Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq
Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
Mereka mengakui bahwa Tuhan memperlakukan
hamba-hamba-Nya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya, dan membuat ketetapan
bagi mereka dengan cara yang dikehendaki-Nya, tidak soal apakah hal itu
mendatangkan manfaat bagi mereka atau tidak; sebab ciptaan itu adalah
ciptaan-Nya dan perintah itu adalah
perintah-Nya. – “Tuhan tidak akan ditanya tentang apa-apa yang diperbuat-Nya,
malahan mereka jualah yang akan ditanyai.” Kalau bukan karena hal ini, maka
tidak akan ada bedanya antara hamba dan Rabb. Tuhan berfirman : “Dan janganlah
orang-orang kafir itu Allah hendak menyiksa mereka dalam kehidupan dunia ini,
dan kelak nyawa mereka akan melayang dalam keadaan kafir,” dan lagi :
“Merekalah orang-orang yang tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hatinya.”
Doktrin “Manfaat terbesar” itu
mengisyaratkan bahwa kekuatan (Tuhan) terbatas dan bahwa kekayaan-Nya bukannya
tak ada habisnya, dan bahwa Tuhan sendiri dalam hal itu tidak mampu; sebab jika
Dia berurusan dengan orang-orang sampai pada “batas manfaat mereka” maka tidak
ada lagi yang tersisa di luar “batas” itu, sehingga bahkan jika Tuhan ingin
menambah “manfaat” mereka, Dia tidak akan mampu melakukannya, dan tidak
memiliki alat sama sekali untuk menjamin mereka dengan “manfaat” berikutnya di
luar yag telah diberikann-Nya untuk mereka sungguh Tuhan jauh lebih tinggi dari
itu!
Mereka mengakui bahwa seluruh urusan Tuhan dengan hamba-hamba-Nya –
kebaikan, kesehatan, keamanan, iman, petunjuk, kecitaan, hanyalah merupakan
suatu siskap merendahkan diri dari pihak-Nya; kalau pun Dia tidak bertindak
demikian, hal itu tetap saja bida dilakukan-Nya dengan mudah. Hal ini sama
sekali bukan merupakan kewajiban Tuhan; sebab jika Tuhan telah diwajibkan
mengikuti cara bertindak semacam itu, maka Dia tidak lagi pantas dipuji dan disyukuri.
Mereka mengakui bahwa pahala dan hukuman bukanlah
masalah kebaikan hati, melainkan kehendak, sifat pengasih dan keadilan Tuhan.
Manusia tidak sepantasnya dihukum selamanya karena dosa-dosa yang telah tidak
dilakukannya lagi, jika mereka tidak sepantasnya mendapat pahala selamanya dan
tak terbatas karena jumlah tindakan-tindakan (baik) mereka yang terbatas.
Mereka mengaku bahwa jika Tuhan meu menghukum semua
orang yang ada di surga dan di bumi, tetap saja Dia tidak bertindak secara
tidak adil terhadap mereka, dan bahwa jika Tuhan akan membawa semua orang Kafir
ke surga, hal itu pun bukan mustahil, sebab ciptaan itu adalah ciptaan-Nya, dan
perintah itu adalah perintah-Nya. Tapi Dia telah menyatakan bahwa Dia akan
memberi rahmat pada orang-orang yang beriman untuk selamanya, dan menghukum
orang-orang kafir untuk selamanya pula, dan Dia benar dala setiap firman-Nya
dan semua yang Dia nyatakan itu benar. Oleh sebab itu, Dia pasti berurusan
dengan manusia dengan cara yang seperti itu, dan Dia tidak mungkin berlaku
sebaliknya; sebab Tuhan itu tidak berdusta – sungguh Tuhan jauh lebih tinggi
dari itu!.
Mereka mengakui bahwa Tuhan tidak bertindak atas
alasan apa pun, sebab jika tindakan-tindakan Tuhan itu ada alasannya, maka
alasan itu ada alasannya, dan dengan begitu bersifat ad infinitum; dan itu
salah. Tuhan berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang sudah terlebih dahulu
mendapat taufik dari Kami, mereka dijauhkan dari neraka.” Dan lagi : “Dia telah
memilihmu.” Dan lagi : “Dan telah lebih
dahulu ditetapkan oleh Tuhanmu, bahwa Aku akan memenuhi neraka jahanan dengan
jin dan manusia (durhaka) semuanya.” Daln lagi : “Sesungguhnya telah Kami
sediakan untuk penghuni neraka itu banyak jin dan manusia.” Tak satu pun dari
firman Tuhan itu yang tidak adil atau salah; sebab, ketidak-adilan itu
merupakan sesuatu yang terlarang, dan benar-benar terdiri dari tindakan yang
meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya; sedangkan aniaya merupakan suatu
penyelewengan dari jalan yang telah dibuat lurus dan dari teldan yang telah
ditetapkan oleh Dia Yang Ada di atas dan Yang Menguasai manusia-manusia di
bawah. Karena Tuhan tidak berada di bawah kekuasaan seorang pun, dan karena Dia
tidak diperintah atau disesali oleh yang ada di atas-Nya, maka tidak mungkin
Dia bertindak tidak adil atau aniaya dalam ketetapan=Nya. Tiada yang kotor
dalam diri-Nya; sebab yang kotor adalah yang Dia buat kotor, dan yang indah
adalah yang Dia buat indah. Seseorang berkata : “Yang kotor adalah yang
dilarang-Nya, sedang yang indah adalah yang diperintahkan-Nya.”
Muhammad ibn Musa berkata : “Hal-hal yang
tampak indah adalah yang indah karena pengungkapan-Nya, sedangkan hal-hal yang
tampak kotor adalah kotor karena selubung-Nya; keduanya merupakan sifat yang
ada dalam pasca kekekalan dan yang telah ada dalam pra-kekekalan.” Hal ini
berarti bahwa yang mengembalikan engkau dari benda-benda kepada Tuhan adalah
indah, sedangkan yang mengembalikan engkau kepada benda-benda dan bukan kepada
Tuhan adalah kotor; Jadi yang kotor dan yang Indah adalah benda-benda yang
sifat-sifatnya telah ditetapkan oleh Tuhan dalam pra-kekekalan. Kalau tidak,
hal itu bisa jadi berarti bahwa yang tampak indah itu dibukakan dari selubung
larangan, sehingga tidak da lagi selubung antara manusia dengan yang indah itu;
sedangkan yang kotor ada di balik selubung, yaitu larangan. Penafsiran yang
kedua itu sesuai dengan sabda Muhammad saw : “Dan di atas gerbang-gerbang itu
terdapat selubung-selubung yang terjuntai”, dikatakan bahwa gerbang yang
terbuka itu adalah peraturan Tuhan yang tak dapat diganggu gugat (muharim),
sedangkan selubung itu adalah batas-batas (larangan-larangan)Nya (hudud).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan