Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Para Sufi mengakui bahwa Tuhan akan bisa dilihat
dengan mata di dunia mendatang, dan bahwa oarng-orang yang beriman akan bisa
melihat-Nya sedang orang-orang yang tidak beriman tidak; sebab, itu merupkana
karunia Tuhan sebagaimana yang difirmankan : “Untuk orang-orang yang berbuat
kebaikan ada pahala dan bahkan ada pula tambahannya.” Mereka berpendapat bahwa
penglihatan itu lewat akal, mungkin, dan lewat pendengaran, pasti. Mengenai
kemungkinan melihat melalui akal, hal ini mungkin karena Tuhan itu maujud, dan
segala sesuatu yang maujud (logisnya) bisa dilihat. Sebab Tuhan telah
menanamkan daya lihat dalam diri kita; dan jika daya lihat Tuhan itu tidak ada,
maka permohonan Musa, “Wahai Tuhanku! Perlihatkan diri-Mu kepadaku, agar aku
dapat melihat-Mu.” Akan merupakan (bukti) kebodohan dan kekafiran. Lebih-lebih,
ketika Tuhan menjadikan penglihatan itu tergantung pada syarat bahwa gunung itu
harus tetap tegak ( Dia berfirman, “Kalau bukit itu masih tetap tegak di
tempatnya semula, mungkin engkau dapat melihat Aku”, dan mengingat juga bahwa
tetap tegaknya bukit itu secara nalar mungkin – kalau memang Tuhan membuatnya
tetap tegak – maka hal ini berarti bahwa penglihatan yang tergantung pada hal
itu (tetap tegaknya gunung) pun secara nalar mungkin dan bisa diterima. Maka,
kaerena telah ditetapkan bahwa penglihatan lewat akal itu mungkin, dan
lebih-lebih karena telah dibuktikan bahwa penglihatan lewat pendengaran
tersebut pasti -- Than berfirman : “Saat
wajah orang-orang yang beriman pada hari itu berseri-seri, melepas pandang
kepada Tuhannya.” Dan lagi : “ Untuk orang-orang yang berbuat kebaikan, ada
pahala yang baik dan bahkan ada pula tambahannya.” Dan lagi : “ idak, yang
sebenarnya mereka pada waktu itu benar-benar ditutup dari rahmat Tuhan. – dan
karena hadits menegaskan bahwa penglihatan itu memang ada, seperti kata Nabi :
“Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu seperti kamu melihat bulan purnama di
malam hari, tanpa kebingungan mencari-cari Dia.” Yang mengenainya banyak kisah
masyhur dan sahih, maka perlulah kita menegaskan hal ini, dan pecaya bahwa hal
itu benar.
Penafsiran esoteris (batiniah) orang-orng yang menyangkal
kemungkinan penglihtan akan Tuhan, seperti misalnya mereka yang menafsirkan
“melepas pandang kepada Tuhannya.” Sebagai memandang kepada pahala Tuhannya,”
sama sekali tidak bisa dibenarkan, sebaba pahala dari Tuhan itu tidak sama
dengan Tuhan. Demikian juga dengan mereka yang mengatakan bahwwa
“perlihatkanlah diri-Mu kepadaku agar aku dapat melihatMu.” Merupakan
permohonan akan sebuah tanda; hal ini tak bisa dibenarkan, sebab Tuhan
sebelumnya telah memperlihatkan tanda-tanda-Nya kepada Musa. Demikian pul
halnya dengan mereka yang menafsirkan ayat : “Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata.” Dengan pengertian : karena Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan maa di dunia ini, maka begitu juga di dunia nanti. Tuhan memang
menyangkal bahwa Dia daapt dicapai oleh penglihatan, sebab penglihatan seperti
itu akan mengisyaratkan cara (kafiyah) dan pembatasan, Dengan demikian, yang
disangkal-Nya adalah penglihatan yang mengisyaratkan cara dan pembatasan, bukan
penglihatan yang di dalamnya tidak ada cara, tidak pula pembatasan.
Mereka mengakui bahwa Tuhan tidak dapat dilihat di
dunia ini, baik dengan mata maupun dengan hati, kecuali dari sudut pandang
iman; sebab penglihatan ini merupakan puncak karunia dan rahmat paling mulia,
dan karena itu tidak dapat terjadi kecuali ditempat yang paling mulia. Jika
mereka telah diberi rahmat yang paling mulia itu di dunia ini, maka tidak akan
ada bedanya antara dunia ini, yang akan lenyap nanti, dengan surga yang abadi;
dan karena Tuhan telah mencegah manusia yang diajak-Nya berbicara itu dari
mendapatkannya di dunia kini, wajarlah kalua manusia-manusia lain yang berada
di tingkat lebih di bawah di cegah juga . Lebih-lebih, dunia ini merupakan
tempat tinggal sementara, sehingga mustahil kalau Yang Kekal dapat dilihat di
tempat tinggal yang sementara itu. Lebih jauh lagi, jika mereka telah melihat
Tuhan di dunia ini, kepercayaan mereka
terhadap-Nya akan bersifat aksiomtis (dharurah). Pendeknya, Tuhan telah
menyatakan bahwa penglihatan itu akan diberikan-Nya di dunia nanti, bukan di
dunia ini. Oleh sebab itu, perlulah seseorang membatasi diri pada apa yang
telah dinyatakan dengan jelas oleh Tuhan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan