Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Mereka bersepakat untuk mastikan semua yang telah
dinyatakan oleh Tuhan di dalam Kitab-Nya mengenai syafaat, dan semua yang telah
diwahyukan dalam kisah-kisah yang diceritakan mengenai Nabi. Tuhan berfirman :
“Dan nanti Tuhanmu akan memberikan karunia-Nya kepadamu agar kamu merasa
senang.” Semoga Tuhan-mu mengangkatmu ke tingkat yang terpuji.” Dan mereka
tidak dapat memberikan syafaat kepada siapa pun kecuali kepada mereka yang
diridhai Tuhan.” --- dan orang-oran kafir itu berkata : “Karena itu, tak ada
bagi kami seorang pun pemberi syafaat.” Nabi berkata : “Syfaatku untuk mereka
di antara umatku yang telah melakukan dosa-dosa besar.” Beliau juga berrkata :
“Doaku menyamarkan syafaatku untuk umatku.”
Mereka percaya pada “Shiratal Mustaqim.” Dan
menganggap bahwa lintasan tersebut merupakan sebuah jembatan yang direntangkan
di atas neraka, Aisyah pernah menyitir firman Tuhan : “Pada waktu Bumi ini
berganti rupa dengan bentuk bumi yang lain.” Lalu bertanya, “Kalau begitu, di
mana nanti para manusia itu, wahai Rasul Allah? Nabi menjawab : “Di atas
lintasan.Mereka percaya pada mizan, dan beranggapan bahwa
perbuatan-perbuatan manusia itu akan ditimbang, seperti firman Tuhan : “Siapa
yang berat timbangan kebaikannya, itulah orang-orang yang beruntung, dan barang
siapa yang ringan timbangan kebaikannya, irtulah orang-orang yang merugikan
dirinya sendiri.” Mereka mempercayai hal ini, meskipun mereka tidak mengerti
bagaimana masalah ini akan diselelsaikan; sebab, mengenai masalah ini dan
masalah-masalah serupa yang cara penyelesaiannya tidak mereka ketahui, mereka
berkata : “Kami percaya kepada apa yang telah difirmankan oleh Tuhan sesuai
dengan apa yang telah dimaksudkan oleh Tuhan dengan firman-Nya itu; dan kami
percaya pada apa yang telah dikatakan oleh Rasul Allah, sesuai dengan apa yang
dikehendakinya.”
Mereka percaya bahwa Tuhan akan menjauhkan dari
neraka setiap orang yang dalam hatinya terdapat iman, meskipun sebesar zarah,
sesuai dengan sebuah hadits: “Mereka percaya bahwa surga dan neraka itu kekal,
tapi keduanya merupakan ciptaan, yang ada selamanya tanpa pernah lenyap atau
hancur; sejalan dengan hal itu, maka penghuni-penghuninya pun kekal di sana,
diberi pahala atau hukuman selamanya, dengan kebahagiaan yang tak ada akhirnya
atau hukuman yang tak henti-hentinya.
Dalam soal-soal lahiriah, mereka memperlihatkan iman
di hadapan orang-orang beriman; tap mengenai hati merreka, mereka
mempercayakannya pada Tuhan. Mereka percaya “tempat tinggal” itu merupakan
tempat tinggal iman dan kediaman.” Dan bahwa penghuni-penghuninya adalah
orang-orang berriman dan orang-orang Muslim. Menurut padangan mereka,
orang-orang Muslim yang melakukan dosa-dosa besar adalah orang-orang beriman
berdasarkan iman yang mereka miliki, tapi menjadi pelaku kejahatan disebabkan
oleh kerusakan yang ada dalam diri mereka. Mereka berranggapan bahwa sembahyang
di belakang sebarang (imam) itu boleh saja, tidak soal apakah imam tersebut
seorang saleh atau pendosa. Mereka juga beranggapan bahwa berdoa untuk orang
mati pun boleh saja, asalkan orang itu adalah salah seorang dari mereka yang
berrkiblat ke Makkah. Mereka beranggapan bahwa ibadah Jum’at, majelis (muslim)
dan perayaan-perayaan akan mengikat tiap-tiap orang Muslim yang tidak memiliki
lasan yang absah yang berada di bawah kepemimpinan sembarang imam, tak soal
apakah imam tersebut seorang saleh atau pendosa; dan begitu juga halnya dengan
peran suci dan Pejalanan ke Tanah Suci. Mereka beranggapan bahwa kekalifahan
itu benar, dan bahwa kekalifahan itu ada hak-hak orang-orang quraisy, Mereka
bersepakat mengenai urutan-urutan : Abu Bakr; Umar, usman dan Ali. Mereka
beranggapan bahwa meniru para “sahabat”
dan orang-orang suci di masa lalu itu boleh saja, tapi mereka bungkam tentang
pertikaian yang timbul di antara mereka, tapi beranggapan bahwa ini semua sama
sekali tidak mengurangi “ bagian lebih baik” yang ditakdirkan oleh Tuhan untuk
mereka.
Mereka percaya bahwa tiap-tiap orang yang diberi
kesaksian oleh Nabi bahwa dia akan masuk surga, sesungguhnya telah ada di
surga, dan bahwa oarng-orang seperti itu tidak akan dihukum di neraka. Mereka
beranggapan bahwa mengangkat senjata melawan pemerintahan itu tidak bisa
dibenarkan, meskipun pemerintah itu tidak bisa dibenarkan, meskipun pemerrintah
itu telah berbuat salah. Mereka beranggapan bahwa sudah merupakan tugas semua
orang untuk berbuat baik, dan menahan diri agar tidak berbuat jahat dengan
menciptakan kebaikan, belas ksih, kehalusan budi, kemurnian hati, kebajikan dan
kelembutan dalam berbicara. Mereka percaya pada hukuman di kubur dan pertanyaan
Munkar dan Nakir. Mereka percaya pada Perjalanan Mi’raj Nabi dan baha beliau
dibawa ke langit ke tujuh, dan dibawa ke tempat-tempat yang dikehendaki-Nya,
hanya dalam satu malam, sementara belaiu sendiri tetap jaga dengan jasadnya.
Mereka menegaskan kebenaran penglihatan (akan Tuhan) dan beranggapan bahwa hal
itu merupakan kabar gembira bagi orang-orang beriman, atau merupakan
peringatan. Terakhir, mereka mempertahankan pendapat bahwa pada waktu seseorang
mati atau terbunuh, maka hal itu merupakan pemenuhan takdir; mereka tidak
setuju bahwa takdir orang itu jatuh dengan tiba-tiba.” Tapi beranggapan bahwa
kalau takdir itu datang, maka dia datang pada waktu yang semestinya, dan tidak
akan dapat diundurkan atau dimajukan barang satu jam pun.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan