Catatan Popular

Isnin, 29 Jun 2015

MEMAKNAI SYUKUR



Syukur ialah mengakui kebaikan terhadap apa yang terjadi atau diterima seseorang. Syukur terdiri atas tiga perkara, yaitu ilmu, keadaan dan, perbuatan.
Ilmu adalah mengetahui bahwa nikmat itu berasal dari Dzat yang memberi nikmat, yakni Allah, keadaannya ialah kegembiraan yang muncul setelah memperoleh nikmat, dan amalnya ialah melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Dzat pemberi nikmat.
Perbuatan ( amalan ) ini berkaitan dengan hati, anggota tubuh, dan lisan. Kaitannya dengan hati ialah adanya kehendak ( niat ) untuk melaksanakan kebaikan dan merahasiakannya dari seluruh makhluk. Kaitannya dengan lisan ialah melahirkan rasa syukur dengan memanjatkan do’a, sedangkan kaitannya dengan anggota tubuh ialah mempergunakan nikmat Allah tersebut untuk melakukan ketaatan kepada-Nya, dan menjaga dari penggunaan kemaksiatan. Perlu diingat, bahwa seseorang yang bersyukur kecuali bila ia mempergunakan nikmat-Nya tersebut untuk perkara yang disukai-Nya, bukan perkara yang dibenci-Nya. Inilah yang diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’’ (QS. Ibrahim: 7)
Syukur itu bukan saja dalam pengetahuan memperoleh nikmat saja, tetapi juga dalam menerima musibah. Jika ditelusuri, dalam menerima musibah terdapat lima perkara yang patut disyukuri, yaitu :
    Setiap menerima musibah hendaklah mengingat musibah yang lebih besar dan lebih hebat sebab perkara yang ditakdirkan Allah itu tiada batas. Bayangkan jika anda menambah penderitaan yang lebih hebat lagi dari penderitaan yang lebih hebat lagi dari penderitaan tersebut.
    Penderitaan itu bukanlah menyangkut masalah agama yang akan sangat buruk akibatnya. Disebutkan dalam hadis sebuah do’a,’’ Ya Allah, janganlah Engkau jadikan musibah kami menyangkut urusan agama kami.’’
    Musibah itu pada dasarnya telah ditetapkan Allah SWT. Dalam kitab disisi-Nya, yang pasti akan sampai juga pada kita.
    Tidak ada satu musibah pun melahirkan melainkan dapat dimungkinkan penangguhannya hingga di akhirat, maka akan lebih baik jika musibah itu ditimpakan di dunia.
    Musibah itu lebih besar daripada musibah itu sendiri, artinya musibah itu tidak akan memberi manfaat di hari kemudian.

Tiada ulasan: