Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Mereka mengakui bahwa setiap tarikan nafas, setiap
lirikan mata dan setiap gerakan mereka bisa terjadi berkat indera yang
diberikan oleh Tuhan kepada mereka, dan merupakan suatu kemampuan yang Dia
ciptakan untuk mereka bersamaan dengan tindakan-tindakan mereka, bukan
sebelumnya atau sesudahnya, dan bahwa tidak ada tindakan yang dapat
dilaksanakan tanpa ini semua; sebab, kalau tidak, berarti mereka memiliki sifat
Tuhan, bisa melakukan segala yang mereka inginkan dan menetapkan segala yang
mereka kehendaki, dan Tuhan tidak lagi akan menjadi Yang Maha Kuat, Yang Maha
Berkuasa – seperti dalam firman-Nya : “Begitulah Allah berbuat menurut
kehendak-Nya.” Tidak lebih dari budak yang melarat, lemah dan hina.
Jika saja kemampuan ini ditentukan oleh pemilikan
anggota badan yang sehat, maka tiap orang
yang memiliki karunia itu akan dapat mencapai taraf yang sama; tapi
pengamalan menunjukan bahwa seseorang
dapat saja memiliki anggota badan yang sehat, sedang tindakannya bisa jadi
tidak sama sehatnya. Dengan demikian maka kemampuan tidak berasal dari indera
dan menjelmakan dirinya dalam badan yang sehat; indera adalah sesuatu yang
beragam tingkatannya pada berbagai saat, seperti yang bisa dilihat oleh orang
pada dirinya sendiri. Lebih-lebih, karena indera itu merupakan suatu aksiden
dan aksiden itu tidak dapat bertahan sendiri, atau bertahan lewat sesuatu yang
bertahan di dalamnya --- sebab jika sebuah benda tidak da dengan sendirinya,
dan tidak sesuatu pun bisa jadi ada karenanya, maka benda itu tidak dapat
bertahan lewat pertahanan benda lain, seebab pertahanan benda lain itu tidak
mengandung arti pertahanan untuknya – maka hal itu berarti benda itu tidak
memiliki pertahanan sendiri, dan karenanya, tiak dapat tidak, kesimpulannya
adalah indera masing-masing tindakan itu berbeda dari indera tindakan lain.
Jika halnya tidak demikian, maka manusia tidak akan membutuhkan pertolongan
Tuhan pada saat mereka bertindak, dan firman tuhan : “Dan kepada engkau-lah
kami memohon pertolongan.” Tidak akan ada artinya. Lebih jau lagi, jika indera
itu tidak ada sebelum adanya tindakan, dan tidak dapat bertahan sampai ada
tindakan tersebut, maka tindakan itu pasti dilakukan dengan indera yang telah
tiada; yaitu tanpa Indera apa pun, yang mengisyaratakan putusnya hubungan
antara Tuhan dan Hamba sekaligus. Sebab jika demikian halnya, maka jelas
mungkin bahwa tindakan-tindakan itu, bisa ada dengan sendirinya, tanpa
perantara. Tapi Tuhan berfirman, dalam kisah Musa dan hamba-Nya yang kuat
(Khidzir) “sesungguhnya engkau tidak akan sanggup sabar bersama ku.” Dan juga :
“Demikian penjelasan persoalan yang kamu tidak sanggup sabar menghadapinya
itu.” Yang Dia maksudkan sebagai “yang tidak kamu miliki indera untuk
melakukannya.”
Mereka mengakui bahwa mereka diberi kepercayaan
dengan tindakan-tindakan dan tanggung jawab dalam arti sejatinya, yang utuhnya
mereka diberi pahala dan dihukum; dan oleh sebab itu Tuhan mengeluarkan perintah
dan larangan, dan menyampaikan berita gembira serta ancaman-ancaman. Arti
istilah “tanggung jawab” itu adalah bahwa manusia bertindak karena sebuah
indera yang dibuat (oleh Tuhan). Seorang Tokoh Sufi berkata : “Makna tanggung
jawab adalah bahwa manusia itu bertindak demi mencari keuntungan atau menolak
kesialan.”
Maka Tuhan berfiman : “Hasil
kerjanya yang baik untuknya sendiri, dan yang tidak baik menjadi tanggungannya
sendiri pula“. Lebih jauh mereka akui bahwa mereka melaksanakan kehendak dan
keinginan bebas yang menyangkut “tanggung jawab” mereka, dan bahwa mereka tidak
dipaksa atau ditekan di luar kemauan mereka. Yang kami maksud dengan “kehendak
bebas” adalah bahwa Tuhan telah menciptakan dalam diri kita kehendak bebas,
sehingga dalam hal ini tidak ada masalah tekanan atau penolakan. Al-Hasan ibn
Ali berkata : “Tuhan dipatuhi bukan karena terpaksa, atau tidak dipatahui
dikarenakan tekanan yang berlebihan; Dia tidak meninggalkan hamba-Nya sama
sekali tanpa melakukan sesuatu di kerajan-Nya”. Sahl ibn Abdillah berkata :
“Tuhan tidak memberi kekuatan kepada orang yang saleh lewat paksaan, Dia
menguatkan mereka liwat Iman.” Salah seorang tokoh besar Sufi berkata : “Siapa
pun yang tidak percaya pada takdir adalah orang kafir, dan siapapun yang
mengatakan bahwa mustahil bagi seseorang untuk tidak patuh pada Tuhan adalah
seorang pendosa.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan