Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Mereka mengaui bahwa ancaman mutlak (dari Tuhan)
diberikan kepada orang-orang kafir, dan janji mutlak diberikan kepada
orang-orang yang melaksanakan perbuatan-perbuatan baik. Beberapa orang mengatakan
bahwa pengampunan dosa-dosa kecil diperoleh dengan jalan penghindaran dari
dosa-dosa besr, sebab Tuhan berfirman : “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar
yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapuskan kesalahanmu yang
kecil-kecil dan Kami masukan kamu ke dalam surga, tempat yang sangat mulia.”
Yang lain memasukannya ke dalam katagori yang sama seperti dosa besar,
mengingat kemungkinan hukumnya, dengan mengemukakan firman Tuhan : “Sekiranya
apa yang ada di dalam hatimu kamu lahirkan atau kamu sembunyikan, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.” Mereka
menjelaskan kata-kata “Jika kamu menjauhi dossa-dosa besar yang kamu dilarang
mengerjakannya.” Sebagai mengacu pada penyembahan berhala-berhala serta
kekafiran; itu mencakup banyak jenis yang bisa di anggap sebagai terliput oleh
kata benda jamak. Penafsiran yang lain adalah bahwa kalimat itu mengacu kepada
sejumlah orang yang masing-masing memiliki satu dosa besar sehingga secara
bersama semuanya itu disebut dosa-dosa besar.
Mereka mengatakan adanya kemungkinan pengampunan
dosa besar yang tergantung pada kehendak (Yuhan) dan syafa’at Nabi. Mereka
bependapat bahwa sudah jelas bahwa orang-orang yang menegakkan shalat itu akan
dijauhkan dari neraka dikarenakan iman mereka; Sebab Tuhan berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa-dosa selain itu terhadap orang-orang
yang dikehendaki-Nya.” Dengan begitu dia menjadikan kehendak-Nya sebagai syarat
sehubungan dengan (pengampunan) atas dosa yang tak sebesar kemusyirakn.
Singkatnya, mereka berpendapat bahwa orang beiman
itu berrada di antara ketakutan dan harapan; dia mengharapkan belas kasih Tuhan
untuk mengampuni dosa-dosa besarnya, dan takut akan hukuman-Nya atas dosa-dosa
kecilnya; sebab pengampunan itu sudah termasuk dalam kehendak (Tuhan), dan
kehendak (Tuhan) tidak dikenai syarat oleh berbagai pertimbangan dosa besar
maupun dosa kecil. Mereka yang menetapkan syarat-syarat ketat dan keras untuk
bertobat atas perbuatan dosa-dosa kecil, dengan begitu, tidak bermaksud untuk
mengisyaratkan bahwa ancaman (Tuhan) merupakan akibat yang sudah semestinta,
melainkan untuk lebih memperbesar keseriusan dosa dengan cara menekankan apa
yang sebenarnya merupakan hak Tuhan, agar orang itu selalu menjauh dari
perbuatan yang dilarang oleh Tuhan. Mereka menggunankan istilah “dosa kecil”
hanya untuk memperbandingkan satu dosa dengan dosa yang lain. Mereka menuntut
setiap jiwa agar menunaikan sepenuhnya apa yang sudah menjadi hak Tuhan dan
manjauhi dari apa yang sudah dilarang oleh Tuhan, serta melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah
diperintahkan oleh Tuhan dengan mempertimbangkan kelemahan-kelemahan yang
melekat pada syarat-syarat setiap tindakan. Dengan ini semua, mereka merupakan
orang-orang yang paling penuh harapan sepanjang hal itu menyangkut diri mereka
sendiri; bahkan ancaman-ancaman Tuhan itu seakan hanya tertuju pada mereka,
sedang janji-jani-Nya pada orang-orang lain.
Al-Fudhail, pada malam Arafah, ditanya : “Bagaimana
pendapatmu tentang keadaan manusia?”
Dia menjawab : “Diampuni, kecuali dengan kehadiran
saya di antara mereka.”
Sarri as-Saqathi berkata : “Aku memandang cermin
berkali-kali dalam sehari; takut jangan-jangan mukaku berubah menjadi hitam.”
Dia juga berkata : “Aku tidak ingin mati di tempat aku dikenal, sebab aku takut
kalau bumi tidak mau menerimaku, dan aku menajdi terlantar.”
Mereka juga ingin agar semua orang memiliki pemikiran-pemikiran terbaik mengenai
Tuhan mereka. Yahya berkata : “Jika orang tidak memiliki pemikiran yang baik
mengenai Tuhan, maka dia tidak senang pada Tuhan.” Tetapi kalau menyangkut diri
mereka sendiri, mereka menganggap diri mereka yang paling buruk dibandingkan
dengan semua manusia lain, paling jahat, tidak ada baiknya sama sekali, baik di
dunia ini maupun di dunia nanti.
Pendeknya, Tuhan berfirman : “Di samping itu, ada
segolongan orang berdosa lainnya yang telah mengakui dosa-dosanya, ialah mereka
yang telah mencampur-adukan amal kebajikan dengan amal kejahatan.” Dengan
begitu menetapkan bahwa orang beriman memiliki dua (macam) tindakan; yang satu
baik, yang satunya lagi buruk; yang baik mendukungnya, yang buruk bertentangan
dengannya. Tuhan telah menjanjikan pahala bagi tindakan yang mendukungnya, dan
mengancamkan hukuman bagi tindakan yang menetangnya. Ancaman itu adalah yang
dituntut oleh Tuhan dari hamba-hamba-Nya, sedangkan janji adalah yang dituntut
oleh hamba-hamba-Nya dari Tuhan ---- yaitu bahwa selama ini Tuhan telah
membebankan hal tersebut sebagai sebuah kewajiban atas diri-Nya. Jika Dia
meminta dari hamba-hamba-Nya penunaian sepenuhnya akan hak-hak-Nya, dan
(sebaliknya) tidak menunaikan sepenuhnya hak-hak mereka, hal itu berarti bahwa
Dia tidak sesuai dengan sifat-Nya Yang Maha Pemberi, mengingat bahwa Dia tidak
tergantung pada mereka, sedangkan mereka tergantung pada-Nya. Tapi akan lebih
sesuai dengan sifat Maha Pemberi-Nya, dan lebih sesuai dengan kebaikan-Nya,
jika Dia menunaikan hak-hak mereka, dan bahkan lebih dari hak-hak mereka ---
begitu Pemurah Dia – dan Dia sendiri membebaskan utang mereka kepada-Nya. Dan
Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Allah tiak akan merugikan seseorang walaupun
sebesar zarah. Bahkan jika perbuatan itu hanyalah perbuatan kebajikan yang
sekecil zarah pun, Tuhan akan melipatgandakan pahalanya. Dan akan diberikan-Nya
pahala yang besar di sisi-Nya.” Kata “di sisi-Nya” mengisyaratkan bahwa itu
merupakan suatu sikap merendahkan diri, dan bukannya merupakan suatau pahala
sama sekali.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan