bukunya telah di kenal di seluruh Dunia, serta pemikirannya yang segar dan dinamis.

PENUTUP DAN AHLI SILSILAH TAREKAT NAQSYABANDI
Adalah fakta sejarah, bahwa antara Islam dan Tasawuf merupakan satu kesatuan yang utuh, seperti hal-nya Syari’ah dan Islam. Tasawuf dan Syari’ah pada hakekatnya suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan, menghilangkan sisi yang satu dengan mengambil sisi yang lain, akan kehilangan makna kesejatiannya. Ibarat setali mata uang, akan berharga manakala dua sisinya tampak. Demikian juga dalam menempuh hidup bertasawuf, tarekat yang benar adalah berdiri di atas syari’at yang benar.
Meneliti dan mengkaji tasawuf dari sudut pandang Ilmu seperti berada pada sebuah samudra yang sangat amat luas, tak bertepi dan tak berujung. Semakin jauh  menyelam kedalamnya  semakin luas cakupan akal untuk memahaminya. Semakin dalam pengembaraan semakin sulit untuk di pahami, sebab akal dan fikiran hanyalah sebuah alat menganalisa sebuah fakta-fakta yang tampak secara kasat mata.
Menyelami dunia tasawuf adalah sebuah pengembaraan yang melelahkan karena luasnya tidak dapat di ukur berdasarkan logika dan akal, dan kesimpulan akhir dari pengembaraan hanya seuntai kata yang terangkai dalam sebuah kata dan terangkum dalam puisi-puisi kerinduan, puisi cinta akan ke Tuhanan, saking sulitnya bagaimana menyimpulkan dan menyampaikannya dalam bahasa dakwa dan testimonial.
Sangat sedikit orang dapat merasakan keindahannya, dan ia adalah pilihannya untuk dapat melakukan Mi’raj mencapai sebuah puncak terjauh tempat berteduhnya burung-burung mistik “shimurgi” untuk mencapai apa yang sesungguhnya ada pada diri dan kesejatian itu.
Kebenaran Tasawuf Islam tidak dapat di capai dengan sebuah rangkaian cerita, pena, kata-kata dan logika, walau akal kerap kali di jadika sebagai alat untuk memahaminya, namun akal tidak dapat menembus dan mengungkap sebuah kerahasian yang tersembunyi, yaitu Kerahasian Ketuhanan yang halus.
cintanya hingga ia hilang kesadarannya, ada yang menolak hingga meng-kafirkan, ada yang terbunuh, ada yang membela akan kebenarannya, dan ada yang merasakan ke-otentikannya sehingga prinsip-prinsip ketuhanan terbuka hijabnya.

Tiada ulasan: