Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Mereka amengakui bahwa semua peraturan yang
dibebankan oleh Tuhan kepada hamba-hamba-Nya dalam Kitab-Nya, dan semua
kewajiban yang ditentukan oleh Nabi (dalam hadits) bersifat mengikat bagi
orang-orang dewasa yang telah matang pemikirannya, dan bahwa peraturan dan
kewajiban tersebut tidak boleh ditinggalkan atau diabaikan dengan cara apapun
oleh siapa pun, entah dia seorang beriman yang jujur (shiddiq), seorang suci
atau seorang ahli Ma’rifat, meskipun dia mungkin telah mencapai barisan yang
paling jauh, tingkat yang paling tinggi, tempat yang paling mulia atau taraf yang
paling agung. Mereka beranggapan, tidak ada tempat bagi seseorang untuk dapat
lepas dari ketentuan-ketentuan (‘adab) hukum keagamaan, dengan mendapat izin
untuk melakukan hal-hal yang dihalalkan oleh Tuhan, atau menghalalkan hal-hal
yang diharamkan oleh Tuhan, atau lali dalam melaksanakan semua kewajiban keagamaan tanpa alasan yang sah,
yaitu alasan yang ditentukan oleh pengadilan yang disetujui oleh orang-orang
Muslim dan diakui oleh ketentun-ketentuan hukum agama. Semakin suci isi hati
seseorang, semakin tinggi tarafnya dan semakin mulia tempatnya, demikian pula,
usahanya pun semakin keras, disertai keikhlasan dan ketakwaan yang lebih besar
(pada Tuhan).
Mereka bersepakat bahwa tindakan-tindakan itu bukan
merupakan sebab dari kebahagiaan atau kedukaan, tapi kebahagiaan dan kedukaan
itu ditakdirkan dan ditentukan oleh kehendak Tuhan. Begitulah disebutkan dalam
sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Umar : “Inilah kitab dari Rabb
seluruh alam, di dalamnya ada nama-nama penghulu surga, beserta nama-nama orang
tua dan suku-suku mereka.” Lalu jumlahnya pun ditetapkan, dan sesudah itu tidak
akan ada penambahan maupun pengurangan sama sekali. Dengan cara yang sama, Nabi berbicara tentang orang-orang yag
menghuni neraka : “Orang yang berbahagia dalah dia yang berbahagia sewaktu
berada dalam peurt ibunya, dan orang yang beduka adalah dia yang berduka
sewaktu berada dalam perut ibunya.” Labih jauh lagi, mereka bersepakat bahwa
tindakan-tindakan itu tidak menentukan pahala atau hukuman, tapi bahwa pahala
atau hukuman itu ditentukan oleh karunia, keadilan dan ketetapan Tuhan. Mereka
mengakui bahwa rahmat surga adalah milik orang-orang yang telah ditakdirkan
oleh Allah untuk bahagia, tanpa sebab; dan bahwa hukuman neraka adalah milik
orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Tuhan untuk berduka, tanpa sebab pula.
Menurut hadits (qudsi) “Orang-orang ini (akan) berada di surga, dan Aku tidak
peduli; orang-orang ini (akan) berada di neraka, dan Aku tidak peduli;” Tuhan
berfirman : “Sesungguhnya telah kami sediakan bagi penghuni neraka, banyak jin
dan manusia.” Dan lagi : “Sesungguhnya, orang-orang yang sudah lebih dahulu
mendapat taufik dari Kami, mereka dijauhkan dari neraka.” Mereka mengatakan
bahwa perbuatan-perbuatan manusia merupakan tanda-tanda dari apa yang telah
ditakdirkan oleh Tuhan untuknya, seperti kata Nabi : “Tindakan itu, bagi setiap
orang, diperssiapkan untuk menghadapi sesuatu yang untuknya dia dicipta. “
Al-Junaid berkata : “ Kepatuhan membawa berita-berita gembira menurut yang
telah ditakdirkan oleh Tuhan bagi orang yang patuh, dan demikian juga halnya
dengan orang yang tidak patuh.” Tokoh sufi lain berkata : “Ibadah merupakan
suatu hiasan bagi bagian-bagian lahiriah, dan kalau seseorang sudah menghiasi
anggota-anggota tubuhnya, maka Tuhan tidak akan membiarkan dia meninggalkan
anggota-anggota tubuh itu tak terisi.” Muhammad ibn Ali al-Kattani berkata :
“Tindakan-tindakan itu merupakan pakaian para hamba : orang-orang yang oleh
Tuhan ditempatkan jauh (dari Dia) pada saat pembagian (takdir) akan terlepas
pakaiannya, tapi orang-orang yang oleh Tuhan didekatkan (pada-Nya) mengagumidan
memegangnya erat-erat.”
Sekalipun begitu; mereka bersepakat bahwa Tuhan
memberi pahala dan hukuman untuk tindakan-tindakan itu; sebab Dia menjanjikan
pahala bagi perbuatan-perbuatan yang benar dan megancamkan hukuman bagi
perbuatan-perbuatan jahat; Dan Dia akan memenuhi janji-Nya serta mewujudkan
ancaman-Nya, sebab Dia Maha Benar dan firman-firman-Nya merupakan kebenaran.
Mereka mengatakan bahwa telah menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk
berusaha sebisanya untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan atasnya dan
melaksanakan apa yang telah dituntut darinyauntuk dilakukan, menurut yang telah
ditentukan; dan kalau dia telah sepenuhnya melaksanakan tugasnya, maka kemudian
didatangkan pdanya ilham-ilham, sesuai dengan hadis : “Jika seseorang bertindak
menurut apa yang diketahuinya, Tuhan akan mewariskan kepadanya pengetahuan yang
belum dia ketahui. “Tuhan berfirman : “Kepada oang-orang yang berjuang di pihak
Kami, sunguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami.” Dan lagi : “Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang dapat mendekatkan
kepada keridhaan-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya, semoga semua beruntung.”
Yahya berkata : “Jiwa dari ma’rifat tidak akan pernah mencapai hatimu, selama
masih ada kewajiban pada Tuhan yang belum kemu laksanakan.” Al-Junaid berkata :
“Tuhan akan berurusan dengan hamba-hamba-Nya pada hari akhir dengan cara yang
sama dengan ketika Dia berurusan dengan mereka pada mulanya. Dia mulai
menciptakan mereka dengan kemuliaan, memerintah mereka dengan belas kasih dan
bejanji kepda mereka dengan sikap merendahkan diri serta memberikan kepada
merreka tambahan-tambahan kemuliaan. Jika seseorang bisa melihat kebaikan-Nya
yang dahulu itu, akan mudah baginya untuk melaksanakan perintah-Nya; dan jika
dia mengikuti perintah-Nya, dia akan sampai kepada janji-Nya; dan jika dia
telah memiliki janji-Nya, tidak ada keraguan lagi bahwa Dia akan memberinya
tambahan-tambahan.” Sahl ibn Abdillah a-Tustari berkata : “Jika seseorang
menutup matanya dari Tuhan walaupun hanya sekejap, dia tidak akan dituntun
selama hidupnya.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan