Catatan Popular

Sabtu, 27 Jun 2015

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 18.AJARAN KAUM SUFI TENTANG SYAFAAT



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Mereka bersepakat untuk mastikan semua yang telah dinyatakan oleh Tuhan di dalam Kitab-Nya mengenai syafaat, dan semua yang telah diwahyukan dalam kisah-kisah yang diceritakan mengenai Nabi. Tuhan berfirman : “Dan nanti Tuhanmu akan memberikan karunia-Nya kepadamu agar kamu merasa senang.” Semoga Tuhan-mu mengangkatmu ke tingkat yang terpuji.” Dan mereka tidak dapat memberikan syafaat kepada siapa pun kecuali kepada mereka yang diridhai Tuhan.” --- dan orang-oran kafir itu berkata : “Karena itu, tak ada bagi kami seorang pun pemberi syafaat.” Nabi berkata : “Syfaatku untuk mereka di antara umatku yang telah melakukan dosa-dosa besar.” Beliau juga berrkata : “Doaku menyamarkan syafaatku untuk umatku.”

Mereka percaya pada “Shiratal Mustaqim.” Dan menganggap bahwa lintasan tersebut merupakan sebuah jembatan yang direntangkan di atas neraka, Aisyah pernah menyitir firman Tuhan : “Pada waktu Bumi ini berganti rupa dengan bentuk bumi yang lain.” Lalu bertanya, “Kalau begitu, di mana nanti para manusia itu, wahai Rasul Allah? Nabi menjawab : “Di atas lintasan.Mereka percaya pada mizan, dan beranggapan bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu akan ditimbang, seperti firman Tuhan : “Siapa yang berat timbangan kebaikannya, itulah orang-orang yang beruntung, dan barang siapa yang ringan timbangan kebaikannya, irtulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri.” Mereka mempercayai hal ini, meskipun mereka tidak mengerti bagaimana masalah ini akan diselelsaikan; sebab, mengenai masalah ini dan masalah-masalah serupa yang cara penyelesaiannya tidak mereka ketahui, mereka berkata : “Kami percaya kepada apa yang telah difirmankan oleh Tuhan sesuai dengan apa yang telah dimaksudkan oleh Tuhan dengan firman-Nya itu; dan kami percaya pada apa yang telah dikatakan oleh Rasul Allah, sesuai dengan apa yang dikehendakinya.”

Mereka percaya bahwa Tuhan akan menjauhkan dari neraka setiap orang yang dalam hatinya terdapat iman, meskipun sebesar zarah, sesuai dengan sebuah hadits: “Mereka percaya bahwa surga dan neraka itu kekal, tapi keduanya merupakan ciptaan, yang ada selamanya tanpa pernah lenyap atau hancur; sejalan dengan hal itu, maka penghuni-penghuninya pun kekal di sana, diberi pahala atau hukuman selamanya, dengan kebahagiaan yang tak ada akhirnya atau hukuman yang tak henti-hentinya.

Dalam soal-soal lahiriah, mereka memperlihatkan iman di hadapan orang-orang beriman; tap mengenai hati merreka, mereka mempercayakannya pada Tuhan. Mereka percaya “tempat tinggal” itu merupakan tempat tinggal iman dan kediaman.” Dan bahwa penghuni-penghuninya adalah orang-orang berriman dan orang-orang Muslim. Menurut padangan mereka, orang-orang Muslim yang melakukan dosa-dosa besar adalah orang-orang beriman berdasarkan iman yang mereka miliki, tapi menjadi pelaku kejahatan disebabkan oleh kerusakan yang ada dalam diri mereka. Mereka berranggapan bahwa sembahyang di belakang sebarang (imam) itu boleh saja, tidak soal apakah imam tersebut seorang saleh atau pendosa. Mereka juga beranggapan bahwa berdoa untuk orang mati pun boleh saja, asalkan orang itu adalah salah seorang dari mereka yang berrkiblat ke Makkah. Mereka beranggapan bahwa ibadah Jum’at, majelis (muslim) dan perayaan-perayaan akan mengikat tiap-tiap orang Muslim yang tidak memiliki lasan yang absah yang berada di bawah kepemimpinan sembarang imam, tak soal apakah imam tersebut seorang saleh atau pendosa; dan begitu juga halnya dengan peran suci dan Pejalanan ke Tanah Suci. Mereka beranggapan bahwa kekalifahan itu benar, dan bahwa kekalifahan itu ada hak-hak orang-orang quraisy, Mereka bersepakat mengenai urutan-urutan : Abu Bakr; Umar, usman dan Ali. Mereka beranggapan bahwa meniru para  “sahabat” dan orang-orang suci di masa lalu itu boleh saja, tapi mereka bungkam tentang pertikaian yang timbul di antara mereka, tapi beranggapan bahwa ini semua sama sekali tidak mengurangi “ bagian lebih baik” yang ditakdirkan oleh Tuhan untuk mereka.

Mereka percaya bahwa tiap-tiap orang yang diberi kesaksian oleh Nabi bahwa dia akan masuk surga, sesungguhnya telah ada di surga, dan bahwa oarng-orang seperti itu tidak akan dihukum di neraka. Mereka beranggapan bahwa mengangkat senjata melawan pemerintahan itu tidak bisa dibenarkan, meskipun pemerintah itu tidak bisa dibenarkan, meskipun pemerrintah itu telah berbuat salah. Mereka beranggapan bahwa sudah merupakan tugas semua orang untuk berbuat baik, dan menahan diri agar tidak berbuat jahat dengan menciptakan kebaikan, belas ksih, kehalusan budi, kemurnian hati, kebajikan dan kelembutan dalam berbicara. Mereka percaya pada hukuman di kubur dan pertanyaan Munkar dan Nakir. Mereka percaya pada Perjalanan Mi’raj Nabi dan baha beliau dibawa ke langit ke tujuh, dan dibawa ke tempat-tempat yang dikehendaki-Nya, hanya dalam satu malam, sementara belaiu sendiri tetap jaga dengan jasadnya. Mereka menegaskan kebenaran penglihatan (akan Tuhan) dan beranggapan bahwa hal itu merupakan kabar gembira bagi orang-orang beriman, atau merupakan peringatan. Terakhir, mereka mempertahankan pendapat bahwa pada waktu seseorang mati atau terbunuh, maka hal itu merupakan pemenuhan takdir; mereka tidak setuju bahwa takdir orang itu jatuh dengan tiba-tiba.” Tapi beranggapan bahwa kalau takdir itu datang, maka dia datang pada waktu yang semestinya, dan tidak akan dapat diundurkan atau dimajukan barang satu jam pun.

Tiada ulasan: