Catatan Popular

Sabtu, 27 Jun 2015

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 14.AJARAN KAUM SUFI TENTANG (BATAS) KEMAMPUAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Mereka mengakui bahwa setiap tarikan nafas, setiap lirikan mata dan setiap gerakan mereka bisa terjadi berkat indera yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka, dan merupakan suatu kemampuan yang Dia ciptakan untuk mereka bersamaan dengan tindakan-tindakan mereka, bukan sebelumnya atau sesudahnya, dan bahwa tidak ada tindakan yang dapat dilaksanakan tanpa ini semua; sebab, kalau tidak, berarti mereka memiliki sifat Tuhan, bisa melakukan segala yang mereka inginkan dan menetapkan segala yang mereka kehendaki, dan Tuhan tidak lagi akan menjadi Yang Maha Kuat, Yang Maha Berkuasa – seperti dalam firman-Nya : “Begitulah Allah berbuat menurut kehendak-Nya.” Tidak lebih dari budak yang melarat, lemah dan hina.

Jika saja kemampuan ini ditentukan oleh pemilikan anggota badan yang sehat, maka tiap orang  yang memiliki karunia itu akan dapat mencapai taraf yang sama; tapi pengamalan  menunjukan bahwa seseorang dapat saja memiliki anggota badan yang sehat, sedang tindakannya bisa jadi tidak sama sehatnya. Dengan demikian maka kemampuan tidak berasal dari indera dan menjelmakan dirinya dalam badan yang sehat; indera adalah sesuatu yang beragam tingkatannya pada berbagai saat, seperti yang bisa dilihat oleh orang pada dirinya sendiri. Lebih-lebih, karena indera itu merupakan suatu aksiden dan aksiden itu tidak dapat bertahan sendiri, atau bertahan lewat sesuatu yang bertahan di dalamnya --- sebab jika sebuah benda tidak da dengan sendirinya, dan tidak sesuatu pun bisa jadi ada karenanya, maka benda itu tidak dapat bertahan lewat pertahanan benda lain, seebab pertahanan benda lain itu tidak mengandung arti pertahanan untuknya – maka hal itu berarti benda itu tidak memiliki pertahanan sendiri, dan karenanya, tiak dapat tidak, kesimpulannya adalah indera masing-masing tindakan itu berbeda dari indera tindakan lain. 

Jika halnya tidak demikian, maka manusia tidak akan membutuhkan pertolongan Tuhan pada saat mereka bertindak, dan firman tuhan : “Dan kepada engkau-lah kami memohon pertolongan.” Tidak akan ada artinya. Lebih jau lagi, jika indera itu tidak ada sebelum adanya tindakan, dan tidak dapat bertahan sampai ada tindakan tersebut, maka tindakan itu pasti dilakukan dengan indera yang telah tiada; yaitu tanpa Indera apa pun, yang mengisyaratakan putusnya hubungan antara Tuhan dan Hamba sekaligus. Sebab jika demikian halnya, maka jelas mungkin bahwa tindakan-tindakan itu, bisa ada dengan sendirinya, tanpa perantara. Tapi Tuhan berfirman, dalam kisah Musa dan hamba-Nya yang kuat (Khidzir) “sesungguhnya engkau tidak akan sanggup sabar bersama ku.” Dan juga : “Demikian penjelasan persoalan yang kamu tidak sanggup sabar menghadapinya itu.” Yang Dia maksudkan sebagai “yang tidak kamu miliki indera untuk melakukannya.”

Mereka mengakui bahwa mereka diberi kepercayaan dengan tindakan-tindakan dan tanggung jawab dalam arti sejatinya, yang utuhnya mereka diberi pahala dan dihukum; dan oleh sebab itu Tuhan mengeluarkan perintah dan larangan, dan menyampaikan berita gembira serta ancaman-ancaman. Arti istilah “tanggung jawab” itu adalah bahwa manusia bertindak karena sebuah indera yang dibuat (oleh Tuhan). Seorang Tokoh Sufi berkata : “Makna tanggung jawab adalah bahwa manusia itu bertindak demi mencari keuntungan atau menolak kesialan.” 

Maka Tuhan berfiman : “Hasil kerjanya yang baik untuknya sendiri, dan yang tidak baik menjadi tanggungannya sendiri pula“. Lebih jauh mereka akui bahwa mereka melaksanakan kehendak dan keinginan bebas yang menyangkut “tanggung jawab” mereka, dan bahwa mereka tidak dipaksa atau ditekan di luar kemauan mereka. Yang kami maksud dengan “kehendak bebas” adalah bahwa Tuhan telah menciptakan dalam diri kita kehendak bebas, sehingga dalam hal ini tidak ada masalah tekanan atau penolakan. Al-Hasan ibn Ali berkata : “Tuhan dipatuhi bukan karena terpaksa, atau tidak dipatahui dikarenakan tekanan yang berlebihan; Dia tidak meninggalkan hamba-Nya sama sekali tanpa melakukan sesuatu di kerajan-Nya”. Sahl ibn Abdillah berkata : “Tuhan tidak memberi kekuatan kepada orang yang saleh lewat paksaan, Dia menguatkan mereka liwat Iman.” Salah seorang tokoh besar Sufi berkata : “Siapa pun yang tidak percaya pada takdir adalah orang kafir, dan siapapun yang mengatakan bahwa mustahil bagi seseorang untuk tidak patuh pada Tuhan adalah seorang pendosa.

Tiada ulasan: