Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan
kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten
menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi
seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di
dalam tubuh.”
Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah
pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah
sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi
lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita
berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan
bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya
PENGERTIAN
SABAR
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri
dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat
kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi
takdir Allah….”
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa
Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah
"Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi
"shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah.
Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang
yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya;
dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas”. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)
Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk
menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru
Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus
juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan
orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.
Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi,
kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari
perbuatan yang tidak terarah.
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan
bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada
juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan
untuk merealisasikan al-Qur'an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak
identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini
memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada,
ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain
sebagainya.
Sabar bukanlah sesuatu yang harus diterima
seadanya, bahkan sabr adalah
usaha kesungguhan yang juga merupakan sifat
Allah yang sangat mulia dan
tinggi. Sabr ialah menahan diri dalam memikul
sesuatu penderitaan baik
dalam sesuatu perkara yang tidak diingini
mahupun dalam kehilangan sesuatu
yang disenangi.
Menurut Imam Ahmad ibn Hanbal perkataan sabr
disebut dalam al-Qur’an pada tujuh puluh tempat. Menurut ijma’ ulama’, sabr
iniwajib dan merupakan sebahagian daripada shukr. Sabr dalam pengertian bahasa
adalah “menahan atau bertahan”. Jadi sabr sendiri adalah “menahan diri daripada
rasa gelisah, cemas dan marah, menahan lidah daripada keluh kesah serta menahan
anggota tubuh daripada kekacauan”.
Sabr juga merupakan sikap jiwa yang
ditampilkan dalam penerimaan sesuatu baik berkenaan dengan penerimaan
tugas dalam bentuk suruhan dan larangan mahupun dalam bentuk perlakuan orang
lain serta sikap menghadapi sesuatu musibah. Sabr merupakan sifat yang
secara holistik harus dimiliki oleh seorang sufi. Sabr sendiri tidak
mengenal bentuk ancaman dan ujian.
Seorang sufi semestinya berada dalam
ketabahan dan kesabaran yang utuh. Sabar mempunyai nilai psikologi iaitu
setelah seorang sufi menjalani maqam zuhd sebagaimana yang telah diterangkan
sebelum ini dan dia boleh memperkuat nilai-nilai zuhd tersebut.
Allah menghuraikannya dalam firmanNya yang bermaksud: “(Kisah Nuh) itu adalah perkhabaran ghaib,
Kami wahyukan kepada engkau (ya Muhammad), sedang engkau tidak
mengetahuinya dan tidak pula kaummu sebelum ini. Sebab itu
bersabarlah. Sesungguhnya
akibat (yang baik) itu bagi orang-orang yang
bertaqwa.”(QS.Hud:49)
“Hendaklah engkau bersabar, kerana
sesungguhnya Allah tidak mensia-siakan pahala orang- orang yang
berbuat kebaikan.”(QS.Hud:115)
“Sabarlah engkau (ya Muhammad) dan tiadalah
kesabaran engkau itu,melainkan dengan (pertolongan) Allah, dan
janganlah engkau berduka cita terhadap mereka itu dan jangan pula
sempit hati (keluh kesah) disebabkan mereka.”(QS.Al-Nahl:127)
“Hai anakku, dirikanlah solat dan suruhlah
orang (membuat) yang ma`ruf (yang baik) dan laranglah (membuat)
yang mungkar (haram), serta sabarlah atas cubaan yang menimpa
engkau. Sesungguhnya demikian itu pekerjaan yang
dicita-citakan.”(QS.Lukman:17)
“Kesabaran harus diaplikasikan dengan baik
dan indah. Maka sabarlah engkau dengan kesabaran yang
indah.”(QS.Al-Ma'arij:5)
“Sabar itu harus selalu diiringi dengan solat
sebagai meminta tolong padaNya. Minta tolonglah kamu kepada Allah
dengan kesabaran dan (mengerjakan) solat, dan sesungguhnya solat
itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang tunduk (kepada)
Allah.”(QS.Al-Baqarah:45)
“Musa berkata kepada kaumnya: Mintalah
pertolongan kepada Allah dan sabarlah, sesungguhnya bumi ini kepunyaan
Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya di antara
hamba-hambaNya. Akibat yang baik itu adalah bagi orang-orang yang
berbuat kebaikan."(QS.Al-Araf:128)
Pada prinsipnya, sabar itu adalah mengingati
janji Allah SWT yang akan memberi balasan yang setimpal bagi siapa
sahaja yang teguh dalam kesabaran dan dapat pula menahan diri daripada kemahuan
dan kecenderungan menuruti hawa nafsu terhadap perkara-perkara yang
diharamkan Allah SWT. Seorang yang sabar akan tetap berwaspada daripada
pelbagai pengaruh negatif yang mengakibatkan dirinya jatuh ke lembah
maksiat. Mereka mengamalkan pelbagai bentuk ketaatan yang dirasakan
sangat berat bagi dirinya dan merekajuga selalu ingat bahawa setiap musibah
yang menimpanya merupakan takdir daripada Tuhannya dan akan berserah (tawakkal)
kepadaNya.
Peraturan ketaatan yang ada dalam sabr,
menjadi tunggak lahirnya kepatuhan, integriti dan jati diri yang
tabah, gigih dan tegas. Seorang sufi dalam menempuh hidupnya berada dalam
tawakkal dan rasa shukr yang amat dalam. Ia memandang cubaan, ujian dan musibah
sebagai sesuatu yang indah dan baik bahkan mereka menyebutnya sebagai
rahmat Allah atas hambaNya.Penderitaan, kecaman dan kecemasan dapat memadamkan
nyalaan kekuatan tabiat dan menghidupkan kekuatan rohani yang
menyebabkan kekuatan batin.
Oleh kerana itu, kesabaran dijadikan sesuatu
yang menghasilkan pancaran
yang merupakan campuran cahaya dengan
kegelapan.Seseorang yang berusaha memiliki sifat sabr
adalah usaha bagi mempraktikkan “tarbiyyah al-ruhaniyyah”
dengan meneladani sifat Rasulullah s.a.w yang ulu al-‘azmi. Tahap
kesabaran dalam bentuk ketaatan
adalah lebih tinggi darjatnya berbanding
dengan kesabaran dalam menjauhilarangan Allah. Sabr dalam ketaatan memiliki
makna esoterik yang radikal di mana di dalamnya tergambar kesungguhan dan
teladan yang sangat disukai Allah SWT. Namun sabr dalam menjauhi
laranganNya tidak kalah pentingnya kerana ia merupakan kemaslahatan yang akan
menghiasi seseorang Muslim sehingga ia boleh meninggalkan pelbagai.
SABAR
MENURUT AL-QUR’AN
Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara
mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali
disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik
berbentuk isim maupun fi'ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi
perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat
yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa
macam;
1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini
sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: "Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar."
Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk
bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah dalam QS.3:
200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.
2. Larangan isti'ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar),
sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah
kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan
janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"
3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana
yang terdapat dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam
kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."
4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam
surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai
orang-orang yang sabar."
5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar.
Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah
berfirman (QS. 8: 46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah
itu beserta orang-orang yang sabar."
6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan
dalam al-Qur'an (13: 23 - 24); "(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke
dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya
dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari
semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum"
(keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah
baiknya tempat kesudahan itu."
Inilah diantara gambaran Al-Qur'an mengenai kesabaran.
Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat
kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.
SABAR
MENURUT HADITS
Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak
sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam
kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan
sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran
sebagai berikut;
1. Kesabaran merupakan "dhiya' " (cahaya yang
amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap
kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya
yang terang…" (HR. Muslim)
2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan
dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang
siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan
menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)
3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik.
Rasulullah SAW mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu
yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)
4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri
orang mu'min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; "Sungguh
menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik.
Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal
tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau
kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik
baginya." (HR. Muslim)
5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga.
Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila
Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku
gantikan surga baginya." (HR. Bukhari)
6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas'ud dalam
sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas'ud
berkata"Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah
seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap
darah dari wajahnya seraya berkata, 'Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena
sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Bukhari)
7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah
SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata,
bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang kuat bukanlah yang pandai
bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika
marah." (HR. Bukhari)
8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW
menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW
bersabda, "Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit,
kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang
menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal
tersebut." (HR. Bukhari & Muslim)
9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang
tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah
sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal
yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan;
Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah salah
seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah
yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia
berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik
unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku." (HR.
Bukhari Muslim).
Dalam Al-Qur’an maupun hadits-hadits Rasulullah SAW,
terdapat beberapa ayat dan hadits yang secara spesifik menggambarkan
aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar.
Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan ‘pembatasan’ pada bidang-bidang
kesabaran, melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai
motivasi untuk lebih bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya.
Sabar
dan Tauhid
Syaikh Al Imam Al Mujaddid Al Mushlih Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullahu ta’ala membuat sebuah bab di dalam Kitab Tauhid beliau
yang berjudul, “Bab Minal iman billah, ash-shabru ‘ala aqdarillah” (Bab
Bersabar dalam menghadapi takdir Allah termasuk cabang keimanan kepada Allah)
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullahu
ta’ala mengatakan dalam penjelasannya tentang bab yang sangat berfaedah ini,
“Sabar tergolong perkara yang menempati kedudukan agung (di dalam agama). Ia
termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. Ia menempati relung-relung
hati, gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat
penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran.
Hal ini dikarenakan ibadah merupakan perintah syari’at
(untuk mengerjakan sesuatu), atau berupa larangan syari’at (untuk tidak
mengerjakan sesuatu), atau bisa juga berupa ujian dalam bentuk musibah yang
ditimpakan Allah kepada seorang hamba supaya dia mau bersabar ketika
menghadapinya.
Hakikat penghambaan adalah tunduk melaksanakan perintah
syari’at serta menjauhi larangan syari’at dan bersabar menghadapi
musibah-musibah. Musibah yang dijadikan sebagai batu ujian oleh Allah jalla wa
‘ala untuk menempa hamba-hamba-Nya. Dengan demikian ujian itu bisa melalui
sarana ajaran agama dan melalui sarana keputusan takdir.
Adapun ujian dengan dibebani ajaran-ajaran agama adalah
sebagaimana tercermin dalam firman Allah jalla wa ‘ala kepada Nabi-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits qudsi riwayat Muslim dari
‘Iyaadh bin Hamaar. Dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda “Allah ta’ala berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengutusmu dalam
rangka menguji dirimu. Dan Aku menguji (manusia) dengan dirimu’.”
Maka hakikat pengutusan Nabi ‘alaihish shalaatu was
salaam adalah menjadi ujian. Sedangkan adanya ujian jelas membutuhkan sikap
sabar dalam menghadapinya. Ujian yang ada dengan diutusnya beliau sebagai rasul
ialah dengan bentuk perintah dan larangan.
Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja
dibutuhkan bekal kesabaran. Untuk meninggalkan berbagai larangan dibutuhkan
bekal kesabaran. Begitu pula saat menghadapi keputusan takdir kauni (yang
menyakitkan) tentu juga diperlukan bekal kesabaran. Oleh sebab itulah sebagian
ulama mengatakan, “Sesungguhnya sabar terbagi tiga; sabar dalam berbuat taat, sabar
dalam menahan diri dari maksiat dan sabar tatkala menerima takdir Allah yang
terasa menyakitkan.”
Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup
bersabar tatkala tertimpa musibah maka Syaikh pun membuat sebuah bab
tersendiri, semoga Allah merahmati beliau. Hal itu beliau lakukan dalam rangka
menjelaskan bahwasanya sabar termasuk bagian dari kesempurnaan tauhid. Sabar
termasuk kewajiban yang harus ditunaikan oleh hamba, sehingga ia pun bersabar
menanggung ketentuan takdir Allah.
Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar itulah yang banyak
muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka mendapatkan ujian berupa
ditimpakannya musibah. Dengan alasan itulah beliau membuat bab ini, untuk
menerangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib dilakukan tatkala tertimpa takdir
yang terasa menyakitkan. Dengan hal itu beliau juga ingin memberikan penegasan
bahwa bersabar dalam rangka menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan
hukumnya juga wajib.
Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab
mengatakan, “Qutila fulan shabran” (artinya si polan dibunuh dalam keadaan
“shabr”) yaitu tatkala dia berada dalam tahanan atau sedang diikat lalu
dibunuh, tanpa ada perlawanan atau peperangan. Dan demikianlah inti makna
kesabaran yang dipakai dalam pengertian syar’i.
Ia disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung
penahanan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan hati untuk tidak merasa
marah dan menahan anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan dalam
bentuk menampar-nampar pipi, merobek-robek kain dan semacamnya. Maka menurut
istilah syari’at sabar artinya: Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari
marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara
merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Di dalam al-Qur’an kata
sabar disebutkan dalam 90 tempat lebih. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana
kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya kesabaran dalam
menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi maksiat serta tidak sabar
tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak sekali
bagian keimanan”
Perkataan beliau “Bab Minal imaan, ash shabru ‘ala
aqdaarillah” artinya: salah satu ciri karakteristik iman kepada Allah adalah
bersabar tatkala menghadapi takdir-takdir Allah. Keimanan itu mempunyai
cabang-cabang. Sebagaimana kekufuran juga bercabang-cabang.
Maka dengan perkataan “Minal imaan ash shabru” beliau
ingin memberikan penegasan bahwa sabar termasuk salah satu cabang keimanan.
Beliau juga memberikan penegasan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim yang menunjukkan bahwa niyaahah (meratapi mayit) itu juga termasuk salah
satu cabang kekufuran. Sehingga setiap cabang kekafiran itu harus dihadapi
dengan cabang keimanan. Meratapi mayit adalah sebuah cabang kekafiran maka dia
harus dihadapi dengan sebuah cabang keimanan yaitu bersabar terhadap takdir
Allah yang terasa menyakitkan” (At Tamhiid, hal.389-391)
Demikianlah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada
intinya, bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mu'min,
yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada
dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam
hidupnya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan