Catatan Popular

Sabtu, 27 Jun 2015

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 17.AJARAN KAUM SUFI TENTANG JANJI (BAIK) DAN ANCAMAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Mereka mengaui bahwa ancaman mutlak (dari Tuhan) diberikan kepada orang-orang kafir, dan janji mutlak diberikan kepada orang-orang yang melaksanakan perbuatan-perbuatan baik. Beberapa orang mengatakan bahwa pengampunan dosa-dosa kecil diperoleh dengan jalan penghindaran dari dosa-dosa besr, sebab Tuhan berfirman : “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapuskan kesalahanmu yang kecil-kecil dan Kami masukan kamu ke dalam surga, tempat yang sangat mulia.” Yang lain memasukannya ke dalam katagori yang sama seperti dosa besar, mengingat kemungkinan hukumnya, dengan mengemukakan firman Tuhan : “Sekiranya apa yang ada di dalam hatimu kamu lahirkan atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.” Mereka menjelaskan kata-kata “Jika kamu menjauhi dossa-dosa besar yang kamu dilarang mengerjakannya.” Sebagai mengacu pada penyembahan berhala-berhala serta kekafiran; itu mencakup banyak jenis yang bisa di anggap sebagai terliput oleh kata benda jamak. Penafsiran yang lain adalah bahwa kalimat itu mengacu kepada sejumlah orang yang masing-masing memiliki satu dosa besar sehingga secara bersama semuanya itu disebut dosa-dosa besar.

Mereka mengatakan adanya kemungkinan pengampunan dosa besar yang tergantung pada kehendak (Yuhan) dan syafa’at Nabi. Mereka bependapat bahwa sudah jelas bahwa orang-orang yang menegakkan shalat itu akan dijauhkan dari neraka dikarenakan iman mereka; Sebab Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa-dosa selain itu terhadap orang-orang yang dikehendaki-Nya.” Dengan begitu dia menjadikan kehendak-Nya sebagai syarat sehubungan dengan (pengampunan) atas dosa yang tak sebesar kemusyirakn.

Singkatnya, mereka berpendapat bahwa orang beiman itu berrada di antara ketakutan dan harapan; dia mengharapkan belas kasih Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa besarnya, dan takut akan hukuman-Nya atas dosa-dosa kecilnya; sebab pengampunan itu sudah termasuk dalam kehendak (Tuhan), dan kehendak (Tuhan) tidak dikenai syarat oleh berbagai pertimbangan dosa besar maupun dosa kecil. Mereka yang menetapkan syarat-syarat ketat dan keras untuk bertobat atas perbuatan dosa-dosa kecil, dengan begitu, tidak bermaksud untuk mengisyaratkan bahwa ancaman (Tuhan) merupakan akibat yang sudah semestinta, melainkan untuk lebih memperbesar keseriusan dosa dengan cara menekankan apa yang sebenarnya merupakan hak Tuhan, agar orang itu selalu menjauh dari perbuatan yang dilarang oleh Tuhan. Mereka menggunankan istilah “dosa kecil” hanya untuk memperbandingkan satu dosa dengan dosa yang lain. Mereka menuntut setiap jiwa agar menunaikan sepenuhnya apa yang sudah menjadi hak Tuhan dan manjauhi dari apa yang sudah dilarang oleh Tuhan,  serta melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah diperintahkan oleh Tuhan dengan mempertimbangkan kelemahan-kelemahan yang melekat pada syarat-syarat setiap tindakan. Dengan ini semua, mereka merupakan orang-orang yang paling penuh harapan sepanjang hal itu menyangkut diri mereka sendiri; bahkan ancaman-ancaman Tuhan itu seakan hanya tertuju pada mereka, sedang janji-jani-Nya pada orang-orang lain.

Al-Fudhail, pada malam Arafah, ditanya : “Bagaimana pendapatmu tentang keadaan manusia?”
Dia menjawab : “Diampuni, kecuali dengan kehadiran saya di antara mereka.”
Sarri as-Saqathi berkata : “Aku memandang cermin berkali-kali dalam sehari; takut jangan-jangan mukaku berubah menjadi hitam.” Dia juga berkata : “Aku tidak ingin mati di tempat aku dikenal, sebab aku takut kalau bumi tidak mau menerimaku, dan aku menajdi terlantar.”
Mereka juga ingin agar semua orang  memiliki pemikiran-pemikiran terbaik mengenai Tuhan mereka. Yahya berkata : “Jika orang tidak memiliki pemikiran yang baik mengenai Tuhan, maka dia tidak senang pada Tuhan.” Tetapi kalau menyangkut diri mereka sendiri, mereka menganggap diri mereka yang paling buruk dibandingkan dengan semua manusia lain, paling jahat, tidak ada baiknya sama sekali, baik di dunia ini maupun di dunia nanti.

Pendeknya, Tuhan berfirman : “Di samping itu, ada segolongan orang berdosa lainnya yang telah mengakui dosa-dosanya, ialah mereka yang telah mencampur-adukan amal kebajikan dengan amal kejahatan.” Dengan begitu menetapkan bahwa orang beriman memiliki dua (macam) tindakan; yang satu baik, yang satunya lagi buruk; yang baik mendukungnya, yang buruk bertentangan dengannya. Tuhan telah menjanjikan pahala bagi tindakan yang mendukungnya, dan mengancamkan hukuman bagi tindakan yang menetangnya. Ancaman itu adalah yang dituntut oleh Tuhan dari hamba-hamba-Nya, sedangkan janji adalah yang dituntut oleh hamba-hamba-Nya dari Tuhan ---- yaitu bahwa selama ini Tuhan telah membebankan hal tersebut sebagai sebuah kewajiban atas diri-Nya. Jika Dia meminta dari hamba-hamba-Nya penunaian sepenuhnya akan hak-hak-Nya, dan (sebaliknya) tidak menunaikan sepenuhnya hak-hak mereka, hal itu berarti bahwa Dia tidak sesuai dengan sifat-Nya Yang Maha Pemberi, mengingat bahwa Dia tidak tergantung pada mereka, sedangkan mereka tergantung pada-Nya. Tapi akan lebih sesuai dengan sifat Maha Pemberi-Nya, dan lebih sesuai dengan kebaikan-Nya, jika Dia menunaikan hak-hak mereka, dan bahkan lebih dari hak-hak mereka --- begitu Pemurah Dia – dan Dia sendiri membebaskan utang mereka kepada-Nya. Dan Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Allah tiak akan merugikan seseorang walaupun sebesar zarah. Bahkan jika perbuatan itu hanyalah perbuatan kebajikan yang sekecil zarah pun, Tuhan akan melipatgandakan pahalanya. Dan akan diberikan-Nya pahala yang besar di sisi-Nya.” Kata “di sisi-Nya” mengisyaratkan bahwa itu merupakan suatu sikap merendahkan diri, dan bukannya merupakan suatau pahala sama sekali.

Tiada ulasan: